Narasi

Menguatkan Toleransi Melalui Perayaan Keagamaan

Indonesia dikenal sebagai negara dengan keragaman budaya, agama, dan tradisi yang luar biasa. Perayaan hari besar lintas umat keagamaan menjadi momentum penting untuk memperkuat nilai-nilai kebangsaan dan cinta tanah air. Pelaksanaan perayaan bersama tidak hanya mencerminkan harmoni, tetapi juga menegaskan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara.

Hari besar keagamaan tidak hanya menjadi momen sakral bagi setiap umat beragama, tetapi juga simbol persatuan dalam keberagaman. Terdapat sebuah studi yang dilakukan oleh Ari Mariyono pada tahun 2020 di Desa Sampetan, Boyolali, menunjukkan bagaimana perayaan lintas agama dapat memperkuat nasionalisme. Warga desa tersebut, yang terdiri dari berbagai latar belakang agama, saling berpartisipasi dalam perayaan hari besar, seperti Idul Fitri, Natal, Waisak, dan Nyepi. Tradisi “anjangsana” atau kunjungan antarumat beragama menjadi praktik nyata dari nilai-nilai kebangsaan dan toleransi.

Menurut penelitian yang diterbitkan dalam Jurnal Pendidikan, Sains Sosial dan Agama, kebersamaan dalam perayaan hari besar keagamaan mampu menumbuhkan rasa saling percaya (saddha) dan memperkuat hubungan sosial. Nilai-nilai ini sejalan dengan prinsip Pancasila, terutama sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Selain itu, tradisi ini memberikan pendidikan tentang kedewasaan beragama kepada generasi muda.Meskipun banyak kemajuan dalam menjaga kerukunan beragama, tantangan intoleransi  tetap ada. Kasus gesekan antara komunitas agama, seperti konflik antara penganut MTA dan NU di Boyolali, menjadi bukti bahwa kedewasaan beragama masih perlu ditingkatkan.

Kasus lain yang mencuat adalah pelarangan perayaan Natal di beberapa wilayah mayoritas. Ini menunjukkan bahwa kerukunan tidak hanya memerlukan regulasi, tetapi juga komitmen kolektif dari semua elemen masyarakat. Di Desa Sampetan, harmoni tetap terjaga karena adanya dialog rutin antara tokoh agama dan pemerintah desa.tentu saja, pemerintah juga memiliki peran penting dalam menciptakan ruang aman bagi perayaan lintas agama. Konsep Tri Kerukunan, dimana, kerukunan internal umat beragama, kerukunan antarumat beragama, dan kerukunan antara umat beragama dan pemerinta, menjadi landasan yang harus terus diperkuat.

Selain itu, masyarakat juga memiliki tanggung jawab besar. Tradisi seperti yang dilakukan di Desa Sampetan, yaitu gotong royong dalam persiapan perayaan hari besar, merupakan contoh nyata bagaimana masyarakat dapat menjadi agen harmoni. Misalnya, warga setempat bersama-sama membantu persiapan acara, menyediakan konsumsi, hingga berpartisipasi dalam kegiatan sosial tanpa memandang perbedaan agama.

Kisah Desa Sampetan memberikan inspirasi bagi daerah lain di Indonesia. Dalam perayaan hari besar, masyarakat desa tidak hanya berfokus pada ritual keagamaan masing-masing, tetapi juga melibatkan semua komunitas melalui kegiatan sosial, seperti kerja bakti dan anjangsana. Bahkan, dalam keluarga yang memiliki anggota dengan agama berbeda, tradisi open house dilakukan secara bergantian sebagai bentuk penghormatan terhadap keyakinan masing-masing.

Praktik ini mencerminkan nilai luhur yang diajarkan dalam berbagai agama. Dalam Islam, hadis Rasulullah SAW menegaskan pentingnya menghormati tetangga tanpa memandang latar belakang: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya” (HR. Bukhari dan Muslim). Prinsip serupa juga diajarkan dalam ajaran Buddha melalui konsep Brahma Vihara, yang meliputi metta (cinta kasih), karuna (kasih sayang), mudita (simpati), dan upekkha (keseimbangan batin).

Mensukseskan perayaan hari besar lintas umat keagamaan adalah wujud nyata cinta tanah air. Dengan menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945, Indonesia dapat menjadi contoh negara yang berhasil mengelola keberagaman sebagai kekuatan. Tradisi seperti di Desa Sampetan menunjukkan bahwa harmoni tidak hanya dapat dicapai melalui regulasi, tetapi juga melalui komitmen kolektif masyarakat.

Dalam semangat Natal 2024 dan Tahun Baru 2025, mari kita jadikan keberagaman ini sebagai anugerah yang memperkuat persatuan bangsa. Dengan saling menghormati dan mendukung, kita tidak hanya menjaga kebersamaan, tetapi juga mewariskan nilai-nilai luhur kepada generasi mendatang.

 

This post was last modified on 5 Januari 2025 10:05 AM

Septi Lutfiana

Recent Posts

Wahabi-Salafi yang Meresahkan : Dari DIstorsi Naskah Kitab Ulama Klasik Hingga Ideologi Teror

Dalam kurun tahun 2023-2024 memang berita serangan aksi terorisme sudah bersih dan berkurang. Hal ini…

48 menit ago

Menjaga Iman dan Merawat Tanah Air

Akidah merupakan jantung kehidupan seorang Muslim. Sebagaimana akar yang kokoh menopang sebuah pohon, akidah memberikan…

59 menit ago

Proyeksi 2025; Akankah Dakwah Puritan Masih Digemari Muslim Gen Z Urban?

Dakwah Islam yang berkarakter puritan tengah menjadi tren belakangan ini. Terutama di jagad medsos. Dakwah…

1 jam ago

Tantangan Propaganda Digital : Tantangan Baru dengan Wajah Lama

Tahun baru seharusnya menjadi momen refleksi dan harapan. Namun, di tengah semangat optimisme pergantian tahun,…

23 jam ago

Harapan dan Strategi Baru Menghadapi Dinamika Tantangan Terorisme 2025

Tahun 2025 hadir dengan harapan baru bagi bangsa Indonesia. Keberhasilan mencatatkan "zero terrorist attack" sepanjang…

23 jam ago

Resolusi 2025: Mewaspadai Propaganda Radikal HTI dan Wahabi Berkedok Purifikasi

Salah satu bentuk propaganda yang perlu diwaspadai di tahun 2025 adalah upaya kelompok radikal seperti…

23 jam ago