Categories: Narasi

Keimanan dan Kesalehan Sosial

Agama adalah seperangkat keyakinan berisi ajaran-ajaran yang memanusiakan manusia. Ia adalah tuntunan dan tuntutan mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Para penganut agama diminta menjaga hubungan baik dengan elemen ketuhanan dan semesta (hablun minallah, hablun minannas, hablun minal ‘alam). Karenanya, agama tidak melulu bicara soal ritual ibadah, tetapi juga tuntunan untuk berhubungan dengan masyarakat (mu’amalah) dan lingkungan (al-Biah).

Dalam bermuamalah prinsip menghargai dan memuliakan sesama menjadi dasar beragama. Kualitas keimanan ditentukan pula lewat perilakunya. Dengan demikian ketaatan beragama bisa dinilai dari kesalehan perilaku sosialnya. Ketidakseimbangan antara hubungan ritual dengan Tuhan dan kesalehan sosial tidak dibenarkan. Mereka yang mengaku beragama diharuskan bisa menjalin hubungan spriritual dengnan baik kepada Tuhan sekaligus menghargai sesamanya.

Meski demikian, tak jarang pula dijumpai orang yang mengaku taat beragama namun lalai dengan kehidupan sekitarnya. Dia membiarkan tetangganya melarat dan kesusahan padahal dia dikenal sebagai ‘kuncen’ masjid dan gemar beribadah. Bahkan belakangan, sejumlah oknum umat agama menyuguhkan cara-cara beragama diluar batas kewajaran kemanusiaan. Mereka mengaku beragama namun gemar memaki, menghujat, mengusir, hingga membunuh sesamanya. Mereka bermimpi kekerasan terhadap sesamanya adalah ritual yang akan membuat Tuhan terharu.

Islam mengajarkan manusia untuk memuliakan sesama dari hal yang paling kecil, yaitu menyayangi tetangga. Nabi Muhammad pernah berpesan bahwa orang yang membuat hati tetangganya menjadi gelisah adalah orang yang tidak beriman. “Demi Allah, seseorang tidak beriman! Demi Allah, seseorang tidak beriman! Demi Allah, seseorang tidak beriman!” demikian Rasulullah di awal pesannya. Mendengar hal itu para sahabat bertanya, “Siapakah mereka, wahai Rasulallah?” Nabi pun menjawab, “Mereka adalah orang yang membiarkan tetangganya tidak aman dari gangguannya.” (HR. Bukhari).

Nabi Muhammad juga memerintahkan umat untuk selalu memperhatikan kondisi tetangga, karena memiliki tetangga yang baik adalah sebuah nikmat dan anugrah dari Allah. Suatu ketika beliau pernah bersabda; “Tidaklah disebut mukmin orang yang kenyang sedangkan tetangganya di sampingnya kelaparan” (HR. Bukhari). Nampaknya surga tidak hanya terletak di telapak kaki ibu, karena rasa nyaman dan aman dari tetangga turut jadi penentu.

Beragama nyatanya memang bukan melulu tentang menggapai surga di akhirat, karena kita juga diwajibkan untuk selalu memperhatikan dan menjaga agar jangan sampai ada tetangga yang sekarat. Karena itu orang beriman diminta berharap mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat.

This post was last modified on 16 Juni 2015 2:00 PM

Khoirul Anam

Alumni Center for Religious and Cross Cultural Studies (CRCS), UGM Yogyakarta. Pernah nyantri di Ponpes Salafiyah Syafiyah, Sukorejo, Situbondo, Jatim dan Ponpes al Asyariah, kalibeber, Wonosobo, Jateng. Aktif menulis untuk tema perdamaian, deradikalisasi, dan agama. Tinggal di @anam_tujuh

Recent Posts

Kompleksitas Isu Sudan; Bahaya Jihad FOMO Berkedok Ukhuwah Global

Isu Suriah sudah lewat. Gaza sudah berangsur normal. Isu lain seperti Uyghur, Rohingya, dan sebagainya…

1 hari ago

Ilusi Persatuan Global; Meneguhkan Nasionalisme di Tengah Dunia Multipolar

Kelompok ekstremis terutama ISIS tampaknya tidak pernah kehabisan materi propaganda kekerasan. Setelah revolusi Suriah berakhir…

1 hari ago

Menakar Ukhuwah Global dan Kompromi Pancasila Sebagai Benteng Persatuan Dunia

Dalam beberapa dekade terakhir, istilah ukhuwah global sering digaungkan sebagai cita-cita luhur umat manusia—sebuah gagasan…

1 hari ago

Zaman Disrupsi dan Bagaimana Pemuda Memaknai Sumpahnya?

Zaman disrupsi telah menjadi babak baru dalam perjalanan umat manusia. Dunia berubah dengan sangat cepat,…

4 hari ago

Resep Pemuda di Era Rasulullah Membangun Persatuan Madinah

Setiap 28 Oktober, bangsa Indonesia mengenang kembali ikrar agung para pemuda dari berbagai penjuru Nusantara…

4 hari ago

Menghayati Elan Kepemudaan, Dari Generasi Pendiam Hingga Generasi Z dan Alfa

Pernah pada suatu masa, mobilitas dan militansi orang tak pernah ditentukan oleh otoritas-otoritas agung, nama-nama…

4 hari ago