Tentang Tetangga dan Perintah Untuk Berbuat Adil Terhadap Sesama

Tentang Tetangga dan Perintah Untuk Berbuat Adil Terhadap Sesama

- in Narasi
2585
0

Suatu ketika ‘Aisyah r.a, istri Rasulullah SAW, mengadakan acara syukuran. Seekor kambing gemuk dipilihnya sebagai menu utama untuk dijadikan gulai. Oleh ‘Aisya r.a daging kambing yang sudah digulai tersebut dibagi-bagikan kepada tetangga dekatnya. Hal tersebut adalah hal yang disenangi beliau sebagai bentuk kepedulian terhadap orang-orang di sekelilingnya. Melihat prilaku istrinya, sebagai seorang suami Rasulullah tentu amat senang. Namun dengan demikian, Rasul tetap harus mengabsen siapa saja yang telah diberi jatah gulai oleh istrinya itu.

Kepada ‘Aisyah beliau menanyakan apakah semua tetangganya sudah diberikan gulai tersebut. Beliau khawatir jika ada salah satu tetangganya yang terlewatkan, karena hal tersebut bisa saja menimbulkan fitnah dan ketidak harmonisan di antara mereka.

“Wahai istriku, apakah si fulan juga telah engkau beri jatah gulainya?” tanya Rasulullah SAW meminta penjelasan. “Belum! Dia itu Yahudi dan saya tidak akan mengirimnya gulai,” jawab ‘Aisyah. Ternyata apa yang ditakutkan Rasul itu benar, masih ada tetangganya yang terlewatkan hanya karena stasusnya sebagai Yahudi.

Mendengar jawaban itu, Rasulullah SAW terusik ketenangannya. Maka dengan penuh kelembutan beliau menegur ‘Aisyah dan memintanya untuk tidak memandang status agama atau keyakinan tetangganya. “Kirimlah jatah gulainya wahai istriku! Walaupun Yahudi, ia tetaplah tetangga kita,” pinta Rasulullah.

Hubungan ketatanggan menjadi alasan yang kuat bagi Rasulullah SAW untuk tetap memperhatikan si fulan. ‘Aisyah pun menyadari kesalahannya serta menuruti saran dari panutannya itu. Akhirnya ia memberikan jatah gulai pada tetangganya yang Yahudi.

Begitulah sifat luhur Rasulullah SAW dalam menjalin hubungan ketetanggan yang harmonis. Rasul menghendaki tidak terjadi pilih-pilih atau pilah-pilah tetangga berdasarkan latar belakangnya. Bagi beliau, tetangga tetaplah tetangga yang harus diperhatikan dan dihormati sampai kapanpun. Tidak peduli latar belakang suku, ras, agama, dan golongannya. Karena itu beliau berpesan kepada umatnya untuk menjaga perasaan para tetangganya. Kebersamaan sebagai tetangga semestinya dikedepankan guna menjalin hubungan yang harmonis antar tetangga.

Abu Dzar al-Ghifari, kawan dekat Rasul pernah mendapat wasiat khusus untuk mempredulikan tetangganya sebagai bentuk kebersamaan sesama tetangga yang hidup berdampingan. Diriwayatkan oleh Abdullah bin Abdurrahman al-Darimi dalam Sunan al-Darimi (II/147), Rasulullah Saw berwasiat:”Wahai Abu Dzar, jika engkau memasak sayuran, maka perbanyaklah kuahnya, lalu lihatlah tetangga-tetanggamu dan bagilah masakanmu untuk mereka.” (HR. Al-Darimi)

Melalui Hadis ini, Rasulullah Saw menyebutkan “tetangga”, bukan “tetangga Muslim”. Dengan demikian tidak ada yang harus dibedakan dari perintah hadis tersebut dalam berbagi terhadap sesama tetangganya. Begitulah junjungan umat Islamn ini memberikan tauladan. Islam mengajarkan umatnya untuk berbaur dengan siapapun, termasuk dengan tetangga yang berbeda keyakinan. Karena perbedaan bukanlah alasan untuk tidak berbuat kebaikan.

Facebook Comments