Narasi

Dirgahayu 13 Tahun : Sinergi BNPT dan Kaum Muda dalam Membangun Narasi Perdamaian dan Nasionalisme

Dengan 250 juta lebih penduduk, belasan ribu pulau, seribu lebih suku, tujuh ratus lebih bahas lokal, dan ribuan seni budaya yang ada di dalamnya, tidak diragukan jika Indonesia adalah negara yang besar.

Itu belum menghitung kekayaan alam yang dikandung di dalam tanah. Pendek kata, Indonesia adalah negara dengan banyak potensi untuk menjadi maju dan menjadi pemain utama dalam percaturan global.

Maka, agenda mewujudkan Indonesia sebagai negara maju di tahun 2045 atau tepat di usia republik yang ke-100 tentu bukan mengada-ada atau berlebihan. Usia 100 tahun ditengarai sebagai sebuah penanda zaman.

Jika di usia satu abad itu sebuah bangsa berhasil mencapai puncak kemajuan, maka dipastikan ia akan bertahan dalam rentang masa yang lebih lama. Namun, jika di usia 100 tahun sebuah bangsa justru mengalami kemunduran, maka kecil harapan ia bisa bertahan di masa depan. 

Pencanangan Indonesia Emas 2024 oleh pemerintah tentu bukan tanpa peluang dan tantangan. Peluang itu terbuka lebar jika kita menilik data-data konkret hari ini. Banyak data mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia merupakan salah satu yang paling menjanjikan di seluruh dunia.

Jika pertumbuhan ekonomi itu stabil, dalam beberapa tahun ke depan Indonesia akan menjadi salah satu dari lima negara dengan ekonomi terkuat di dunia. Di sisi lain, agenda Indonesia Emas 2045 juga bukan berarti nihil tantangan.

Tantangan Mewujudkan Indonesia Emas 2045

Tantangan terbesar bangsa ini adalah mengelola keragaman bangsa di tengah menguatnya narasi permusuhan dan anti-nasionalisme. Seperti terlihat belakangan ini, narasi permusuhan dan anti-nasionalisme kian kencang muncul ke permukaan. Setidaknya ada tiga faktor yang melatari mengapa narasi itu muncul ke permukaan. 

Pertama, menguatnya konservatisme agama yakni kecenderungan umat Islam untuk menjalankan ajaran agama secara komprehensif (kaffah). Sayangnya gairah menjalankan agama secara kaffah itu justru berujung pada mengaturnya sentimen Intoleransi kepada kelompok lain.

Konservatisme agama tidak pelak telah menimbulkan perpecahan di internal umat beragama (Islam). Munculnya kelompok yang selalu merasa paling benar dan suci lantas melahirkan fenomena takfirisme dan sebagainya. 

Kedua, menguatnya primordialisme kesukuan yakni sentimen merasa bahwa sukunya paling superior dan merasa bisa hidup sendiri tanpa otoritas Indonesia. Primordialisme kesukuan ini mendorong munculnya gerakan separatis yang menghendaki pemisahan wilayah dari kekayaan NKRI. Separatisme selain berpotensi menimbulkan disintegrasi bangsa juga terbukti mendalangi maraknya kekerasan fisik di tengah masyarakat. 

Ketiga, fanatisme politik yang bercampur dengan tren politisasi agama atau politik identitas. Tren fanatisme politik ini mulai mewabah dalam beberapa tahun terakhir. Dukungan publik dalam politik praktis terhadap kandidat atau elite kerap dibumbui dengan sentimen kebencian terhadap lawan politik. Konsekuensinya, kontestasi politik kita diwarnai oleh fenomena segregasi dan polarisasi. 

Di tengah situasi yang demikian, seluruh kelompok masyarakat terutama kaum muda dituntut peran aktifnya dalam membangunn narasi perdamaian dan cinta tanah air alias nasionalisme.

Peran Kaum Muda Membangun Narasi Perdamaian dan Nasionalisme

Mengapa harus anak muda? Tersebab meraka lah yang memiliki energi serta daya juang yang tinggi. Kaum muda juga dikenal visioner dan inovatif dengan segala ide-idenya. Terlebih lagi, dalam konteks Indonesia, jumlah kaum muda saat ini lebih banyak ketimbang kelompok usia tua dan anak-anak.

Di ranah politik praktis, misalnya jumlah pemilih muda pada Pemilu 2024 nanti mencapai 60 persen dari total pemilih. Itu artinya, kaum muda akan sangat menentukan arah perjalanan bangsa ke depan. 

Hari Ulang Tahun BNPT ke-13 yang diperingati tanggal 16 Juli lalu kiranya bisa menjadi momentum untuk lebih mendorong partisipasi aktif kaum muda dalam membangun narasi perdamaian dan nasionalisme. Selama ini, BNPT merupakan salah satu badan yang dikenal aktif memberdayakan kaum muda sebagai salah satu agen perdamaian.

Antara lain melalui pembentukan duta-damai di berbagai daerah. Juga mendorong anak muda untuk aktif mengampanyekan perdamaian dan narasi kebangsaan di kanal-kanal dunia maya. Ke depan, sinergi BNPT dan anak muda ini perlu diintensifkan lagi.

Kaum muda perlu didorong dan diberikan ruang serta kesempatan untuk menjadi agen perdamaian dan nasionalisme, baik di dunia nyata maupun maya. Di dunia nyata, kaum muda harus aktif dalam menjaga perdamaian dan memperkokoh kecintaan terhadap tanah air.

Sedangkan di dunia maya, kaum muda harus aktif membendung narasi adu-domba dan provokasi kebencian yang disebar pihak tertentu. Keterlibatan aktif kaum muda membangun narasi perdamaian dan nasionalisme adalah kunci membangun generasi berkualitas.

Yakni generasi yang tidak hanya mumpuni dalam penguasaan ilmu dan teknologi, serta memiliki daya inovasi yang tinggi, namun juga memiliki spirit nasionalisme yang kokoh. Generasi seperti itulah yang akan menjadi modal utama mewujudkan Indonesia Emas 2045.

This post was last modified on 24 Juli 2023 11:43 AM

Desi Ratriyanti

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

3 hari ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

3 hari ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

3 hari ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

4 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

4 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

4 hari ago