Narasi

Solidaritas Palestina dalam Koridor Pancasila

Kita semua diciptakan oleh Tuhan dengan prinsip kesetaraan. Semua memiliki hak yang sama dalam menjalani hidup yang aman, damai, nyaman dan penuh kemerdekaan. Jadi, atas dasar inilah kita wajib mengecam segala bentuk penjajahan dan pelanggaran kemanusiaan yang diderita rakyat Palestina saat ini.

Solidaritas kita terhadap Palestina harus tegak dalam koridor prinsip nilai Pancasila. Menekankan pentingnya memperjuangkan “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Kemanusiaan yang adil mengacu ke dalam semangat kita untuk terus membantu dukungan dalam memperjuangkan hak kemerdekaan Palestina sebagai prinsip keadilan tadi.

Begitu juga dalam prinsip kemanusiaan yang beradab. Seperti dalam amanat UU 1945, masyarakat Indonesia harus berperan dalam menjaga (ketertiban dunia). Yaitu mendukung terciptanya solusi perdamaian yang berkelanjutan. Menghentikan kebiadaban perang, bukan mendukung perang dan pertumpahan darah.

Dalam koridor Pancasila, solidaritas kemanusiaan kita terhadap Palestina harus kokoh dalam prinsip (Persatuan Indonesia). Kita tidak boleh berpecah-belah ke dalam berbagai macam persepsi dukungan. Seperti ada yang ingin pergi berperang ke Palestina, ada yang mendukung tegaknya khilafah dan ada pula yang ingin umat Islam bersatu membangun kekuatan perang.

Prinsip persatuan Indonesia dalam membangun solidaritas Palestina harus berada dalam satu orientasi. Jangan karena Kristen atau Yahudi lalu mendukung agresi Israil yang telah melanggar kemanusiaan. Jangan karena Islam lalu bersifat sentiment, penuh kebencian dan berpecah-belah terhadap umat agama lain karena konflik yang terjadi di Palestina.

Pancasila melampaui identitas keagamaan untuk kokoh dalam persatuan. Yaitu kita harus kompak dalam mengecam kezhaliman Israil terhadap rakyat sipil di Palestina. Tinggalkan sentiment, karena ini bukan tentang identitas primordial keagamaan, tetapi ini tentang (kemanusiaan) yang harus sama-sama kita perjuangkan dengan semangat persatuan.

Mengingat MUI telah memberi fatwa keharaman membeli dan menjual produk yang mendukung Israil. Semata demi mengecam tindakan dukungan dan pembenaran atas agresi Israil. Ini tentunya juga tidak sekadar disikapi secara tegas oleh kelompok Muslim Indonesia saja melainkan mengacu ke dalam (spirit persatuan).

Yaitu semua umat Indonesia, baik di kalangan Islam, Kristen, Yahudi dan umat agama lainnya. Sebetulnya juga harus memiliki kesadaran untuk tidak membeli dan menjual produk yang mendukung Israel. Ini seharusnya menjadi (komitmen nasional) dalam semangat persatuan untuk tidak mendukung secara bisnis pihak yang telah mendukung pelaku pelanggaran kemanusiaan di Palestina.

Begitu juga, solidaritas Palestina dalam prinsip “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/perwakilan”. Kita tidak boleh bertindak dalam koridor kesemana-menaan. Seperti menyampaikan sikap egoisme diri serta berdasar pada kebencian dalam mengekspresikan solidaritas Palestina.

Dalam basis pengertian, kita harus tegak dalam solidaritas yang tidak melanggar aturan hukum. Artinya, kita tidak boleh bertindak, bersikap atau membawa narasi di luar konteks ranah kapabilitas kita. Seperti halnya, pandangan sempit, seperti menganggap konflik Israel-Hamas bisa selesai cukup Indonesia meluncurkan TNI di tengah-tengah konflik.

Pasrahkan hal-hal di luar koridor kita seperti yang bersifat diplomasi dan kebijakan negara dalam mendukung Palestina. Itu kita harus pasrahkan sepenuhnya kepada pemerintah sebagai perwakilan kita atas suara-suara dukungan kemanusiaan, perdamaian dan kemerdekaan. Jadi, prinsip Pancasila menekankan dukungan yang cenderung konstruktif bagi Palestina.

Oleh karena itu, sangat penting bagi kita dalam membangun semangat solidaritas Palestina yang tegak dalam koridor Pancasila. Sebagaimana, komitmen kita menjaga persatuan lintas iman di negeri ini. Demi mendukung kemanusiaan, menghentikan perang, menciptakan solusi perdamaian dan terciptanya kemerdekaan yang berkelanjutan terhadap Palestina.

This post was last modified on 14 November 2023 1:40 PM

Fathur Rohman

Photographer dan Wartawan di Arena UIN-SUKA Yogyakarta

Recent Posts

Kompleksitas Isu Sudan; Bahaya Jihad FOMO Berkedok Ukhuwah Global

Isu Suriah sudah lewat. Gaza sudah berangsur normal. Isu lain seperti Uyghur, Rohingya, dan sebagainya…

12 jam ago

Ilusi Persatuan Global; Meneguhkan Nasionalisme di Tengah Dunia Multipolar

Kelompok ekstremis terutama ISIS tampaknya tidak pernah kehabisan materi propaganda kekerasan. Setelah revolusi Suriah berakhir…

12 jam ago

Menakar Ukhuwah Global dan Kompromi Pancasila Sebagai Benteng Persatuan Dunia

Dalam beberapa dekade terakhir, istilah ukhuwah global sering digaungkan sebagai cita-cita luhur umat manusia—sebuah gagasan…

12 jam ago

Zaman Disrupsi dan Bagaimana Pemuda Memaknai Sumpahnya?

Zaman disrupsi telah menjadi babak baru dalam perjalanan umat manusia. Dunia berubah dengan sangat cepat,…

3 hari ago

Resep Pemuda di Era Rasulullah Membangun Persatuan Madinah

Setiap 28 Oktober, bangsa Indonesia mengenang kembali ikrar agung para pemuda dari berbagai penjuru Nusantara…

3 hari ago

Menghayati Elan Kepemudaan, Dari Generasi Pendiam Hingga Generasi Z dan Alfa

Pernah pada suatu masa, mobilitas dan militansi orang tak pernah ditentukan oleh otoritas-otoritas agung, nama-nama…

3 hari ago