Membangun Sinergi Kontra Radikalisme

Membangun Sinergi Kontra Radikalisme

- in Narasi
2251
0

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasulnya dan ulil Amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan rasulnya, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih baik bagimu dan lebih baik akibatnya” (QS. An-nisa ayat: 59)

Bagaimana bisa kelompok teroris mengklaim kebenaran dengan menafikan firman Allah SWT? Berbagai cara dilakukan untuk meruntuhkan keharmonisan bangsa yang berkedok jihad keagamaan. Merujuk pada ayat di atas, jihad yang dianut oleh kelompok teroris telah melenceng jauh dari firman Allah SWT. Kelompok teroris selalu berusaha keras untuk menentang, memberontak, dan memboikot aturan-aturan hukum yang telah disepakati.

Tak hanya menentang pemerintah (Ulil amri) dengan melakukan propaganda terhadap ayat-ayat toleransi yang dimaknai secara intoleran. Tindakan radikal yang selama ini masif dilakukan oleh kelompok teroris juga telah mengkhianati agama itu sendiri. Dakwah Ulama pun dijungkirbalikkan dengan menyemai benih radikalisme.

Ironisnya, anggota teroris juga melancarkan aksinya dalam berbagai agenda kegamaan. Sebagai bukti konkret misi jihad radikal diselipkan pada khutbah shalat Jumat. Khotbah yang berjalan selama 10-15 menit itu menjadi peluang besar untuk menyebarkan misi dakwah radikal. Tak tanggung-tanggung, bidikan utama pada misi tersebut adalah masyarakat yang jauh dari peradaban.

Inilah yang harus kita antisipasi bersama. Melawan terorisme menjadi kewajiban bagi semua umat manusia. Jangan sampai radikalisme terus merongrong keharmonisan agama, negara, dan masyarakat. Untuk menumpas kelompok terorisme perlu sinergi kuat dari pemerintah, organisasi keagamaan, dan masyarakat. Sinergi tersebut yang selanjutnya mewujudkan komitmen deradikalisasi yang selama ini menjadi impian besar banyak pihak.

Kontra Radikalisme

Seyogyanya, upaya kontra radikalisme digalakkan tanpa kekerasan. Doktrin radikal yang melekat dapat dicegah dengan upaya rehabilitasi bagi kelompok teroris. Meluruskan ajaran jihad yang membelok dapat disinergikan melalui peran Ulama. Membenarkan kembali esensi ayat-ayat jihad dan toleransi yang sangat lentur digalakkan untuk mengikis doktrin sesat.

Pemerintah merangkul para ulama dan organisasi masyarakat keagamaan untuk menjadi pasukan terdepan untuk menetralisir pemahanan ideologi teroris yang berhasil ditangkap. Ibarat mengikuti irama yang sedang dimainkan para teroris. BNPT melalui ulama ataupun orang yang sangat faham tentang hakekat ajaran agama melakukan counter di tempat-tempat para teroris biasa menyebarkan faham radikal, menggunakan bahasa-bahasa keagamaan di masjid, kampus, pesantren, jejaring sosial ataupun jaringan online, seperti bloggain (Ansyaad Mbai, 2012). Lebih dari itu, gerakan deradikalisasi harus mendapat dukungan penuh dari masyarakat yang secara masif menjadi korban atas kejahatan terorisme.

Di samping itu, peran pesantren juga harus dilibatkan untuk memerangi dakwah radikal yang dipromotori oleh kelompok teroris. Kita tidak boleh lupa bahwa pesantren notabene merupakan soko guru pendidikan. Ini selaras dengan pandangan Amin Haedari dkk (2004), bahwa Pendidikan pesantren merupakan laboratorium sosial kemasyarakatan. Bahkan, hampir di seluruh pelosok negeri ini dipromotori oleh peran pesantren. Para ulama merupakan sosok yang kental dengan ajaran agama yang ditanamkan oleh pesantren. Sehingga, menggerakkan Ulama berarti melibatkan peran pesantren.

Oleh karena itu, doktrin inklusif dan kaku terorisme harus dilawan, ditentang, dan dimusnahkan sesegera mungkin. Gerakan kontra radikalisme dibangun melalui sinergi pemerintah, lembaga masyarakat keagamaan, dan pesantren. Dengan cara seperti inilah radikalisme dapat dibendung. Kelompok teroris dapat dikembalikan sebagaimana ajaran yang lurus. Semoga!

Facebook Comments