Narasi

Membongkar Ilusi Persatuan Global: Ketika Narasi Ukhuwah Dibajak untuk Memecah NKRI

Dalam beberapa tahun terakhir, narasi tentang “persatuan global umat Islam” kembali menggema di ruang publik, baik melalui media sosial, ceramah daring, maupun propaganda yang disebarkan oleh kelompok tertentu. Narasi ini dibungkus dengan kalimat-kalimat religius yang tampak menyejukkan—tentang ukhuwah Islamiyah, solidaritas lintas batas, dan kesamaan nasib umat Muslim di seluruh dunia.

Namun di balik kemasan indah tersebut, tersimpan ilusi berbahaya yang dapat mengguncang fondasi kebangsaan Indonesia. Ide tentang “persatuan global” ini sering kali tidak lebih dari alat propaganda untuk melemahkan kedaulatan negara, menggoyahkan ideologi Pancasila, dan menanamkan kecurigaan terhadap nasionalisme yang telah menjadi perekat kehidupan berbangsa.

Sejarah dunia Islam telah menunjukkan betapa rentannya solidaritas yang dibangun di atas retorika tanpa struktur politik yang jelas. Lihatlah Sudan, Suriah, Libya, atau Yaman—semuanya pernah mengusung semangat persatuan umat, tetapi yang terjadi justru perpecahan dan perang saudara. Negara-negara itu hancur bukan hanya karena lemahnya institusi, melainkan juga karena identitas sosial yang mudah dimobilisasi oleh kepentingan politik.

Dalam setiap kasus, slogan persatuan digunakan untuk menjustifikasi kekerasan dan merebut kekuasaan. Ironisnya, pola yang sama kini mulai mengintai Indonesia. Narasi “ukhuwah global” dipelintir menjadi senjata ideologis yang membenturkan identitas keislaman dengan identitas kebangsaan. Seolah-olah menjadi Muslim sejati berarti menolak sistem kenegaraan modern dan menentang simbol-simbol nasional seperti Pancasila.

Salah satu contoh konkret bagaimana narasi ini dimanfaatkan dapat dilihat dari propaganda kelompok ekstrem seperti ISIS dan afiliasinya, Jamaah Ansharut Daulah (JAD). Dalam majalah An Naba edisi 2025, ISIS secara terang-terangan menyerukan umat Islam untuk berjihad ke Sudan dengan dalih membantu saudara seiman yang tertindas.

Padahal, seruan itu bukan ajakan kemanusiaan, melainkan strategi untuk merekrut pengikut baru dan memperluas pengaruh ideologinya. Mereka memanfaatkan simpati keagamaan dan menggiring opini bahwa solidaritas sejati hanya bisa diwujudkan dengan menolak batas-batas negara. Pola ini berbahaya karena menyusup ke ruang-ruang digital Indonesia, di mana masyarakat dengan mudah terpapar narasi yang menyesatkan.

Indonesia, dengan keragaman etnis, budaya, dan agama yang tinggi, justru jauh lebih rentan dibanding negara-negara yang telah terjebak dalam konflik sektarian. Dalam konteks ini, narasi “persatuan global” bisa menjadi pintu masuk bagi disintegrasi jika tidak diimbangi dengan kesadaran nasional yang kuat. Banyak orang tidak menyadari bahwa propaganda yang menyerukan “ukhuwah tanpa batas negara” sebenarnya bertujuan untuk meniadakan kedaulatan nasional dan menggantinya dengan ideologi politik transnasional.

Mereka yang terpengaruh sering kali mulai memandang sesama anak bangsa dengan kacamata kecurigaan—melabeli yang berbeda pandangan sebagai musuh Islam, dan yang setia pada negara sebagai kafir nasionalis. Inilah bentuk infiltrasi ideologis yang paling berbahaya, karena menyerang dari dalam kesadaran umat.

Karena itu, jika kita terjebak dalam romantisme ukhuwah yang sempit, maka bukan kejayaan Islam yang akan lahir, melainkan kehancuran bangsa. Karena itu, persatuan nasional harus dijaga sebagai wujud ukhuwah yang paling konkret. Selama kita berdiri di atas semangat Bhinneka Tunggal Ika, menjaga NKRI sejatinya adalah bentuk tertinggi dari pengabdian kepada Tuhan dan umat manusia.

L Rahman

Recent Posts

Agama Cinta Sebagai Energi Kebangsaan Menjinakkan Intoleransi

Segala tindakan yang membuat kerusakan adalah tidak dibenarkan dan bukan ajaran agama manapun. Kita hidup…

5 hari ago

Bagaimana Menjalin Hubungan Antar-Agama dalam Konteks Negara-Bangsa? Belajar dari Rasulullah Sewaktu di Madinah

Ketika wacana hubungan antar-agama kembali menghangat, utamanya di tengah menguatnya tuduhan sinkretisme yang dialamatkan pada…

5 hari ago

Menggagas Konsep Beragama yang Inklusif di Indonesia

Dalam kehidupan beragama di Indonesia, terdapat banyak perbedaan yang seringkali menimbulkan gesekan dan perdebatan, khususnya…

5 hari ago

Islam Kasih dan Pluralitas Agama dalam Republik

Islam, sejak wahyu pertamanya turun, telah menegaskan dirinya sebagai agama kasih, agama yang menempatkan cinta,…

5 hari ago

Natal sebagai Manifestasi Kasih Sayang dan Kedamaian

Sifat Rahman dan Rahim, dua sifat Allah yang begitu mendalam dan luas, mengandung makna kasih…

6 hari ago

Ketika Umat Muslim Ikut Mensukseskan Perayaan Natal, Salahkah?

Setiap memasuki bulan Desember, ruang publik Indonesia selalu diselimuti perdebatan klasik tak berujung: bolehkah umat…

6 hari ago