Ini adalah kisah tentang kebaikan, niatan dan perbuatan baik yang selalu berakhir baik, meski dalam prosesnya kadang harus berbenturan dengan secuil hal yang kurang baik. Kisah ini menunjukkan bahwa masih ada banyak orang baik di sekitar kita, yang masih terus berbuat baik tanpa memikirkan imbalan atau sanjungan demi menjunjung nama baik.
Kisah ini berasal dari seorang guru honorer yang mengabdikan diri untuk menebar kebaikan dengan mengajar di beberapa sekolahan, Suhairi namanya. Aktivitas kesehariannya adalah mengajar, dan pagi itu seperti biasanya, ia bergegas untuk memulai aktivitas hariannya. Pagi itu ia akan menjumpai murid-muridnya di Madrasah Aliyah (MA) Mambaul Ulum yang terletak di desa Rengperreng, Ganding, Sumenep, Madura.
Padatnya aktivitas yang ia jalani kadang membuatnya tak sempat melakukan hal lain. Hari itu misalnya, Suhairi tak sempat mencuci motor bebek kesayangannya, ia pun terpaksa berangkat mengajar dengan sepeda motor yang kotor karena terkena banyak lumpur. Sesampainya di sekolah, ia memarkir motornya tak jauh dari masjid sekolah. Ia lantas bergegas masuk ke kelas dan mengajar materi Bimsus di kelas akhir MA tersebut.
Selesai mengajar, Suhairi pun bersiap pulang. Ia berjalan menuju tempat parkir motor, tanpa ia sangka, sepeda motor kesayangannya telah berpindah tempat. Ia mengira seseorang telah menggesernya karena akan lewat atau karena ada alasan lain. Namun ia terkejut bukan main saat mendekati sepeda motornya, motor bebek yang tadi kotor kini telah kembali menor. Motor itu tampak telah dicuci dan dilap bersih. Suhairi sempat berdiri termangu di hadapan motornya, sesekali ia mengucek-mengucek matanya, ia sempat berfikir bahwa motor yang ada di hadapannya itu bukan miliknya, tetapi ia hafal betul dengan nomor polisi di motor itu. Tak berhenti disitu, motor bebek itu pun kini sudah berada dalam posisi siap untuk dipakai kembali. Suhairi tertegun cukup lama demi memahami apa yang sedang ia alami, dalam hati ia bertanya, “Jika benar ini motornya, bagaimana gerangan motor ini bisa tiba-tiba bersih?”, “siapa pula yang menyiapkan motor ini sedemikian rupa hingga ia bisa langsung tancap gas?”
Ditengah kebingungan dan rasa penasarannya tersebut, ia melihat salah seorang muridnya lewat. Ia pun menghentikan si murid dan bertanya padanya.
“Ini, siapa yang nyuci sepeda motor saya?”
“Siswa, Pak, tapi anaknya sudah pergi, barusan.” Jawab si murid singkat.
“Siapa, sih?”
“Ada deh, Pak. Anaknya bilang jangan dikasih tahu namanya. Bapak silakan kalau mau pulang. Yang penting motor Bapak sudah bersih dan Bapak tidak perlu mencucinya lagi, bukan?”
Sambil geleng-geleng, Suhairi pun menyalakan mesin dan meninggalkan tempat itu dengan perasaan senang bercampur haru. Betapa apa yang ia alami barusan adalah sebentuk contoh khidmah seorang murid kepada gurunya: suatu perbuatan baik yang dilakukan sebagai bentuk terima kasih, pengabdian, penghormatan, juga rasa cinta, serta tanpa mengharap imbalan atau pujian. Tidak perlu didahului perintah, apalagi harus diawasi. Di atas sepeda motor, Suhairi kembali mengingat-ingat, bahwa peristiwa yang baru saja ia alami itu terjadi di tahun 2015, bukan terjadi pada masa kecilnya dulu sewaktu kisah tentang khidmah semacam itu sering kali ia dengar dari orangtuanya.
This post was last modified on 20 Mei 2015 12:27 PM
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…
Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…
Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…