Kamis, 25 April, 2024
Informasi Damai
ISIS

ISIS

Pancasila: Pondasi Spirit Piagam Madinah di Indonesia

Meski Pancasila hingga kini secara de facto dan de jure masih diakui sebagai dasar negara yang sah, tapi masih saja ada pihak-pihakyang menggugatnya. Terutama sekelompok orang yang mengaku beragama Islam yang suka mengkafir-kafirkan dan menyalahkan. Menganggap Pancasila dan Islam adalah dua hal yang berbeda secara diametral. Tak hanya itu, ia juga menganggap Pancasila, NKRI dan demokrasi adalah thaghuut yang tidak layak dianut. Padahal, jika kita mau menyelami sejarah Nusantara secara lebih jauh, antara Islam dan Pancasila sebenarnya sudah menyepakati kata ‘kompromi’. Lalu, masih bijakkah kita menghadapkan secara vis a vis antara Pancasila dan Agama? Secara substansi, Pancasila adalah nilai-nilai filosofis, sementara Islam adalah way of life yang mela­hirkan tata hukum se­luruh aspek kehidupan manusia. Pancasila secara subyektif hanya diberlakukan di Indonesia, sementara Islam adalah rahmat bagi alam semesta. Pancasila adalah kreatifitas intelektual manusia yang nisbi, sementara Islam adalah dinul haq dari Allah swt, pencipta alam semesta. Islam diturunkan Allah untuk menjadi rahmat bagi manusia dan seluruh alam semesta, sementara Pancasila -meminjam istilah Salahuddin Wahid-masih terjadi kesenjangan antara cita dan fakta. Membandingkan Islam dan Pancasila ibarat membandingkan volume air laut dengan volume setetes air. Islam dan Pancasila dari berbagai perspektif bukanlah dua hal yang bisa dibandingkan. Namun bukan berarti Pancasila salah, tidak ada yang salah dengan Pancasila. Sebagai seorang muslim, meski Islam belum diterapkan secara kaffah dalam sebuah negara, namun tertancap keyakinan kuat bahwa Islam akan menjadi solusi atas segara permasalahan manusia. Berbeda dengan pancasila, meski telah 72 tahun diterapkan di negeri ini, masih menyisakan kesenjangan antara cita dan realita yang hampir tak berujung. Sebagai contoh, kita sering melihat kaum beragama yang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara mendiskrimasi saudara sebangsanya, hanya karena berbeda. Tentu ini menjadi fenomena pahit yang tidak mencerminkan laku Pancasilais dalam diri masyarakat Indonesia. Pondasi Utuh Pancasila adalah seperangkat filosofi hidup (set of philosophy) yang sifatnya terbuka. Setiap orang dengan mudah bisa mengatakan bahwa dirinya adalah seorang pancasialis berdasarkan tafsiran masing-masing secara subyektif. Bahkan setiap orang juga bisa menilai orang lain tidak pancasilais dengan tafsiran yang subyektif pula. Di negeri ini agama yang jelas-jelas memiliki ‘tuhan banyak’ pun tetap bisa menyebut agamanya pancasilais (Ahmad Sastra, 2016). Maka begitu juga, mengatakan bahwa Islam itu Pancasilais adalah tidak sepenuhnya benar. Sebaliknya, mengatakan bahwa Islam tidak Pancasilais juga menjadi kekeliruan yang besar. Dalam kondisi ini, kita perlu memahami bahwa nilai-nilai yang termaktub dalam Islam dan nilai-nilai yang tercantum dalam Pancasila adalah saling bertemu tanpa tudung aling-aling sedikitpun. Jadi, sebenarnya, Islam dan Pancasila adalah pondasi kokoh mewujudkan harmoni kehidupan berbangsa, bernegara, dan beragama. Lihat saja Piagam Madinah yang pernah dibuat oleh Nabi Muhammad ketika hijrah ke Yatsrib, ia adalah bentuk nilai-nilai yang sama dengan Pancasila yang dilaksanakan di bumi Timur Tengah. Dengan demikian, Islam dan Pancasila merupakan pondasi utuh mewujudkan spirit Piagam Madinah di Indonesia. Pasalnya, di dalamnya tidak ada hasrat untuk menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain, bahkan bagi umat Islam sendiri. Sabagaimana Piagam Madinah, Pancasila juga menghendaki adanya penaungan hak dan kewajiban dalam masyarakat plural sehingga tidak terjadi tindakan pecah-belah. Piagam Madinah membuka mata kita untuk dapat melihat dan belajar bahwa spirit Islam menghendaki sebuah asas kebebasan beragama, kerukunan, keadilan, perdamaian, musyawarah, persamaan hak dan kewajiban. Begitu juga dengan Pancasila, yang merupakan terobosan filosofis, ideologis, dan historis sebagai ideologi pemersatu bangsa yang dilahirkan melalui proses negosiasi serta partisipasi yang diikuti perwakilan komunitas suku, agama, ras dan antargolongan yang ada di Indonesia, sebagai sebuah landasan kehidupan sosial politik Indonesia yang plural dan modern. (Rachman, 2006). Karena itu, Piagam Madinah maupun Pancasila bukan didesain untuk menonjolkan satu golongan saja, misalnya, dengan mencantumkan “syariat Islam” secara eksplisit,—akan tetapi dibuat dan dirancang sebagai sebuah cita-cita dan semangat bersama untuk mewujudkan kehidupan ber-Bhineka Tunggal Ika: Berbeda-beda tetapi tetap satu jua, dengan berpedoman pada prinsip demokrasi atau syura; musyawarah untuk mufakat. Pada titik inilah kita perlu bersama-sama merenungkan kembali bahwa spirit Piagam Madinah dan Pancasila ialah sebagai platform bangsa yang pluralistik. Bahkan setiap sila dalam Pancasila merupakan obyektifikasi—dalam istilah Kuntowijoyo dari nilai-nilai universal dalam setiap agama dan kepercayaan. Walaupun berbeda-beda dari segi syariat dan aqidah, ada nilai-nilai yang diyakini bersama sebagai nilai-nilai luhur. (Kuntowijoyo, 1997). Nilai-nilai bersama itu menurut Nurcholish Madjid, dalam al-Qur’an disebut dengan kalimatin sawa. Pancasila adalah kalimatin sawa—common ground. (Madjid, 1991). Dari itu, marilah sebagai warga pemeluk agama Islam agar sama-sama menjunjung tinggi Pancasila dan mengubur segala hasrat membenturkan Islam dan Pancasila. Sebab, keduanya tidaklah saling bertentangan. Justru saling menguatkan. Sebab, keduanya merupakan entitas yang harus tetap ada dalam diri umat Islam di Indonesia sebagai pondasi kokoh mewujudkan spirit Piagam Madinah yang pernah digaungkan Rasulullah berabad-abad lalu. Wallahu a’lam bish-shawaab.
Narasi
Meski Pancasila hingga kini secara de facto dan de jure masih diakui sebagai dasar negara yang sah, tapi masih saja ada pihak-pihakyang menggugatnya. Terutama sekelompok orang yang mengaku beragama Islam yang suka mengkafir-kafirkan dan menyalahkan. Menganggap Pancasila dan Islam adalah dua hal yang berbeda secara diametral. Tak hanya itu, ia juga menganggap Pancasila, NKRI dan demokrasi adalah thaghuut yang tidak layak dianut. Padahal, jika kita mau menyelami sejarah Nusantara secara ...
Read more 0

