Narasi

Etika Berdemokrasi dan Implementasi Pancasila

Demokrasi memberikan ruang kebebasan bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi politik. Sistem demokrasi memberikan kesempatan luas terhadap masyarakat untuk berpartisipasi memberikan yang terbaik untuk bangsa.

Partisipasi bisa berupa keikutsertaan dalam Pemilu/Pilkada, atau memberi masukan, saran dan kritik yang sifatnya membangun. Namun begitu, yang dimaksud iklim kebebasan dalam demokrasi bukan bebas tanpa batas. Kebebasan dalam demokrasi tetap memiliki batas dan dalam batas kewajaran yang diatur dalam Pancasila sebagai ideologi bangsa.  Dengan kata lain, bebas bersuara dan mengemukakan pendapat, akan tetapi tetap menjunjungtinggi moralitas dan keadaban sebagaiman termaktub dalam sila-sila Pancasila.

Kualitas demokrasi di Indonesia mengalami kenaikan indeks pada satu sisi, namun mengalami penurunan kualitas pada sisi yang lain. Berdasarkan laporan The Economist Intelligence Unit (EIU) pada awal Februari 2022, indeks demokrasi Indonesia rata-rata mencapai 6,71. Mengalami peningkatan dibanding tahun 2020 yang hanya berada diangka 6,30.

Namun, menyedihkan, kualitas demokrasi kita mengalami penurunan kualitas masuk kategori demokrasi cacat (flawed democracy), lebih buruk dari Malaysia (7,24) dan Timor Leste (7,06).

Kerunyaman demokrasi kita dipengaruhi oleh ragam factor. Dua diantaranya menjadi pemicu utama tergerusnya kualitas demokrasi Indonesia. Pertama, politisi dan partai politik yang mendesain politik sebagai palagan dengan tujuan yang serba pragmatis. Memiliki nalar kebangsaan yang lemah sehingga tidak mampu membaca lebih jauh tujuan-tujuan yang lebih penting dari sekadar sikap yang ambisius, hanya semata kekuasaan.

Kedua, pudarnya pemahaman terhadap nilai-nilai Pancasila. Pancasila tak lebih hanya sebagai hiasan di rumah, di gedung public dan institusi-institusi baik pemerintah maupun swasta. Butir nilai Pancasila tak pernah terejawantah dalam kehidupan nyata.

Saya akan fokus pada yang kedua. Penurunan kualitas demokrasi kita karena praktik berdemokrasi kita tidak sejalan dengan ideologi negara Pancasila. Salah satu kekuatan demokrasi adalah kebebasan berekspresi dan berpendapat. Artinya, kebebasan berekspresi dan berpendapat digaransi oleh konstitusi. Namun, hal itu tidak bisa dipahami sebagai suatu kebebasan yang menghilangkan nilai-nilai luhur Pancasila.

Mewabahnya politisasi agama, ujaran kebencian, berita hoaks, dan sejenisnya bukan suatu kebebasan yang direstui oleh Pancasila, melainkan pelanggaran terhadap demokrasi dan menyalahi tuntunan ideology bangsa, yakni Pancasila.

Menghina orang lain tidak bisa dikatakan sebagai kebebasan berpendapat. Justru merupakan benalu demokrasi dan penghalang untuk meramu harmoni. Sila kedua Pancasila “Kemanusiaan yang adil dan beradab” bermakna seseorang tidak boleh membedakan satu sama lain. Sila ini mengajarkan toleransi, menghargai dan menghormati.

Mencaci berarti tidak menghormati dan menghargai orang lain. Dengan demikian, ia telah melanggar sila kedua Pancasila sebab menghilangkan prinsip kemanusiaan dan tidak beradab. Mencaci, memfitnah dan menyebarkan berita hoaks merupakan sifat yang tak terpuji sebab tidak mengakui dan menghormati harkat dan martabat orang lain.

Selain itu, bisa memicu konflik dan mengancam terjadinya pembelahan masyarakat dan rapuhnya persatuan bangsa. Nilai persatuan Indonesia menjadi  luntur dan ancaman integrasi bangsa diambang mata.

Hal ini menjadi salah satu penyebab merosotnya kualitas demokrasi di Indoneia. Karenya, memahami kebebasan dalam demokrasi di Indonesia harus menyatu dengan pemahaman terhadap nilai-nilai ideology Pancasila supaya tidak terjebak pada pemahaman yang dangkal terhadap kebebasan dalam demokrasi.

Nilai-nilai dalam Pancasila harus selalu terejawantah secara baik supaya tidak menjadi individu yang kering dari wawasan kebangsaan. Sehingga kebebasan dalam demokrasi tidak dimaknai secara dangkal yang justru berpotensi terjadinya kerapuhan dalam demokrasi itu sendiri.

This post was last modified on 10 Agustus 2023 3:01 PM

Abdul Hakim

Recent Posts

Cara Islam Menyelesaikan Konflik: Bukan dengan Persekusi, tapi dengan Cara Tabayun dan Musyawarah

Konflik adalah bagian yang tak terelakkan dari kehidupan manusia. Perbedaan pendapat, kepentingan, keyakinan, dan bahkan…

1 hari ago

Beragama dalam Ketakutan: Antara Narasi Kristenisasi dan Persekusi

Dua kasus ketegangan umat beragama baik yang terjadi di Rumah Doa di Padang Kota dan…

1 hari ago

Bukti Nabi Sangat Menjaga Nyawa Manusia!

Banyak yang berbicara tentang jihad dan syahid dengan semangat yang menggebu, seolah-olah Islam adalah agama…

1 hari ago

Kekerasan Performatif; Orkestrasi Propaganda Kebencian di Ruang Publik Digital

Dalam waktu yang nyaris bersamaan, terjadi aksi kekerasan berlatar isu agama. Di Sukabumi, kegiatan retret…

2 hari ago

Mengapa Ormas Radikal adalah Musuk Invisible Kebhinekaan?

Ormas radikal bisa menjadi faktor yang memperkeruh harmoni kehidupan berbangsa serta menggerogoti spirit kebhinekaan. Dan…

2 hari ago

Dari Teologi Hakimiyah ke Doktrin Istisyhad; Membongkar Propaganda Kekerasan Kaum Radikal

Propaganda kekerasan berbasis agama seolah tidak pernah surut mewarnai linimasa media sosial kita. Gejolak keamanan…

2 hari ago