Narasi

Mempopulerkan (Kembali) Pancasila di Kalangan Generasi Z

Membaca hasil survei mutakhir yang dilakukan oleh Setara Institute dan INFID terhadap siswa/i SMA di 5 kota besar di Indonesia membuat kita khawatir. Bagaimana tidak? Seturut hasil survey tersebut, sebanyak 83’3 persen responden menyatakan bahwa Pancasila bisa diganti dengan ideologi lain. Sebanyak 53’6 persen responden menyatakan bahwa syariah Islam bisa menjadi landasan hukum di Indonesia. 

Bagi saya pribadi, ada setidaknya tiga poin penting yang bisa dibaca dari hasil survei tersebut. Pertama, secara demografi responden survei tersebut dikategorikan sebagai generasi Z. Yakni generasi yang lahir dari rentang tahun 1997-2012. Salah satu ciri gen Z ini adalah karakternya yang kritis dan sangat adaptif pada dunia digital terutama internet dan media sosial.

Mereka menghabiskan sebagian waktunya untuk berselancar di dunia maya. Baik untuk berinteraksi dengan orang lain, mencari pengetahuan atau informasi, maupun sekadar mencari hiburan. Artinya, bagi kalangan generasi Z, dunia digital telah menjadi bagian penting bagi pembentukan corak kehidupan pribadi, sikap sosial, pilihan politik, termasuk pandangan keagamaan. 

Kedua, jika kita membaca survei tersebut, tampak benar bahwa di kalangan generasi Z, terjadi semacam distrust alias ketidakpercayaan pada Pancasila. Dengan kata lain, Ideologi Pancasila mulai kehilangan pamornya. Generasi Z mulai tidak percaya Pancasila sebagai ideologi bangsa yang final bahkan membuka kemungkinan digantikan ideologi lain. Mencengangkannya lagi, banyak kalangan generasi Z yang percaya bahwa syariah Islam akan menjadi solusi bagi problematika kebangsaan. 

Ketiga, dari hasil survei itu kita patut bertanya, mengapa kalangan gen Z tidak lagi percaya bahwa Pancasila adalah ideologi final dan membuka kemungkinan diganti dengan ideologi agama? Apakah ini pertanda bahwa Pancasila telah memudar kesaktiannya? Pertanyaan itu kiranya akan terjawab jika kita memahami karakteristik gen Z dan bagaimana peta kontestasi wacana dan ideologi di Indonesia saat ini. 

Meneguhkan Pancasila di Tengah Kontestasi Wacana dan Ideologi Keagamaan

Seperti disebut di atas, gen Z adalah kelompok digital native yang lahir di abad digital dan akrab dengan berbagai bentuk media baru. Secara psikologis, di usia SMA remaja dan anak muda pada umumnya mengalami semacam gejolak atau turbulensi. Rasa ingin tahunya besar, namun acapkali tidak tahu bagaimana memuaskan dahaga tersebut. Termasuk dalam hal keagamaan. Ghiroh beragama yang tinggi di kalangan remaja acapkali tidak mendapatkan ruang yang tepat. Alhasil, mereka kerap terjebak pada pemikiran keagamaan yang cenderung konservatif, bahkan menjurus ekstrem.

Di saat yang sama, kontestasi wacana dan ideologi keagamaan kita saat ini lebih banyak terjadi di dunia maya. Dunia dimana gen Z menghabiskan banyak waktunya di sana. Cilakanya, harus diakui bahwa di dunia maya, kontestasi ideologi keagamaan itu lebih banyak didominasi oleh wacana dan pemikiran radikal yang anti-NKRI dan alergi pada Pancasila.

Alhasil, pola pikir dan praktik keberagamaan kalangan Gen-Z pun dalam banyak hal terpengaruh oleh produksi wacana di ranah digital tersebut. Ini artinya, kesaktian Pancasila sebenarnya tidak luntur dan tidak akan pernah luntur sampai kapanpun. Yang terjadi adalah Pancasila kurang populer di kalangan generasi Z, terutama dibandingkan dengan derasnya narasi konservatisme dan radikalisme yang berseberangan dengan komitmen kebangsaan.