Memahami Demokrasi Secara Kritis

Narasi
Minggu ini kembali kita diingatkan serta didorongkan agar berpartisipasi sebagai warga negara yang kebetulan daerahnya melaksanakan pesta demokrasi untuk turut serta mengambil peran dalam perhelatan tersebut. Caranya adalah dengan ikut menentukan pilihan kepala daerah di dalam bilik suara. Dalam ruang demokrasi, hal inilah yang mesti dilakukan sebagai manifestasi dari keinginan menyalurkan aspirasi masyarakat. Meski demikian kita mesti mengakui bahwa dalam sistem ini sebenarnya terdapat kelemahan. Salah satunya adalah potensial memunculkan ...
Read more 0

Integrasi Agama dan Budaya

Integrasi Agama dan Budaya
Narasi
Konon, agama Islam bisa diterima oleh masyarakat Nusantara lantaran para da’i-nya merupakan orang-orang pilihan. Mereka adalah orang-orang pandai yang sehingga bisa memasukkan nilai-nilai ajaran agama Islam ke masyarakat Nusantara. Bahwa hanya orang-orang pilihanlah yang mampu berdakwah di bumi Nusantara lantaran budaya Nusantara sudah sangat tinggi. Sehingga, pekerjaan rumah (PR) para da’i di masa itu adalah mengawinkan antara budaya lokal dengan ajaran agama Islam. Dapat di bayangkan manakala saat itu masyarakat ...
Read more 0

