Meski HTI telah dibubarkan, ada potensi indikasi mereka melakukan gerakan senyap menyusupi dakwah-dakwah milenial kekinian. Makanya, kita utamanya bagi generasi milenial yang biasanya menjadi target patut mewaspadai gerakan bawah tanah mereka. Sejatinya, sangat mudah membedakan mana dakwah minenial bervisi kebangsaan dan mana yang disusupi oleh ideologi khilafah. Biasanya dakwah milenial yang berhaluan khilafah cenderung menebar narasi kebencian dan provokasi berbalut agama.
Tak sedikit juga para penceramah berhaluan khilafah tersebut menyelipkan atau bahkan isi ceramahnya berbau takfirisme, ekstremisme, radikalisme, atau doktrin transnasionalisme. Dimana situasi tersebut akan semakin liar, karena notabene saat ini terjadi determinisme teknologi yang mempengaruhi pola interaksi dan komunikasi mudah menyebar secara masif.
Determinisme merupakan suatu paham yang menganut tentang seluruh kejadian yang ada di masa lalu mempengaruhi apa yang ada di masa depan. Hal itu datang atau memengaruhi tanpa disadari masyarakat. Teori Determinisme Teknologi pertama kali diinisiasi McLuhan pada 1962 dalam artikel berjudul “The Gutenberg Galaxy: The Making of Typographic Man”. Ide dasar teori ini yaitu perubahan yang terjadi pada berbagai macam cara berkomunikasi akan membentuk keberadaan manusia itu sendiri. Teknologi membentuk individu bagaimana cara berpikir, berperilaku dalam masyarakat dan teknologi tersebut akhirnya mengarahkan manusia untuk bergerak dari satu abad teknologi ke abad teknologi yang lain (Meisyaroh, 2013).
Merespon hal tersebut, dakwah di dunia maya atau media online yang sangat lekat dengan etika berkomunikasi melalui medsos. Kita tetap dianjurkan untuk tetap menebar tak hanya syiar agama semata, akan tetapi juga turut serta menjaga keharmonisan bangsa. Apalagi, McLuhan dalam teori Determinisme Teknologi, menyatakan bahwa teknologi komunikasi menyediakan pesan dan membentuk perilaku kita sendiri. Pada intinya para penceramah harus sadar bahwa dalam menyampaiakan dakwahnya juga tetap dengan cara lemah lembut, tidak memaksakan kehendak atas dasar spirit persaudaraan kebangsaan yakni dengan menghadirkan rasa kasih sayang cinta dan toleran terhadap semua bangsa. Ini juga patut kita gaungkan termasuk dalam berinteraksi di dunia maya. Termasuk dalam konten ceramahnya di medsos tetap mengedepankan sikap lemah lembut.
Dalam mengaktualisasikan dakwah kebangsaan lewat online tetap menjaga tri-ukhuwah kebangsaan, yakni pertama mengembangkan sikap persaudaraan tidak hanya sesama kaum muslimin (ukhuwah Islamiyah). Kedua, persaudaraan dengan sesama warga bangsa yang lainnya (ukhuwah wathoniyah). Dan ketiga persaudaraan dengan warga dunia manapun tanpa adanya diskriminasi (ukhuwah basyariyah) (Sasongko, 2017). Tri-ukhuwah ini diharapkan dapat menjadi pegangan seluruh elemen bangsa dalam memperkuat kasih sayang termasuk dakwah di dunia maya atau melalui media online.
Tri-ukhuwah tersebut sudah diteladankan dakwah oleh Baginda Rasulullah SAW. Diantaranya, tercermin dalam sikap kedamaian dan toleransi Rasulullah SAW ketika membangun masyarakat multi agama dan multikultural di Madinah. Kala itu, Nabi SAW mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan Anshar. Nabi SAW juga mendamaikan kabilah-kabilah Arab, Yahudi, dan Nasrani yang berselisih, dengan menetapkan Piagam Madinah (al-mitsaq al-madinah).
Esensi dari Piagam Madinah di antaranya ialah pentingnya kemanusiaan dan ikatan sosial di antara umat manusia yang heterogen. Di samping itu juga, urgensi dalam mewujudkan kasih sayang, persaudaraan, persatuan, dan kerjasama dalam kehidupan sosial dalam mencapai kemaslahatan bersama dalam kehidupan beragama. Spirit kasih sayang inilah yang patut para juru dakwah refleksikan untuk menegasikan segala bentuk kebencian dan mengukuhkan persaudaraan kebangsaan.
Perlu dipahami bahwa, sebagai negara heterogen yang terdiri dari berbagai keberagaman, tentu tugas kita adalah menjaga keharmonisan bangsa. Kepedulian dan kasih sayang itu tidak hanya kita tujukan kepada orang-orang tertentu, golongan tertentu, ataupun agama tertentu saja. Melainkan kita tujukan ke semua orang tanpa memandang perbedaan. Termasuk juga para penceramah milenial yang notabene sangat lekat dengan media sosial atau online, harus tetap mengedepankan dakwah yang lemah lembut. Sebab itu adalah kunci dari dakwah damai yang menyejukkan. Artinya, tugas dan peran penceramah milenial di dunia maya, selain menebarkan syiar agama, juga menggelorakan nasionalisme untuk menjaga keharmonisan bangsa. Harapannya ke depan tidak ada lagi apa yang namanya penceramah radikal dalam kehidupan berbangsa dan keberagaman beragama ini.
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…