Narasi

Memperkuat Budaya ‘Srawung’ sebagai Benteng dari Ideologi Transnasional

Salah satu kearifan lokal yang perlu kita terus pertahankan dan perlu kita perkuat di negeri ini, adalah budaya Srawung. Sebagaimana di dalam tradisi Jawa, Srawung tidak hanya sekadar aktivitas “berkumpul”. Tetapi, ini memiliki dimensi etis yang bisa menggerakkan (pranata sosial) kita ke dalam siklus kebersamaan yang alamiah dan organik. 

Karena di dalamnya, ada semacam “benang penghubung” yang akan berorientasi ke dalam siklus (kesadaran sosial) yang terbuka. Sehingga, kita akan lebih enjoy dan lebih pede untuk bisa saling memahami, saling mengerti, saling mengokohkan persaudaraan dan persatuan. Sehingga, potensi untuk bersikap tolerant sangatlah mudah. Karena, dengan begitulah kita akan menyadari bahwa “punya banyak teman, bisa saling bersama dan tidak saling ‘senggol’ itu senyatanya indah dan menyenangkan untuk kita bangun”.  

Lantas pertanyaannya sekarang, kenapa budaya Srawung itu penting? Jadi, penulis memiliki cara pandang yang lebih reflektif. Bagaimana, jika budaya Srawung ini terus kita perkuat, niscaya (ideologi trans-nasional) tidak akan mudah masuk, apalagi “laku” di pasaran. Karena, (produk impor) inilah yang sangat berpotensi merusak, memecah-belah dan menghancurkan NKRI ini.

Sehingga, dengan budaya Srawung, kita seperti (memperkuat jati diri) kita yang sebenarnya untuk melawan segala musuh pemecah-belah bangsa. Karena, Srawung akan selalu menghadirkan (kenyamanan) dalam tata-etika sosial kita. Sebab, orang akan lebih mengenal dan menyadari bahwa kebersamaan dan saling menghargai dalam satu wadah (persaudaraan) senyatanya begitu indah dan perlu dibangun.

Tentu, ini sebagai “dobrakan” yang perlu kita lakukan bersama. Karena, potensi-potensi dieologi trans-nasional mudah laku di pasaran umat, niscaya mereka masih dilemahkan oleh sifat dan sikap (tertutup, eksklusif dan egois). Sehingga, dalam kondisi yang demikian, orang justru mudah terkontaminasi oleh ideologi trans-nasional. Karena senyatanya, ideologi trans-nasional memang tampaknya “klop” dengan sifat dan sikap yang seperti di atas.

Sehingga, sangat wajar apabila kita sering bertengkar, bermusuhan, berpecah-belah dan bahkan saling menyampaikan narasi ujaran kebencian. Karena di satu sisi kita memiliki orientasi berpikir dan bersikap yang eksklusif, tertutup dan egois. Dari sinilah mulai terbangun semacam kesalahpahaman dan kurangnya untuk bisa (saling memahami).

Apalagi, ideologi trans-nasional selalu memanfaatkan sikap dan tindakan yang seperti di atas. Bagaimana orang jauh lebih mudah bertindak radikal, melakukan tindakan kezhaliman dan bahkan lebih ekstremnya lagi, orang mudah diprovokasi untuk melakukan bom bunuh diri. Karena, hal demikian akan selalu terjadi dan akan terus menggerogoti tatanan sosial kita bersama.

Oleh sebab itulah, kenapa kita perlu memperkuat budaya Srawung tersebut. Karena, dengan kita berkumpul, mau untuk bertukar-pikiran, saling mengenal, saling memahami dan berupaya untuk (bersepakat) membentuk persatuan dan kebersamaan. Niscaya hal demikian menjadi semacam “dobrakan” bagi segala sifat tertutup, eksklusif dan egoisme kita. Pun, di sisi lain itu juga akan menjadi semacam (benteng) untuk kebal dan anti ideologi trans-nasional.            

Karena, dengan memperkuat budaya Srawung, niscaya kita akan kebal dan memiliki imun yang kuat untuk menantang dan menolak segala ideologi trans-nasional yang sengaja ingin merusak, memporak-porandakan dan ingin menjadikan negeri ini terjadi kekacauan. Hal demikian merupakan sesuatu yang alamiah terbangun dalam diri kita. Bagaimana budaya Srawung akan menyadarkan kita bersama, bahwa persaudaraan, kebersamaan dan persatuan untuk saling menghargai senyatanya sangat indah dan perlu kita pertahankan.

This post was last modified on 30 Agustus 2021 12:33 PM

Saiful Bahri

Recent Posts

Membedah Anatomi Gerakan Gen Z; Membangun Imajinasi Keindonesiaan yang Otentik

Geliat gerakan yang dimotori gen Z di sejumlah negara ternyata tidak dapat dipandang sebelah mata.…

17 jam ago

Wajah Baru Radikalisasi di Dunia Game

Gen Z lahir dengan dua kewarganegaraan. Indonesian citizenship dan internet citizenship (netizen). Bagi mereka, tidak…

17 jam ago

Gen-Z dan Islam Moderat; Bagaimana Ekologi Media Membentuk Identitas Beragama yang Inklusif?

Hasil survei dari Alvara Institute pada tahun 2022 lalu menyebutkan bahwa agama menjadi salah satu…

18 jam ago

DNA Aktivisme Gen Z: Mengelola Genetik Perubahan Anak Muda

Gelombang aktivisme anak muda, khususnya Generasi Z, semakin menjadi sorotan global. Dari Nepal, Bangladesh, Sri…

2 hari ago

Membaca Ulang Jihad ala Gen Z

Ketika berbicara tentang jihad, kerap kali kita terjebak dalam narasi yang sempit dan reduktif, seolah…

2 hari ago

Dakwah Hibrid ala HTI; Dari Menggaet Influencer ke Adaptasi Budaya Populer

Jika ada pentolan HTI yang patut diacungi jempol lantaran lihai bermanuver, maka nama Felix Shiaw…

2 hari ago