Ulama Bijak, NKRI Tegak

Narasi
Di tengah masyarakat Indonesia yang multikurtural, peran ulama sebagai pengayom dan pemersatu umat menjadi tak tergantikan. Dalam arti, di samping menjalankan peran sebagai pendakwah, pembina, dan pembimbing umat Islam untuk selalu di jalan agama, ulama juga berperan sebagai teladan dan pengayom masyarakat agar selalu hidup rukun dan harmonis dengan saudara sebangsa. Sebab, pada dasarnya, ajaran untuk hidup rukun dan damai dengan sesama manusia adalah bagian dari ajaran Islam itu sendiri. ...
Read more 2

Resolusi Kaum Muda Lawan Radikalisme

Narasi
“Jangan mewarisi abu Sumpah Pemuda, tapi warisilah api Sumpah Pemuda. Kalau sekedar mewarisi abu, Saudara-saudara akan puas dengan Indonesia yang sekarang sudah satu bahasa, satu bangsa, dan satu tanah air. Tapi ini bukan tujuan akhir,” (Bung Karno) Kutipan pidato Bung Karno di atas menegaskan pada kita semua sebagai generasi muda untuk menjadikan momentum sumpah pemuda itu sebagai titik tolak kemajuan peradaban bangsa. Dengan cara terus meningkatkan kapasitas untuk mengisi kemerdekaan ...
Read more 0

ISIS dan “Islam” yang Lain

Narasi
Menarik membacara uarain Kyai Abdul Muiz Ghazali Perbedaan Tentara Allah dan Terorisme (Jalan Damai, 24/7). Secara singkat dan padat, beliau menegaskan bahwa ISIS itu bukan tentara Allah. Klaim kelompok ekstremis bahwa mereka adalah wakil tuhan dan berjuang dengan membawa panji Islam, tetapi menabrak larangan dan ajaran Islam adalah bukti bahwa mereka tidak lebih dari produk politik belaka. Secara gambang, Dosen IAIN Cirebon itu mengatakan bahwa ISIS tidak lebih dari sekedar ...
Read more 1

Mewujudkan Wajah Islam tanpa Radikalisme

Narasi
Di era globalisasi yang serba terbuka dan bebas ini, banyak bermunculan kelompok-kelompok radikal. Dikatakan radikal karena para pengikutnya bertindak yang dalam ukuran normal tergolong kasar, dimana hal tersebut ditunjukkan dengan menghancurkan segala hal yang dianggap tidak sesuai dengan norma dan ajaran agama Islam. Di sisi lain,munculnya gerakan radikalisme Islam di Indonesia dipicu oleh persoalan domestik.Dalam lingkup domestik, berbagai macam kemelut telah terjadi yang dimulai dari pembantaian kiai berkedok dukun santet, ...
Read more 0

Hijrah ke Irak dan Suriah bukan Hijrah yang Diajarkan Islam

Keagamaan
Hijrah adalah salah satu peristiwa penting dalam sejarah Islam yang dilakukan oleh Rasulullah Saw bersama dengan para sahabatnya. Melalui Hijrah inilah, risalah yang dibawa oleh Rasulullah Saw berkembang pesat, bukan saja di wilayah Jazirah Arab, tetapi menembus hingga ke daratan Eropa dan Asia sehingga Islam tampil sebagai salah satu agama terbesar dalam sejarah peradaban umat manusia bahkan menandingi peradaan lainnya yang ada pada saat itu. Yang paling membanggakan karena peradaban ...
Read more 0

Cyber Space, Terorisme ISIS dan Banalitas Kejahatan

Narasi
Dunia baru (new world) merupakan sebuah istilah yang menarik untuk ditelaah, metamorfosis masyarakat dari model primitif menuju masyarakat post-modern yang maju dan berkembang pesat baik secara sosial, budaya, ekonomi maupun teknologi telah mempengarhui cara hidup masyarakat. Khusus untuk perkembangan di bidang teknologi, kehadiran teknologi informasi memutus batas ruang dan wilayah; sebuah informasi dapat begitu cepat tersebar melewati batas-batas ruang dan waktu. Fenomena inilah yang memunculkan istilah baru; dunia maya (cyber ...
Read more 0

ISIS vs Alqaeda menuju Khilafa Islam di Nusantara

Kebangsaan
ISIS dan Alqaeda menjadi isu besar di dunia global dalam dua puluh tahun terakhir sebagai organisasi teroris yang paling berbahaya di dunia. Dua-duanya memiliki jaringan yang mendunia dan militansi yang kuat sehingga tidak mengherankan jika aksi pemboman terjadi di mana-mana setelah kedua organisasi radikal ini tampil sebagai sebuah kekuatan. Kedua organisasi ini semakin menjadi bahan pembicaraan karena mengangkat yel-yel Islam sebagai slogam sehingga mengundang pro kontra tentang kredibilitas keislamannya. Alqaeda ...
Read more 0