Jika ada satu kelompok salafi yang pergerakan cenderung tersamar dan tidak terdeteksi di tahun 2024, maka itu adalah Khilafatul Muslimin. Khilafatul Muslimin, yang selanjutnya ditulis KM, diinisiasi oleh Abdul Qadir Hasan Baraja. Ia lahir pada tanggal 10 Agustus 1944 di Taliwang, Sumbawa. Ia juga yang mencetuskan Darul Islam di Lampung pada tahun 1970.
Baraja mendirikan Khilafatul Muslimin pada tahun 1997 yang bertujuan untuk melanjutkan kekhalifahan Islam yang terhenti karena keruntuhan Turki Utsmani. Ia juga ikut ambil bagian dalam mendirikan Majelis Mujahidin Indonesia pada bulan Agustus 2000, tetapi tidak aktif menjadi anggota MMI (Majelis Mujahidin Indonesia).
KM pernah menghebohkan Indonesia pada tahun 2022 ketika mereka melakukan konvoi khilafah di berbagai titik di Indonesia. Tetapi hingga tahun kemarin, KM cenderung tidak terlalu diperbincangkan. Ada dua alasan mengapa KM tidak begitu mendapat atensi di tahun 2024.
Pertama adalah hebohnya ikrar NKRI oleh Jamaah Islamiyah. Tobatnya JI membuat semua mata tertuju pada mereka sehingga terkesan mengabaikan kelompok-kelompok lainnya yang secara ideologi beririsan. Memang KM tidak militan seperti JI, tetapi KM mengimpikan visi yang sama dengan JI, yaitu persatuan Islam global di bawah panji “khilafah”.
Nah, alasan kedua ini ada kaitannya dengan visi KM. Perlu diketahui, konsep khilafah yang dibawa Baraja bukan dalam pengertian mengganti pemerintahan Indonesia dengan sistem Khilafah ‘ala Minhajin Nubuwwah laiknya HTI.
KM hanya berambisi untuk mempersatukan umat Islam dalam satu komando tanpa mengintervensi pemerintah dan ideologi negara. Baraja menganalogikan konsep persatuan umat ini dengan umat Katolik yang mempunyai satu pemimpin utama, yaitu Paus, di Roma Italia. Sosok Paus ini menjadi ikon utama umat Katolik di seluruh dunia sehingga tidak terpecah-pecah. Namun, Paus tetap tidak ikut campur dalam pemerintahan Italia, ia hanya menjadi simbol bagi seluruh umat Kristen yang tersebar di berbagai negara di dunia.
Baraja membayangkan, Islam juga akan mempunyai satu simbol, satu pemimpin utama yang menjadi simbol persatuan umat, yaitu khalifah. Ia kemudian mendirikan Khilafatul Muslimin untuk mewujudkan misinya tersebut, di mana ia langsung didaulat oleh pengikut-pengikutnya menjadi amirul mukminin atau khalifah.
Konsep “khilafah” mereka tidak politis, tetapi hanya simbolis. Ini yang menjelaskan mengapa pergerakan KM seperti tidak mendapat resistensi berarti karena ancamannya tidak head to head dengan sistem negara Republik Indonesia.
Tetapi bagaimana pun, mereka sangat konsisten dalam mempopulerkan ideologinya. Mereka seperti punya agenda rutin dalam mempromosikan visinya ini, yang kemungkinan besar juga akan kita temui di tahun 2025. Seperti yang kutip oleh CNN Indonesia (2022) , Amir Khilafatul Muslimin DKI Jakarta, Abudan, mengakui bahwa kegiatan itu merupakan agenda rutin untuk mensyiarkan khilafah sebagai bagian dari ibadah.
Di sisi lain, argumen Baraja terkait gagasan khilafahnya banyak mengandung kerancuan. Frase “Minhajun Nubuwwah” bagaimanapun sangat problematis. Narasi Khilafah ‘ala Minhajin Nubuwwah memang tersebut dalam hadis Nabi Muhammad. Namun, Khilafah ‘ala Minhajin Nubuwwah itu merujuk pada periode Khulafaur Rasyidin yang berlangsung selama 30 tahun yang di mulai dari khalifah Abu Bakar hingga Ali bin Abi Thalib.
Khilafah era itu jelas mempunyai sistem politik dan berbentuk pemerintahan. Khalifah berfungsi sebagai kepala negara atau pemerintahan, bukan sekedar mempersatukan umat Islam saja.
Itu jika merujuk pada hadis Nabi. Jika merujuk pada sirah Rasulullah, Islam dan umat Muslim pada waktu itu memang berkiblat kepada Nabi selaku utusan yang langsung dipandu oleh wahyu Allah. Jadi dalam seluruh aspek kehidupannya, umat Islam pada masa sahabat wajar, bahkan wajib, merujuk Nabi sebagai role model dan sumber otoritatif dalam kehidupan sosial keagamaan.
Jadi khilafah dengan mengikuti minhaj itu minhaj yang mana? Apakah sekedar simbol secara personal? Atau simbol secara moral? Tulisna ini mengasumsikan ambisi Baraja mempersatukan umat Islam di sini hanya dalam tataran simbol personalitas saja, bukan dalam hal yang lebih substansial yaitu Nabi sebagai simbol moral dan ajaran Islam.
Dalam bahasa lain, umat Muslim seluruh dunia mengacu pada Rasulullah sebagai sumber ajaran moral dan akhlak. Artinya, sosok ikon pemersatu umat Islam di seluruh dunia di era sekarang rasanya tidak ada urgensinya. Kita bisa meniru sifat-sifat Islam yang santun dalam diri guru-guru kita tanpa harus menasbihkannya sebagai khalifah pemersatu umat.
Bentuk persatuan Islam apa lagi yang ingin digunakan ketika Pancasila sudah mampu mengakomodir seluruh perbedaan masyarakat Indonesia?
Perasaan kebebasan di tahun sebelumnya ini bisa dimanfaatkan oleh KM untuk lebih mengintensifikasi propaganda. Masalahnya, persatuan ala KM ini eksklusif. Khawatirnya, ujung dari pergerakan ini adalah mobilisasi massa untuk melahirkan kesadaran kolektif soal urgensi hadirnya partai politik Islam yang bisa merangkul kepentingan mereka.
Ada sebuah kearifan Jawa tentang “lelaku” ataupun “laku” yang secara harfiah berarti berjalan. Memang, dalam…
Jika kita bertanya, apa saja faktor dan variabel yang berpengaruh pada kemajuan sebuah negara? Maka,…
Indonesia kembali berhasil mencatatkan pencapaian penting sepanjang tahun 2024 dengan mempertahankan status zero terrorism attack…
Jika ditanya, apa tantangan paling krusial dalam pemberantasan radikalisme dan terorisme di Indonesia pada tahun-tahun…
Tantangan Indonesia di tahun 2025, semakin berat. Masifnya teknologi informasi dan komunikasi di era digital…
Sepanjang tahun 2024, aksi terorisme di tanah air dapat dikatakan berada pada level yang relatif…