Menggagas Masyarakat Cerdas di Dunia Maya

Menggagas Masyarakat Cerdas di Dunia Maya

- in Narasi
1239
0

Kehidupan manusia akan damai apabila tercipta hubungan kehidupan sosial kemasyarakatan yang harmonis. Situasi masyarakat harmonis ini harus mengedepankan sikap saling menghargai dan menghormati antar masyarakat lintas suku, budaya, ras dan agama. Sehingga tenun kebhinnekaan bangsa ini bisa terajut dengan kuat, tidak mudah terkoyak oleh apapun.

Kita tahu bahwa kondisi kebangsaan Indonesia saat ini dalam ujian, yaitu dengan maraknya berita bohong (hoax). Padahal berita bohong itu sangat berbahaya dan dosanya melebihi pembunuhan. Karena dalam berita hoax itu terkandung fitnah, hasutan dan kebencian yang liar tanpa kendali.

Bahaya berita bohong sudah Allah tegaskan dalam al-Qur’an surat al-Hujurat/ 49 ayat 6. Penjelasan kandungan ayat itu ialah kita semua diperintahkan selalu menggunakan daya pikir secara kritis dan mendalam setiap menerima berita atau informasi. Sehingga kita bisa menangkap makna terdalam dari suatu berita.

Asbabun nuzul (latar belakang) ayat di atas diturunkan ialah, karena peristiwa berita bohong dari seorang Al-Walid bin Uqbah bin Abi Mu’ith tatkala ia diutus oleh Rasulullah untuk mengambil dana zakat dari Suku Bani Al-Musththaliq yang dipimpin waktu itu oleh Al-Harits bin Dhirar seperti dalam riwayat Imam Ahmad. Al-Walid malah menyampaikan laporan kepada Rasulullah bahwa mereka enggan membayar zakat, bahkan berniat membunuhnya, padahal ia tidak pernah sampai ke perkampungan Bani Musththaliq. Kontan Rasulullah murka dengan berita tersebut dan mengutus Khalid untuk mengklarifikasi kebenarannya, sehingga turunlah ayat ini.

Begitulah bahayanya berita bohong. Bayangkan apabila berita itu tidak diteliti lebih dalam oleh Rasulullah, pasti pertumpahan darah akan terjadi. Jadi, contoh berita palsu sudah ada sejak zaman Nabi, makanya kita harus menjadikan momentum itu sebagai bahan refleksi secara bersama, begitulah pentingnya kehidupan kebangsaan yang damai dengan informasi yang sehat dan benar.

Ketika kita disuguhi berita di dunia maya atau di mana saja, periksa dahulu dari siapa yang membawa berita itu. Karena pembawa berita itu sangat penting, bahkan dalam agama, sosok pembawa beritapun harus diteliti sejarah kehidupannya. Makanya sebagian ulama hadits melarang dan tidak menerima berita dari seseorang yang majhul (tidak diketahui kepribadiannya) karena kemungkinan fasiknya sangat jelas.

Banyak cara untuk membendung berita hoax, salah satunya membutuhkan sinergitas antar masyarakat dengan pemerintah. Seperti di Purwakarta dengan dibentuk gerakan “hidup sehat tanpa hoax”. Kata bupati Dedi Mulyadi ke depan program edukasi ini masuk ke sekolah untuk memberikan pencerahan bagaimana menggunakan media sosial secara benar dan baik. (tempo.co 6 Januari 2017).

Cara yang efektif untuk cerdas di dunia maya antara lain ialah dengan menguatkan tradisi literasi media. Gagasan ini tidak hanya mengharuskan masyarakat melek media, melainkan masyarakat juga harus memiliki kemampuan untuk memahami dan menganalisis setiap informasi. Karena pandangan domain masyarakat sudah terlanjur menjadikan media sebagai kebenaran mutlak. Padahal media hanya sebagai alat untuk menyampaikan berita, yang tentu ada sumber berita (pihak yang paling berkepentingan) terhadap informasi yang di lempar ke publik. Nah, disinilah pentingnya cerdas di dunia maya bagi kita semua.

Menurut Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute (Policy) Jakarta, Gun Gun Heryanto, terdapat tiga variabel dalam pemanfaatan literasi media untuk menangkal radikalisme, antara lain sebagai berikut; pertama, knowledge pengakses berita/informasi di media, minimal orang yang akan mengakses berita sudah mengetahui apa yang akan dicari, dengan begitu akan membantu pengakses berita dalam menterjemahkan berita yang akan ia terima, sehingga kemungkinan salah paham menjadi kecil. Kedua adalah skill, hal ini terkait dengan bagaimana dan untuk apa seseorang mengakses sebuah berita, apakah seseorang mencari berita dari sumber-sumber berita yang terpercaya atau dari sumber yang belum jelas validitasnya. Ketiga untuk melawan radikalisme adalah tentang sikap, bagian ini sangat menentukan, apakah kita menerima sebagai sebuah kebenaran atau menolaknya karena berlawanan dengan rasionalitas kita.

Nah, makanya kita semua dalam beragama juga harus mengedepankan tafkir, yakni cerdas dalam beragama. Dengan begitu kita bisa mensyukuri anugerah akal yang telah diberikan Tuhan kepada kita semua, dengan cara memaksimalkan akal untuk kebaikan dan kedamaian semesta. Tetapi sebaliknya, jika beragama mengedepankan takfir, yakni dengan gampang menilai orang atau kelompok agama lain kafir, kalau cara ini yang kita kedepankan, akan menjadikan keberagamaan kita dangkal dan tandus. Otomatis malah akan memunculkan bibit permusuhan bahkan terorisme, yang tentu ini sangat berlawanan dengan spirit agama apapun.

Semoga kita semua bisa menjadikan dunia maya sebagai ajang silaturahmi antar masyarakat lintas golongan, sehingga kehidupan yang harmonis akan tercipta. Begitulah seharusnya manusia modern, yakni manusia yang mengedepankan rasionalitas dari pada menuruti hawa nafsu yang malah akan membawa manusia pada kehancuran dan kehinaan. Wallahu a’lam

Facebook Comments