Narasi

Teror ISIS di Moskow dan Pentingnya Mewaspadai Eskalasi Teror di Bulan Suci

Beberapa hari yang lalu, terors ISIS kembali melakukan aksi teror penembakan massal dan melakukan pengeboman pada acara konser di Crocus City Hall dekat kota Moskow, Rusia. Aksi kezhaliman ini menewaskan ratusan orang dan pulahan orang lainnya mengalami luka-luka.

Para pejuang ISIS mengaku bertanggung-jawab atas aski teror tersebut. Klaim ini disampaikan melalui sebuah akun Telegram. Bahwa itu adalah serangan yang dilakukan para pejuang (mujahidin) untuk menyerang kumpulan umat Kristen dalam acara konser.

Fakta di ataa adalah bukti gerakan teroris ISIS ini ada masa, mereka senyap sambil melancarkan propaganda ideologi. Ada masa mereka muncul ke luar permukaan menjalankan aksi teror. Mereka begitu terorganisir, begitu transparan dan jeli mencari moment. Maka, strategi kekuatan semacam inilah yang patut kita waspadai.

Sebagaimana, aksi teror ISIS yang terjadi di Moskow, Rusia ini terjadi di bulan suci Ramadhan. Artinya, kewaspadaan kita adalah eskalasi aksi teror yang kemungkinan besar melegitimasi bulan suci Ramadhan sebagai dalih berbuat zhalim terhadap mereka yang tak berpuasa (non-muslim.

Tentu di bulan ini tak hanya Ramadhan, Indonesia sebentar lagi akan melaksanakan Wafatnya Isa Almasih atau Jumaat Agung pada 29 Maret 2024. Maka, kewaspadaan kita terhadap eskalasi aksi-aksi teror ISIS ini menjadi sangat penting di bulan suci Ramadhan.

Maka di sinilah pentingnya menyelami esensi puasa di bulan suci Ramadhan. Sebagai jalan untuk mereduksi segala pikiran-pikiran radikal di dalam diri. Agar perilaku kezhaliman tetap sebagai kekeliruan yang tak dibenarkan dengan dalih agama.

Sebagaimana, sumber pembenar atas tindakan teror ISIS pada kenyataannya memang membawa dalil-dali keagamaan secara legitimasi. Selalu memperalat ayat-ayat Al-Qur’an untuk membenarkan aksi teror. Seperti di bulan suci ini yang dianggap sebagai jihad untuk memerangi orang yang tak berpuasa.

Di Indonesia, aksi-aksi teror seperap membawa doktrin Istisyhadiyah (mencari status syahid). Maka, di sinilah pentingnya untuk memperkuat pemahaman keagamaan. Sebagai anti-tesis akan kesesatan aksi teror/bom bunuh diri yang harus kita tinggalkan.

Berbicara tentang jihad (status syahid) karena berperang di jalan-Nya, tentu perilaku (bom bunuh diri atau aksi teror) itu merupakan doktrin di luar konteks mati syahid. Sebab, orang bisa dikatakan mati syahid karena berperang, sebab dalam keadaan situasi peperangan, bukan dalam kondisi/keadaan di negeri yang damai. Jadi di sinilah letak kekeliruan, kesesatan dan ketidakbenaran doktrin Istisyhadiyah (mencari status syahid) kelompok radikal itu.

Di dalam Al-Qur’an, sangat dilarang berperang di tengah kondisi negeri/tatanan yang damai. Islam di dalam Al-Qur’an memiliki aturan yang jelas tentang berlaku-nya hukum peperangan dan yang gugur di dalamnya disebut status syahid dan mendapatkan ridha-Nya. Jadi, tidak semena-mena melakukan aksi bom bunuh diri atau aksi teror lalu itu dianggap mati syahid atau mencari ridha-Nya, mengapa? karena itu sangat keliru dan menyesatkan.

Misalnya di dalam kebenaran (QS. Al-Baqarah:190) basis peperangan dan bisa dikatakan mati syahid/gugur di medan perang karena dalam kondisi (sedang diperangi) dalam potongan “Dan Perangilah mereka di jalan Allah SWT (orang-orang yang memerangimu)”. Jadi, status hukum jihad dan mati syahid itu tidak sembarangan, karena ada bentuk “pengecualian situasi” yang berlaku dalam kondisi peperangan atau dalam situasi diperangi.

Islam tidak membenarkan iktikad memerangi tanpa konteks diperangi, karena itu melanggar aturan-Nya. Kemanusiaan merupakan hak mutlak yang harus dijaga di dalam Islam. Kedamaian, nyawa orang lain, kemaslahatan dan bebas dari pertumpahan darah merupakan misi Islam. Sebab, peperangan itu terjadi dan berlaku karena (sedang diperangi), selain itu, mutlak dianggap perilaku kezhaliman di dalam Islam.

Maka, point yang paling penting bagi kita adalah tetap waspada dan jangan terpengaruh propaganda ajakan melakukan aksi teror. Utamanya di bulan suci Ramadhan untuk mewaspadai eskalasi aksi teror. Dengan memperkuat pemahaman Al-Qur’an yang moderat dan tolerant sebagai antitesis atas legitimasi aksi teror mengatasnamakan agama.

Saiful Bahri

Recent Posts

Disintegritas Khilafah dan Inkonsistensi Politik Kaum Kanan

Pencabutan izin terhadap Hizbut Tahrir Indonesia dan Front Pembela Islam ternyata tidak serta merta meredam propaganda khilafah dan wacana…

53 menit ago

Kritik Kebudayaan di Tengah Pluralisasi dan Multikulturalisasi yang Murah Meriah

Filsafat adalah sebuah disiplin ilmu yang konon mampu menciptakan pribadi-pribadi yang terkesan “songong.” Tempatkan, seumpamanya,…

3 jam ago

Spirit Kenaikan Isa Al Masih dalam Menyinari Umat dengan Cinta-Kasih dan Perdamaian

Pada Kamis 9 Mei 2024, diperingati hari Kenaikan Isa Al Masih. Yakni momentum suci di…

3 jam ago

Pembubaran Doa Rosario: Etika Sosial atau Egoisme Beragama?

Sejumlah mahasiswa Katolik Universitas Pamulang (Unpam) yang sedang berdoa Rosario dibubarkan paksa oleh massa yang diduga diprovokasi…

1 hari ago

Pasang Surut Relasi Komitmen Kebangsaan dan Keagamaan

Perdebatan mengenai relasi antara komitmen kebangsaan dan keagamaan telah menjadi inti perdebatan yang berkelanjutan dalam…

1 hari ago

Cyberterrorism: Menelisik Eksistensi dan Gerilya Kaum Radikal di Dunia Daring

Identitas Buku Penulis               : Marsekal Muda TNI (Purn.) Prof. Asep Adang Supriadi Judul Buku        :…

1 hari ago