Posisi Akal dalam Islam

Posisi Akal dalam Islam

- in Keagamaan
2147
0

Akal merupakan salah satu karunia yang diberikan oleh Allah Swt kepada manusia yang tidak diberikan kepada mahluk lainnya di muka bumi ini dan ia merupakan titik perbedaan antara manusia dengan makhluk lainnya. Oleh karena itu, manusia diberikan beban yang lebih besar dan menjadi Khalifa di muka bumi dan pada waktu yang sama Allah menjadikan makhluk lainnya tunduk kepada manusia. Melalui akal maka manusia dapat memiliki kemulian hidup di dunia dan akhirat dan dengan akal pulalah manusia akan memiliki kehinaan di dunia dan akhirat. Semuanya tergantung kepada seseorang bagaimana ia memanfaatkan akal yang diberikan kepadanya. Jika akan tersebut digunakan untuk kebenaran dan kebaikan maka manusia akan berbahagia dan sebaliknya jika akan difungsikan kapada hal yang negatif maka kehidupannya juga akan negatif.

Dalam Alquran, Allah Swt telah berulang-ulang kali mengajak hambanya agar selalu menggunakan akal dan pikirannya dan tidak sedikit ayat yang diakhiri dengan ungkapan yang mengajak manusia untuk menggunakan akalnya misalnya “ Apakah kalian tidak menggunakan akalmu” atau “ Apakah kalian tidak berpikir “ atau “ Agar kalian dapat menggunakan akal pikirannya. Semua ungkapan ini dimaksudkan agar manusia menggunakan akal pikiran yang sehat karena betapa banyak kaum yang hancur sebelumnya hanya karena tidak menggunakan akal pikirannya yang sehat. Urgensi penggunaan akal dan pikiran semakin penting ketika Allah menjadikan ilmu atau pengetahuan atau marifah sebagai salah satu syarat untuk dapat menjalankan ritual-ritual ibadah dan syariat-syariat yang diwajibkan oleh Allah Swt kepada hambanya, bahkan mereka yang tidak memiliki akal sehat bebas dari taklif atau kewajiban yang telah ditetapkan oleh Allah Swt.

Al Ilm atau mengetahui merupakan hasil kerja akal pikiran yang sehat seperti, mengetahui waktu-waktu sholat, mengetahui waktu imsak dan mengetahui syarat-syarat dan rukun sebuah ibadah merupakan syarat mutlak dalam menjalankan sebuah ibadah yang diwajibkan oleh Allah dan sebaliknya jika seseorang tidak mengetahuinya atau akalnya tidak berfungsi maka tidak syahlah ibadah-ibadah yang dilakukannya. Pengetahuan terhadap sesuatu yang akan dijalankan merupakan unsur penting yang harus diperhatikan karena semua hukum dan syariat yang diperintahkan oleh Allah harus dilandasi dengan pengetahuan yang cukup terhadap apa yang dilakukan. Anak-anak yang belum baligh dan mereka yang sedang sakit atau “gila’ tidak diwajibkan melaksanakan kewajiban-kewajiban agama karena mereka dianggap belum mampu menggunakan akalnya sebagaimana mestinya.

Demikian, pula dalam memahami hukum-hukum Islam lainnya, harus menggunakan akal sehat dan tidak bisa serta merta menjalankan sesuatu tanpa memahaminya, karena jika tidak maka pemahaman terhadap hukum-hukum tersebut bisa saja berakibat fatal dan ini akan merugikan diri sendiri dan agama. Oleh karena itu, para ulama salaf sangat memperhatikan hal-hal yang dapat merusak akal pikirannya dan selalu berusaha menjernihkan pikirannya karena khawatir jika akalnya tidak berfungsi secara baik dalam memahami teks-teks agama maka akan menimbulkan penafsiran-penafsiran yang dapat memberatkan kepada dirinya dan kepada orang lain dan bisa saja keliru dalam memahami makna yang sebenarnya. Karena itu Islam sangat memerangi kejahilan atau kebodohan dan mewajibkan setiap umatnya agar berilmu sehingga tidak terjerumus ke dalam pemahaman-pemahaman Islam yang keliru .

Akhir-akhir ini tidak sedikit kita temukan munculnya penafsiran-penafsiran terhadap teks-teks agama yang menyimpang dari makna yang sebenarnya misalnya, beberapa waktu lalu Qurban ikut diartikan bolehnya menyembelih seseorang yang dianggap murtad dan kafir bahkan menunjukkan riwayat-riwayat yang mendukung penafsiran itu padahal riwayat dimaksud sama sekali tidak ada kaitannya dengan syariat Islam dan hanya dilakukan oleh seseorang namun dijadikan sebagai dalil untuk membenarkan anggapan mereka. Jika metoda seperti ini menyebar di kalangan umat Islam dewasa ini, maka tidak menutup kemungkinan semua orang Islam akan jadi korban karena jika berbeda dengan pemahamannya maka yang lain akan dianggap murtad dan kafir sehingga halal hukumnya untuk dikorbankan atau disembelih.

Bukan saja Qurban akan tetapi sejumlah konsep-konsep agama yang tujuannya sangat mulia juga dipelintir dan ditafsirkan sesuai dengan keinginan dan pemahamannya mislanya hijrah, jihad, dan lain-lain sudah menjadi isu umum di kalangan kelompok tertentu dan menjadikannya sebagai yel-yel dalam perjuangannya, padahal konsep-konsep agama tersebut sungguh mulia dan bernilai tetapi hanya bisa dipahami secara utuh bagi mereka yang menggunakan akal pikiranya yang sehat. Tetapi mereka yang tidak menggunakan akal sehat dan hanya menerima doktrin sudah barang tentu menterjemahkannya sesuai dengan pemahaman dan keyakinannya yang jelas-jelas keliru dan salah. Jihad melalui bom bunuh diri jelas-jelas keliru dan salah. Demikian pula hijrah dengan meninggalkan komunitasnya sama saja lari meninggalkan tanggung jawab yang harus dipikul.

Keyakinan seperti ini menunjukkan bahwa pemahaman dan bacaan terhadap kondisi umat Islam dan teks-teks agama sangatlah minim dan kelompok-kelompok seperti inilah yang akan menghancurkan Islam secara tidak langsung karena apa yang disampaikan tidak lebih sebagai alasan untuk memuaskan hawa nafusnya, padahal Rasulullah Saw telah mengisyaratkan kepada umatnya bahwa “ Barang siapa yang menafsirkan ayat atau hadis tidak sesuai dengan makna dan tujuannya maka sebaiknya ia mempersiapakan dirinya masuk ke dalam neraka’.

Menggunakan akal pikiran yang sehat dalam memahami teks-teks agama merupakan sesuatu yang mutlak karena dengan demikian seseorang dapat memahami tujuan-tujuan syariat yang sebenarnya atau esensi dari agama itu sendiri dan siapapun yang tidak menggunakan akal pikirannya dalam memahami teks-teks agama maka sama seperti hewan yang memegang kitab tapi tidak memahami isi dan maknanya. Wallahu a’lam.

Facebook Comments