Ketika ada sebuah wacana mekanisme kontrol rumah ibadah agar steril dari paham radikal. Dari situ mulai bermunculan sebuah narasi keliru, pemerintah dianggap akan mengekang umat beragama dan bahkan dituduh islamophobia. Padahal, mekanisme kontrol rumah ibadah dengan melibatkan banyak pihak ini semata demi memutus mata rantai infiltrasi paham radikal yang tengah memanfaatkan rumah ibadah
Ada begitu banyak pembaiatan umat menjadi radikal bergabung ke ISIS yang dilakukan di Masjid. Kepentingan politik berbungkus “identitas primordial” yang gemar menebar fitnah, kebencian, membakar permusuhan dan memecah-belah umat beragama sering-kali memanfaatkan mimbar agama (rumah ibadah). Rumah ibadah saat ini tengah dimanfaatkan sebagai alat untuk membenarkan kriminalitas, kejahatan melanggar kemanusiaan dan memecah-belah berkedok agama yang harus kita deteksi sedini mungkin.
Sebagaimana, membangun siap-siaga rumah ibadah itu sangat penting. Sekali lagi, ini bukan perkara mengekang umat dalam beribadah apalagi dianggap kebencian atas umat agama seperti tudingan islamophobia. Melainkan sebagai jalan kemaslahatan beragama demi membersihkan rumah ibadah dari paham radikal itu, sebagaimana ada 4 sistem deteksi dini bagi kita sebagai satu bentuk mekanisme kolaboratif dalam mendeteksi paham radikal.
Pertama, hal yang paling pokok untuk kita deteksi paham radikal di rumah ibadah, adalah memastikan ustadz/tokoh agama yang diundang berceramah/menyampaikan khotbah keagamaan. Hal yang paling fundamental untuk membangun mekanisme controlling tempat ibadah, adalah dengan memastikan (orang yang berperan) dalam menyebarkan dakwah keagamaan agar steril, tidak berpotensi dan bebas dari “penyelipan ajaran” radikal dalam aktivitas keagamaan di tempat ibadah.
Tentu, hal ini dapat dilakukan dengan memahami track record seorang ustadz/penceramah/pemuka agama yang akan diundang. Melihat jejak ceramah keagamaan yang dia lakukan selama ini. Pahami/teliti dan pastikan sosok yang diundang sebagai pencerah umat, benar-benar steril dari segala pemahaman/pandangan/latar-belakang yang tidak memiliki orientasi menyampaikan ajaran radikal/intolerant, kebencian dan segala potensi yang bisa memecah-belah di negeri ini.
Kedua, pengamatan segala aktivitas keagamaan di tempat ibadah. Tentu, mekanisme controlling ini bisa dilakukan oleh pengurus tempat ibadah, layaknya Masjid sebagai orang yang bertanggung-jawab dalam segala kegiatan. Juga, melibatkan peran masyarakat dengan memastikan, semua aktivitas/semua kegiatan yang ada di Masjid setidaknya bersih dari beberapa hal yang harus diperhatikan.
Apa saja unsur yang harus diperhatikan dalam aktivitas keagamaan di tempat ibadah layaknya Masjid itu? Mengoptimalkan basis (penjaminan/sterilisasi) tidak adanya potensi aktivitas bermotif dakwah, ceramah keagamaan/khotbah yang menyebarkan ajaran intoleransi, memprovokasi umat agar berpecah-belah, dijadikan tempat mem-fitnah/adu-domba. Serta dapat dipastikan tempat ibadah tidak dijadikan aktivitas kampanye politik yang sering-kali memecah-belah berbasis (identitas primordial).
Ketiga, aktivitas mencerna isi ceramah/khotbah dan peran tugas pelaporan. Salah satu hal yang menjadi nilai fundamental agar kita tidak kecolongan atas penceramah yang ternyata radikal/intolerant di tempat ibadah, layaknya Masjid. Adalah dengan mencerna/memahami dan mendengarkan semua ceramah yang disampaikan. Maka, ketika ada potensi yang ternyata provokatif ingin memecah-belah, mengajarkan anti-pemerintahan dan bahkan mengajak untuk jihad berperang di tengah negeri yang damai ini.
Maka, hal yang sangat perlu dilakukan adalah melaporkan ke pihak yang berwajib. Tentu, jangan takut dan lakukan itu sebagai bentuk (jihad kepada-Nya) dalam membersihkan segala ajaran kemudharatan yang bisa merusak tatanan dan membenarkan kezhaliman. Ini merupakan tugas umat dalam meneliti, mencerna dan memahami sedetail mungkin semua isi ceramah/khotbah keagamaan di tempat ibadah layaknya Masjid, agar benar-benar dipastikan steril dari propaganda radikal/intolerant memecah-belah itu.
Keempat, pastikan tempat Ibadah tidak ada tempelan majalah/buletin/surat-kabar dll yang berwawasan radikal/intolerant. Ini yang sering-kali teledor untuk kita waspadai dan kita fokus pada pencegahan radikalisasi atau propaganda ajaran intolerant berbasis (ceramah keagamaan). Tetapi kita melupakan basis propaganda yang ditempelkan lewat majalah/buletin/surat-kabar dll yang ditempel di dinding-dinding Masjid.
Maka, hal yang harus kita perhatikan, adalah memastikan Masjid tidak ada (propaganda radikal) yang berbasis narasi dalam bentuk cetak. Karena hal yang luput dari kesadaran kita akan menjadi kelemahan yang dimanfaatkan oleh mereka kelompok radikal. Seperti ajakan hijrah ke negeri ISIS, propaganda berbaiat ke teroris dan narasi-narasi yang tersaji dalam bacaan tentang fitnah/fitnah pemerintahan yang sah. Ini perlu kita pastikan tempat ibadah layaknya Masjid benar-benar steril dari propaganda ajaran radikal/intolerant yang ditempel layaknya majalah/buletin/surat-kabar dll.
Empat strategi di atas merupakan paradigma deteksi dini paham radikal di rumah ibadah. Sebagai satu jalan fundamental di balik usulan kepala BNPT perihal mekanisme kontrol tempat ibadah itu. Maka, sangat penting untuk support sistem secara multi-pihak dengan keterlibatan penuh dalam konteks mekanisme kontrol tempat ibadah tersebut. Agar, tempat ibadah layaknya Masjid benar-benar bersih/steril dari propaganda radikal/intolerant yang selalu mengajak umat untuk merusak tatanan-Nya.
This post was last modified on 12 September 2023 2:59 PM
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…