Seperti kita lihat, di dunia maya narasi radikal yang cenderung menolak NKRI dan Pancasila disebarluaskan secara masif. Baik oleh individu maupun kelompok. Di media sosial misalnya, akun-akun penyebar propaganda NKRI dan Pancasila kerap memiliki ratusan ribu bahkan jutaan pengikut. Mereka aktif memproduksi dan mendistribusikan konten baik teks, audio, maupun audio-visual. Mereka juga mengerahkan akun-akun palsu alias bot untuk memviralkan konten tersebut.

Tiga Langkah Mempopulerkan Pancasila di Kalangan Gen-Z

Hal urgen yang penting dilakukan saat ini adalah mempopulerkan kembali Pancasila di kalangan Gen Z. Lantas, bagaimana caranya. Langkah pertama adalah menafsirkan ulang Pancasila agar relevan dan kontekstual dengan dinamika zaman. Terlebih dalam konteks Gen-Z, Pancasila harus mampu menjawab persoalan yang dihadapi mereka. Antara lain terkait persoalan akses pada pendidikan dan lapangan pekerjaan.

Kedua, menghadirkan Pancasila dalam kemasan yang bisa diterima oleh kalangan remaja dan anak muda di media sosial. Hal ini penting mengingat begitu pentingnya narasi di dunia digital dalam membentuk sikap dan perilaku Gen-Z. Menanamkan Pancasila di era digital khusunya di kalangan generasi Z tidak bisa mengadaptasi cara-cara lama seperti penataran, seminat, pelatihan, dan sejenisnya. Harus ada strategi baru yang lebih relevan dengan gaya hidup remaja dan anak muda kekinian.

Langkah terakhir adalah melibatkan kalangan pemengaruh alias influencer untuk menyebarkan nilai dan prinsip Pancasila. Di era digital seperti saat ini, keberadan pemengaruh yang memiliki basis massa besar di media sosial sangat kuat pengaruhnya untuk membentuk opini dan memobilisasi sikap publik. Menggandeng pemengaruh kiranya bisa menjadi strategi ampuh untuk mempopulerkan kembali Pancasila di kalangan generasi Z.

This post was last modified on 1 Juni 2023 2:07 PM

Sivana Khamdi Syukria

Recent Posts

Cara Islam Menyelesaikan Konflik: Bukan dengan Persekusi, tapi dengan Cara Tabayun dan Musyawarah

Konflik adalah bagian yang tak terelakkan dari kehidupan manusia. Perbedaan pendapat, kepentingan, keyakinan, dan bahkan…

1 hari ago

Beragama dalam Ketakutan: Antara Narasi Kristenisasi dan Persekusi

Dua kasus ketegangan umat beragama baik yang terjadi di Rumah Doa di Padang Kota dan…

1 hari ago

Bukti Nabi Sangat Menjaga Nyawa Manusia!

Banyak yang berbicara tentang jihad dan syahid dengan semangat yang menggebu, seolah-olah Islam adalah agama…

1 hari ago

Kekerasan Performatif; Orkestrasi Propaganda Kebencian di Ruang Publik Digital

Dalam waktu yang nyaris bersamaan, terjadi aksi kekerasan berlatar isu agama. Di Sukabumi, kegiatan retret…

2 hari ago

Mengapa Ormas Radikal adalah Musuk Invisible Kebhinekaan?

Ormas radikal bisa menjadi faktor yang memperkeruh harmoni kehidupan berbangsa serta menggerogoti spirit kebhinekaan. Dan…

2 hari ago

Dari Teologi Hakimiyah ke Doktrin Istisyhad; Membongkar Propaganda Kekerasan Kaum Radikal

Propaganda kekerasan berbasis agama seolah tidak pernah surut mewarnai linimasa media sosial kita. Gejolak keamanan…

2 hari ago