Narasi

Basis Teladan Ulama; Dari Ruh Keimanan Hingga Kecintaan Terhadap Tanah Air

Tidak pernah kita bosan untuk mengutip, menganalisis dan bahkan menjadikan sebagai teladan bagi kita semua. Dia adalah seorang tokoh nasionalisme bangsa sekaligus seorang ulama yang membangun paradigma di dalam berbangsa dan bernegara. Beliau adalah Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari. Pernah suatu massa beliau mengatakan bahwa “Barang siapa yang mati demi mempertahankan (Nasionalisme), maka dihukumi mati syahid”.

Ungkapan ini tentu menjadi landasan penting bahwa peran ulama di era kontemporer saat ini haruslah membangun kesadaran akan kecintaan terhadap tanah airnya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh ketua umum PBNU KH. Said Aqil Siroj yang berusaha melanjutkan ungkapan KH. Hasyim Asy’ari tersebut bahwa “Barang siapa yang berkhianat kepada (Nasionalisme), maka harus dibunuh, sekalipun tidak dihukumi sebagai kafir”.

Maka, peranan ulama sebagai teladan di dalam berbangsa dan bernegara adalah kemutlakan sejak para ulama “lawasan” berjuang demi kemerdekaan bangsa ini. Sebagaimana beliau (KH. Hasyim Asy’ari) yang selalu mendedikasikan, merefleksikan dan merealisasikan nilai Islam dalam basis kecintaan akan tanah airnya. Kesadaran nasionalisme adalah mutlak bagi mereka yang beriman untuk mencintai tanah air yang dia tempati.  

Beliau selalu membangun semacam fondasi kecintaannya di dalam berbangsa dan sekaligus fondasi keimanannya dalam beragama. Antara cinta dan keimanan inilah melahirkan kebijaksanaan yang memadukan keduanya yang tidak boleh dipisahkan peranannya. Karena, jika kita sebagai orang yang beriman, maka tentu haruslah nasionalis. Begitu juga jika kita sebagai orang yang nasionalis, maka perlu tentu haruslah berdasarkan keimanan yang kuat.

Orang yang beriman berarti mereka meyakini bahwa Tuhan menciptakan umat manusia di muka bumi ini sebagai Khalifah di muka bumi. Secara peranan, manusia haruslah menjaga, melindungi dan merawatnya. Baik alam-nya, relasi sosialnya dan peradabannya. Ketiganya terangkum dalam nasionalisme yang membentang sebagai ruh akan bukti keimanan seorang hamba kepada-Nya.

Menjaga alamnya berarti benar-benar melindungi dari kerusakan dan kehancuran. Seperti menjaga kebersihan dengan membuang sampah pada tempatnya dan kegiatan menjaga alam lainnya yang harus benar-benar diutamakan. Selain itu, kita juga harus menjaga relasi sosial-nya dengan baik. Dalam hal ini, bisa dilakukan dengan mendakwahkan nilai-nilai Islam yang lebih toleran, egalitarian dan saling menjaga kebersamaan.

Menghindari hal-hal yang sifatnya provokatif, anarkis, kebencian dan adu domba yang hanya akan membuat relasi sosial renggang dan mengakibatkan pertikaian dan permusuhan satu sama lainnya. Karena yang pertama dan paling utama di era saat ini untuk menjaga bangsa ini adalah dengan cara menjaga keharmonisan antar umat beragama dan menjaga hubungan antar sesama tepat berjalan dengan baik.            

Yang tidak boleh lupa adalah menjaga peradabannya. Bagaimana di era saat ini kita masih bergelut dalam konflik, permusuhan dan pertikaian antar kelompok satu dengan kelompok lainnya. Sehingga, polemik yang semacam ini membuat bangsa kita “stagnan” dan mengalami “disorientasi” dan “disentigritas” kebangsaan. Maka, saatnya menghidupkan peranan ulama di dalam menyuarakan nilai-nilai agama yang mendamaikan. Membangun kecintaan terhadap tanah airnya dalam basis keimanan. Karena peran ulama sejatinya harus menjadi suri teladan di dalam berbangsa dan bernegara. Sebagaimana Tuhan menjadikan umat manusia sebagai khalifah di muka bumi ini untuk merawatnya, bukan merusaknya.

This post was last modified on 24 November 2020 8:02 PM

Amil Nur fatimah

Mahasiswa S1 Farmasi di STIKES Dr. Soebandhi Jember

Recent Posts

Jebakan Beragama di Era Simulakra

Banyak yang cemas soal inisiatif Kementerian Agama yang hendak menyelenggarakan perayaan Natal bersama bagi pegawainya,…

4 jam ago

Melampaui Nalar Dikotomistik Beragama; Toleransi Sebagai Fondasi Masyarakat Madani

Penolakan kegiatan Natal Bersama Kementerian Agama menandakan bahwa sebagian umat beragama terutama Islam masih terjebak…

4 jam ago

Menanggalkan Cara Beragama yang “Hitam-Putih”, Menuju Beragama Berbasis Cinta

Belakangan ini, lini masa kita kembali riuh. Rencana Kementerian Agama untuk menggelar perayaan Natal bersama…

4 jam ago

Beragama dengan Kawruh Atau Rahman-Rahim dalam Perspektif Kejawen

Dalam spiritualitas Islam terdapat tiga kutub yang diyakini mewakili tiga bentuk pendekatan ketuhanan yang kemudian…

4 jam ago

Natal Bersama Sebagai Ritus Kebangsaan; Bagaimana Para Ulama Moderat Membedakan Urusan Akidah dan Muamalah?

Setiap menjelang peringatan Natal, ruang publik digital kita riuh oleh perdebatan tentang boleh tidaknya umat…

1 hari ago

Bagaimana Mengaplikasikan Agama Cinta di Tengah Pluralitas Agama?

Di tengah pluralitas agama yang menjadi ciri khas Indonesia, gagasan “agama cinta” sering terdengar sebagai…

1 hari ago