Narasi

Menghidupkan Retorika Persatuan dalam Konteks Budaya dan Politik

Indonesia, negara dengan keberagaman budaya, agama, dan etnis yang luar biasa, memiliki persatuan sebagai fondasi utama untuk menjaga keberlangsungan bangsa. Namun, di tengah dinamika politik modern, retorika yang seharusnya memperkuat persatuan justru sering disalahgunakan untuk membelah masyarakat. Insiden seperti kasus carok di Sampang, Madura, menunjukkan bagaimana konflik budaya yang dipicu oleh isu politik dapat mencederai harmoni sosial dan nilai-nilai kebangsaan.

Carok, sebuah tradisi kekerasan yang dikenal luas di Madura, merupakan bentuk penyelesaian konflik yang telah berlangsung selama berabad-abad. Praktik ini berakar pada filosofi masyarakat Madura yang sangat menjunjung tinggi harga diri. Ungkapan “katembheng pote mata ango’a poteya tolang” atau “lebih baik mati daripada menanggung malu” menjadi prinsip dasar dari tradisi tersebut. Namun, dalam perkembangannya, carok telah bergeser dari konflik personal menuju ranah yang lebih luas, termasuk dalam rivalitas politik. Insiden terbaru di Desa Ketapang Laok, yang menewaskan salah satu warga diduga karena persaingan menjelang Pilkada 2024, menjadi contoh nyata bagaimana tradisi ini digunakan untuk menyelesaikan konflik politik.

Retorika politik yang tidak bertanggung jawab sering kali menjadi bahan bakar bagi konflik semacam ini. Dalam praktiknya, retorika tersebut kerap mengeksploitasi isu-isu sensitif seperti suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Alih-alih membangun persatuan, retorika semacam ini justru memperburuk polarisasi di masyarakat. Fenomena ini bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, khususnya sila ketiga, yang menegaskan pentingnya persatuan dan kesatuan sebagai dasar kehidupan berbangsa dan bernegara.

Retorika politik yang berbasis pada eksploitasi identitas harus dihentikan. Sebagai gantinya, narasi yang mengutamakan persatuan dan keberagaman harus lebih sering digaungkan. Para politisi memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa kampanye dan pesan-pesan politik mereka tidak hanya memperkuat basis dukungan, tetapi juga menjaga kohesi sosial di tengah masyarakat yang beragam. Dalam hal ini, semboyan Bhinneka Tunggal Ika menjadi landasan penting yang harus dihidupkan kembali.

Mengatasi konflik yang melibatkan budaya seperti carok membutuhkan pendekatan yang lebih holistik. Salah satu konsep yang sesuai untuk menekankan pentingnya melibatkan seluruh elemen bangsa, termasuk masyarakat sipil, dalam mempertahankan kedaulatan negara dan menjaga persatuan adalah Strategi Perang Semesta. Strategi ini tidak hanya menjadi tanggung jawab militer, tetapi juga seluruh masyarakat melalui kerja sama yang terencana, terpadu, dan berkelanjutan. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, Strategi Perang Semesta bertujuan memperkuat daya tangkal bangsa terhadap berbagai ancaman, baik internal maupun eksternal.

Selain itu, penting bagi masyarakat untuk memiliki kesadaran kritis dalam menyikapi retorika politik. Retorika yang memecah belah tidak hanya merusak hubungan antar kelompok, tetapi juga melemahkan demokrasi itu sendiri. Masyarakat harus mampu menilai secara rasional setiap pesan politik yang disampaikan, tanpa terjebak pada provokasi yang mengeksploitasi emosi atau identitas tertentu. Pendidikan politik yang inklusif dan berbasis nilai kebangsaan menjadi salah satu kunci dalam menciptakan masyarakat yang lebih kritis dan toleran.

