Narasi

Tiga Tips Agar Kebal Provokasi di Era Pandemi!

Ada tiga tips, bagi kita agar bisa kebal dari segala provokasi yang “menyesatkan” di era pandemi ini. Pertama, gunakan (logika berpikir) yang konstruktif dan kesadaran yang objektif perihal pandemi ini. Kedua, imbangi pemahaman agama yang reflektif mengacu ke dalam jalan etis “Menjauhi kemudharatan terlebih-dahulu dan raih kemaslahatan kemudian”. Ketiga, sadari bahwa pandemi ini sejatinya butuh penanganan secara medis, bukan dengan kepasrahan dan keangkuhan semata.

Sehingga, ketiganya jika kita pegang, niscaya akan menjadikan semacam (idealisme berpikir) kita yang lebih etis, mandiri (tanpa terpengaruh hasutan siapa-pun), tahu arah dan bisa menciptakan keputusan yang tepat di tengah pandemi ini.

Karena, point penting dari tiga tips tersebut, sejatinya akan membuat kita kebal dan tidak mudah (terombang-ambing) provokasi, hasutan atau pembangkangan yang sangat “menyesatkan” di era pandemi ini. Sehingga, segala keputusan kita akan membawa maslahat dan bermanfaat bagi diri sendiri, mau-pun orang lain. Maka, di sinilah jalan kita untuk bisa memulihkan keadaan.

Pertama, kenapa kita perlu menggunakan logika berpikir yang konstruktif perihal hakikat pandemi dan bagaimana pencegahan-nya? Karena ketika kita menggunakan logika berpikir yang semacam itu, niscaya kita akan mulai “berpikir kembali” dan lebih mudah memahami bahwa pandemi ini senyatanya cepat menular. Sehingga, dengan pola berpikir yang semacam itu, Niscaya kita akan memahami pula, apa dan bagaimana maksud dari tujuan kita perlu menggunakan masker dan menjauhi segala aktivitas yang berkerumun.

Sehingga, kita tidak akan mudah terpengaruh dengan provokasi atau hasutan untuk tidak menggunakan masker dan provokasi untuk tetap melakukan kerumunan di berbagai tempat. Karena konteksnya, kita telah (memahami dan menyadari) setelah kita benar-benar menggunakan logika berpikir yang reflektif perihal hakikat pandemi dan bagaimana pencegahan-nya tersebut.

Kedua, kita juga perlu mengimbangi diri akan pemahaman agama yang reflektif selalu mengacu ke dalam jalan etis “Menjauhi kemudharatan dan raih kemaslahatan”. Sebagaimana prinsip yang perlu kita pegang yaitu (Darul mafasid muqoddam ala jalbil masholih). Artinya, menjauhi kerusakan itu jauh lebih utama dari pada memperoleh kemaslahatan.

Tips yang kedua ini sebetulnya sangat penting untuk kita pegang dengan erat. Karena, ada banyak fakta sosial, bagaimana provokasi di era pandemi selalu meniscayakan pemahaman agama yang hanya mengacu ke dalam ranah takdir, pasrah saja dan bahkan tidak takut mati karena wabah, karena anggapan mereka, mati hanya kehendak Tuhan.

Lantas, provokasi yang semacam inilah, masyarakat Indonesia mulai menolak dan membangkang segala kebijakan pemerintah yang ada. Misalnya ketika pemerintah menon-aktifkan rumah ibadah. Mereka seperti tidak mau tahu bahwa tindakan tersebut dianggap salah dan perlu ditolak.

Padahal, jika dalam diri kita mengimbangi pemahaman agama yang mengacu ke dalam “Menjauhi kemudharatan dan meraih kemaslahatan” atau dalam istilah agamanya (Darul mafasid muqoddam ala jalbil masholih). Artinya, menjauhi kerusakan itu jauh lebih utama dari pada memperoleh kemaslahatan. Sehingga, dengan pemahaman yang demikian, niscaya kita akan tetap patuh terhadap segala kebijakan yang ada demi (menjauhi kemudharatan) tersebut. Maka, besar-kemungkinan kita akan kebal terhadap provokasi.

Ketiga, kita perlu menyadari bahwa pandemi ini sejatinya butuh penanganan medis. Sebagaimana di dalam aturan medis, kita perlu melakukan vaksinasi agar imunitas kita, bisa kebal dari virus tersebut dan terbebas dari penularan. Karena dengan menolak vaksin, berarti menolak untuk kebal dan siap untuk terkena virus. Sehingga, pemahaman yang semacam ini jika kita pegang, niscaya kita tidak akan mudah termakan provokasi yang menyesatkan di era pandemi ini.            

Oleh karena itu, kita perlu memegang tiga tips untuk kebal provokasi yang menyesatkan di era pandemi. Sebagaimana provokasi yang menyesatkan, sangat jelas tidak akan mengajak kita ke dalam situasi yang baik, tetapi akan membawa situasi yang lebih buruk lagi, Utamanya di era pandemi ini. Maka dari situlah, kita perlu memegang tiga tips tersebut. Karena dengan cara seperti itulah, kita tidak akan mudah terpengaruh dengan provokasi yang selalu menyesatkan kita di tengah pandemi ini.

This post was last modified on 29 Juli 2021 3:52 PM

Saiful Bahri

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

1 jam ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

2 jam ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

2 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

1 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

1 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

1 hari ago