Narasi

Ramadan: Ikhtiar Untuk Berkenan dan Diperkenankan

Senantiasa, dalam menilai bulan Ramadan yang lekat dengan ibadah puasa dan pemaksimalan ibadah-ibadah lainnya, untuk tak melupakan ibadah-ibadah sosial seakan menjadi identitas para muslim kontemporer. Entah apa kekongkretan anjuran atas nilai-nilai sosial ibadah puasa Ramadan di situ, dan entah apa pula ukuran kekontemporeran pada istilah para muslim kontemporer itu, adalah hal-hal yang patut untuk direnungkan untuk kali pertamanya.

Orang butuh belajar pada Kierkegaard, seorang pemikir eksistensial, yang terkenal dengan sinismenya pada agama yang sekedar selebrasi dan trend semata. Apakah ketika orang memilih untuk bersunyi diri pada bulan Ramadan, dimana kebanyakan bentuk ibadah, khususnya ibadah puasa, adalah untuk diri sendiri (yang bahkan konon bukan untuk Tuhan), sudah dengan sendirinya abai atau melanggar trend ibadah-ibadah sosial seperti yang dianjurkan?

Logika individual yang mendasari bulan Ramadan pada dasarnya, bahkan seorang muslim yang bodoh sekali pun, dapat ditemukan dalam perintah untuk menjalankan ibadah puasa. Dari penekanan individualitas ibadah puasa dapat dipahami bahwa yang terpenting, sebelum beranjak pada orang lainnya, beranjak dari diri sendiri adalah langkah awal yang mesti dikuasai. Bagaimana mungkin menolong orang lain dapat dilakukan sementara dirinya sendiri dalam ancaman?

Ujung dari ibadah puasa yang konon untuk diri sendiri, bagi saya, adalah sebuah sasmita bahwa bulan Ramadan dengan segala bentuk ibadah di dalamnya adalah sebentuk proses penemuan jatidiri. Atau setidaknya, sebentuk proses pengenalan diri sendiri dalam rangka untuk mengenal yang lainnya.

Al-Qur’an sendiri mengabarkan bahwa manusia terdiri dari beberapa diri yang menyertainya: diri ammarah, lawwamah, dan muthmainnah—meskipun al-Ghazali kemudian menambahkan lagi 4, sementara menurut redaksi lain ada pula yang menambahkannya lagi 3. Yang terang, dalam perspektif ini, ibadah puasa adalah sebuah momen dimana diri-diri itu lebih mudah untuk menyembul dan dikenali.

Urgensi untuk mengenal diri sendiri sebelum mengenal yang lainnya sebenarnya adalah sebentuk rahasia dalam beragama, berkeyakinan, dan bahkan berkehidupan. Secara pragmatis, dalam psikologi humanisme, konon orang-orang yang dianggap berhasil adalah orang-orang yang dapat menemukan dan kemudian menjalankan perannya secara baik (aktualisasi diri). Maka, sederhananya, bagaimana mungkin orang akan berhasil mengaktualisasikan dirinya tanpa cukup mengenal dirinya sendiri terlebih dahulu?

Dari laku ibadah puasa orang menjadi paham kenapa diri ammarah perlu diolah dengan ibadah-ibadah kalbu seperti halnya sabar, sementara diri lawwamah perlu diolah dengan menahan lapar dan haus, dan itu semua diperlukan untuk tegaknya diri muthmainnah yang konon adalah bagian dari manusia yang ridha dan diridhai (berkenan dan diperkenankan). Bukankah berkenan dan diperkenankan inilah yang menjadi tujuan teragung setiap muslim, yang sudah pasti menjadi awal sekaligus diharapkan menjadi akhirnya?

Heru harjo hutomo

Recent Posts

Soft Terrorism; Metamorfosa Ekstremisme Keagamaan di Abad Algoritma

Noor Huda Ismail, pakar kajian terorisme menulis kolom opini di harian Kompas. Judul opini itu…

21 jam ago

Jangan Terjebak Euforia Semu “Nihil Teror”

Hiruk pikuk lini masa media sosial kerap menyajikan kita pemandangan yang serba cepat berubah. Satu…

23 jam ago

Rejuvenasi Pancasila di Tengah Fenomena Zero Terrorist Attack

Tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila. Peringatan itu merujuk pada pidato Bung Karno…

23 jam ago

Menjernihkan Makna “Zero Terrorist Attack” : Dari Penanggulangan Aksi Menuju Perang Narasi

Dalam dua tahun terakhir, Indonesia patut bersyukur karena terbebas dari aksi teror nyata di ruang…

23 jam ago

Sesat Pikir Pengkafiran terhadap Negara

Di tengah dinamika sosial dan politik umat Islam, muncul kecenderungan sebagian kelompok yang mudah melabeli…

6 hari ago

Dekonstruksi Syariah; Relevansi Ayat-Ayat Makkiyah di Tengah Multikulturalisme

Isu penerapan syariah menjadi bahan perdebatan klasik yang seolah tidak ada ujungnya. Kaum radikal bersikeras…

6 hari ago