Untuk menekan praktik kekerasan seperti carok, pendidikan budaya dan penyelesaian konflik secara damai harus menjadi prioritas. Pemerintah, tokoh agama, dan pemimpin masyarakat harus bekerja sama dalam membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya menyelesaikan konflik tanpa kekerasan. Di Madura, pendekatan berbasis budaya lokal, seperti dialog dan mediasi melalui tokoh adat, dapat menjadi solusi yang efektif. Upaya ini harus didukung oleh penegakan hukum yang tegas, agar tidak ada ruang bagi praktik kekerasan untuk terus berlanjut.

Retorika politik yang sehat juga harus menjadi fokus utama menjelang Pilkada 2024. Kampanye politik perlu diarahkan untuk membangun visi bersama yang mencerminkan nilai-nilai persatuan dan keberagaman. Para calon pemimpin daerah harus menunjukkan komitmen mereka dalam menjaga stabilitas sosial dan mempromosikan toleransi di tengah masyarakat yang majemuk. Hal ini tidak hanya akan menciptakan suasana politik yang damai, tetapi juga memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi.

Penting untuk diingat bahwa persatuan Indonesia adalah warisan yang harus dijaga dengan penuh tanggung jawab. Para pendiri bangsa telah meletakkan dasar persatuan melalui perjuangan yang panjang, yang tidak boleh disia-siakan oleh generasi saat ini. Insiden carok di Sampang dan konflik lain yang serupa seharusnya menjadi pengingat bahwa persatuan tidak datang secara otomatis. Dibutuhkan usaha bersama dari semua pihak, baik pemerintah, politisi, maupun masyarakat, untuk terus menggali dan mempraktikkan nilai-nilai persatuan dalam setiap aspek kehidupan.

Dengan menghidupkan kembali nilai-nilai persatuan dalam retorika politik, Indonesia dapat mengatasi tantangan modern tanpa kehilangan identitasnya sebagai bangsa yang inklusif dan beragam. Narasi yang memupuk persatuan bukan hanya menjadi kebutuhan, tetapi juga keharusan untuk menjaga masa depan bangsa. Indonesia membutuhkan pemimpin dan masyarakat yang mampu menjunjung tinggi nilai-nilai ini, demi menciptakan negara yang lebih kuat, adil, dan damai. Tragedi seperti yang terjadi di Sampang harus menjadi pelajaran berharga, bahwa perbedaan bukanlah alasan untuk berkonflik, melainkan kekuatan yang harus dirayakan bersama.

 

This post was last modified on 13 Desember 2024 2:53 PM

Ernawati Ernawati

Recent Posts

Tokoh Agama Sebagai Cultural Broker; Menegosiasikan Identitas Keislaman dan Keindonesiaan

Antropolog Clifford Geertz menyebut bahwa ulama di Indonesia memiliki peran sebagai cultural broker. Istilah ini…

24 jam ago

Meluruskan Pemahaman Qs. Al-Kafirun:6 dalam Mereduksi Paham Sektarianisme

Sektarianisme itu tak pernah berakar pada kebenaran agama. Banyak umat Islam yang masih terjebak ke…

24 jam ago

Arogansi Sektarian dan Peluang Disintegrasi Umat di Indonesia

Sejumlah konflik yang terjadi di Timur Tengah beberapa tahun belakangan ini sepertinya kian  menegaskan  bahwa…

1 hari ago

Mengapa Sektarianisme Adalah Warisan Jahiliyah yang Harus Ditanggalkan?

Bagi sebagian orang, kata “saudara” sering kali dipahami sempit, hanya terbatas pada mereka yang seagama,…

1 hari ago

Dari “Sister Fillah” ke “Teman Hijrah”; Waspada Sektarianisme Agama Terselubung

Sektarianisme sebagai sebuah fenomena perpecahan dan kebencian berbasis perbedaan identitas kerap kali tidak muncul secara…

2 hari ago

Mengapa Sektarianisme Tumbuh Subur di Indonesia?

Fenomena sektarianisme di Indonesia bukanlah hal baru, tetapi perkembangannya yang terus berlanjut menjadi tantangan yang…

2 hari ago