Narasi

Urgensi Pelibatan Da’i dalam Pengarusutamaan Moderasi Beragama

Moderasi beragama dan pencegahan radikalisme merupakan dua agenda yang harus seiring sejalan. Keduanya memiliki relasi resiprokal yang tidak dapat dipisahkan. Di satu sisi, moderasi beragama merupakan salah satu pilar penting dari agenda pencegahan radikalisme. Di sisi lain, pencegahan radikalisme mustahil dilakukan tanpa dibarengi dengan pengarusutamaan moderasi beragama.

Moderasi beragama dan pencegahan radikalisme merupakan agenda kebangsaan yang wajib didukung oleh seluruh elemen masyarakat. Ini artinya, keberhasilan moderasi beragama dan pencegahan radikalisme tidak dapat dibebankan hanya pada satu pihak saja, yakni pemerintah. Sebaliknya, agenda moderasi beragama dan pencegahan radikalisme membutuhkan sinergi lintas-kelompok dan lintas-sektor.

Salah satu yang urgen tentunya adalah melibatkan para da’i atau penceramah agama agar berperan aktif dalam agenda pengarusutamaan moderasi beragama dan pencegahan radikalisme. Ada sejumlah alasan mengapa para da’i perlu dilibatkan dalam gerakan moderasi beragama dan pencegahan radikalisme.

Mengapa Da’i Perlu Dilibatkan dalam Agenda Moderasi Beragama?

Pertama, dalam konteks keagamaan, para da’i berada di garis terdepan yang berinteraksi langsung dengan umat. Nyaris saban hari mereka bertemu langsung dengan umat, baik itu dalam forum formal seperti pengajian keagamaan, maupun dalam forum informal seperti pergaulan sehari-hari di masyarakat. Karena kedekatan inilah, pesan yang disampaikan da’i ke umat cenderung lebih cepat sampai. Pendek kata, ketiadaan jarak antara da’i dan umat memungkinkan pesan-pesan terkait moderasi beragama dan pencegahan radikalisme disampaikan secara efektif dan efisien.

Kedua, para da’i memiliki apa yang disebut oleh sosiologi Pierre Bourdieu sebagai social capital alias modal sosial. Yang dimaksud dengan modal sosial ala Bourdieu adalah keseluruhan sumber daya baik yang aktual maupun yang potensial yang terkait dengan kepemilikan jaringan hubungan kelembagaan yang tetap didasarkan pada saling kenal dan saling mengakui. Modal sosial ini didasarkan atas tiga prinsip, yakni kepercayaan, nilai atau norma, dan jaringan.

Dalam lanskap keislaman di Indonesia, para da’i umumnya memiliki ketiga hal tersebut. Di kalangan umat, da’i dipercaya sebagai juru bicara agama, bahkan tempat bertanya persoalan sosial, politik, dan budaya. Para da’i juga menjadi rujukan nilai dan moral dalam kehidupan masyarakat. Selain itu, da’i juga dikenal memiliki jaringan sosial yang kuat.

Relasi da’i tidak hanya terbatas di kalangan umat saja, namun juga merambah kelompok masyarakat lain, seperti pengusaha, politisi, birokrat pemerintah, kalangan militer dan sebagainya. Dengan modal sosial yang kuat inilah, para da’i kiranya bisa menjalankan perannya sebagai agen moderasi beragama dan pencegahan radikalisme dengan mdaksimal.

Ketiga, di era digital seperti sekarang, para da’i tidak hanya didaulat menjadi sumber rujukan dalam hal agama, melainkan juga menjadi role model dalam gaya hidup. Ini artinya, segala ucapan dan perilakunya berpotensi diikuti oleh jemaah dan umat secara luas. Dalam konteks ini, para da’i lebih diposisikan sebagai sosok idola yang segala sisi kehidupannya akan diduplikasi oleh para jemaahnya. Maka, ketika da’i berpandangan moderat dalam beragama, niscaya para pengikutnya akan mengikuti jejaknya. Demikian pula sebaliknya, da’i yang berpandangan radikal rawan meradikalisasi para pengikutnya.

Peran Da’i dalam Memperkuat Pilar Kebangsaan

Keempat, para da’i apalagi yang aktif di dunia maya (media sosial) adalah figur pemengaruh alias influencer. Sebagai influencer, da’i mampu membuat opini dan menggiring publik untuk menyetujui opininya tersebut. Kemampuan membuat opini dan memobilisasi dukungan umat ini sangat penting dalam agenda pengarusutamaan moderasi beragama dan pencegahan radikalisme.

Bisa dikatakan, medan dakwah Islam saat ini tengah menjadi ajang kontestasi ideologi, yakni antara moderat di satu sisi dan radikal di sisi lain. Kedua ideologi ini berlomba menjadi yang paling dominan dan menguasai alam pikir umat Islam di Indonesia. Sebagai elemen yang bersentuhan langsung dengan umat, peran da’i sangat penting dalam menentukan cara pandang dan praktik keberagamaan masyarakat.

Maka dari itu, pelibatan da’i dalam pengarusutamaan moderasi beragama dan pencegahan radikalisme adalah sebuah keharusan bahkan keniscayaan. Para da’i idealnya tidak hanya menjadi penyampai risalah keagamaan, namun juga menjadi agen penyebar pesan-pesan kebangsaan. Dalam konteks inilah, para da’i idealnya juga berperan aktif dalam memperkuat pilar kebangsaan (NKRI, Pancasila, UUD 1945, dan Bineka Tunggal Ika), meneguhkan toleransi agama, menyebarkan pesan anti-kekerasan, dan membangun sikap beragama yang akomodatif terhadap budaya atau kearifan lokal.

This post was last modified on 24 Mei 2023 4:40 PM

Siti Nurul Hidayah

Recent Posts

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

16 jam ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

16 jam ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

16 jam ago

Politik dan Kesucian: Menyimak Geliat Agama di Pilkada 2024

Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…

16 jam ago

Potensi Ancaman Pilkada 2024; Dari Kekerasan Sipil ke Kebangkitan Terorisme

Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…

2 hari ago

Mencegah Agenda Mistifikasi Politik Jelang Pilkada

Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…

2 hari ago