Narasi

4 Ego Yang Harus Disingkirkan Dalam Peristiwa Kurban

Ada yang berkata jika Indonesia adalah bangsa yang berlebihan dalam memahami agama. Segala sesuatu dipandang dari kacamata agama secara sempit. Padahal di saat yang sama, tidak ada pertentangan pada kebijakan Arab Saudi yang dianggap sebagai kiblat Islam di dunia. Maka dapat dipahami, jika terdapat faktor ideologis yang melatarbelakangi terbentuknya persepsi akan permasalahan. Ilmu psikologis sufi menyebutnya sebagai “nafs-al ammarah” (jiwa tirani).

Ketika Ibrahim menyembellih Ismail, tidak bisa serta merta melihat hukum agama. Bisa saja, seorang awam menyebut Ibrahim sebagai seorang pembunuh. Atau bisa saja, Ibrahim dikatakan sebagai bapak yang mempunyai tanggung jawab untuk membesarkan anaknya. Padahal fakta yang sebenarnya tidak demikian. Allah memberikan pelajaran kasih sayang kepada seluruh manusia, bahwa manusia tidak pantas dikorbankan. “Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar” (Q.S. As Shaffat: 107). Dibagilah daging sembelihan, dan semua orang merasa gembira.

Secara teoritis, kacamata awam akan lebih dulu menghakimi terhadap sesuatu, dibandingkan memahami secara keseluruhan. Ada dorongan sifat “egosentris” dari dalam diri untuk dianggap yang paling benar, paling hebat, dengan cara membuat perbandingan antara dirinya dengan orang lain. Orang yang disalahkan dianggap sebagai contoh yang buruk. Sedangkan yang menyalahkan akan dianggap sebagai contoh yang baik.

Hal inilah yang sering terjadi dalam proses keagamaan kita. Dan buntutnya, sifat kemanusiaan lama kelamaan hanyut ditelan egoisme untuk dianggap paling benar. Maka tidak heran, jika prosesi kurban sering dianggap sebagai “ritual ceremony” belaka, tanpa ada nilai hikmah didalamnya. Pun dalam proses pembagian daging, hanyalah sebagai penggugur kewajiban atas perintah Tuhan. Disinilah pentingnya menyingkirkan ego yang ada dalam diri. Setidaknya ada 4 ego yang harus disingkirkan melalui peristiwa kurban.

  • Ego Untuk Selalu Untung

Keinginan manusia untuk melakukan sesuatu, selalu digerakkan oleh kepentingan diri sendiri. Tindakan ini sering kali menimbulkan dampak yang berderet pada kehidupan sosial. Pertama, runtuhnya konsep beragama. Kedua, manusia akan memanfaatkan agama untuk kepentingan dirinya. Ketiga, konsep-konsep sosial yang luhur terkikis sedikit demi sedikit. Keempat, tumbuh rasa saling membenci, dan sulit bersatu terhadap segala sesuatu.  

Kunci dari semua itu adalah sifat egoisme yang ada dalam diri manusia. Dimana sikap tersebut selalu menghantui manusia untuk memutuskan segala sesuatu berdasar kepentingan pribadinya. Oleh karena itu, melalui serangkaian peristiwa kurban, ego yang merusak tersebut bisa secepatnya dihilangkan.

Misalnya dalam sholat Idul Adha, manusia diingatkan kembali untuk menyentuh konsep agama. Kemudian dilanjutkan dengan pembagian harta benda, yang diwujudkan dalam penyembelihan hewan kurban. Apabila sudah terlaksana, akan terbentuk jaringan sosial yang kuat dan utuh di semua lapisan.

  • Ego Untuk Terlihat Paling Penting

Permasalahan yang sering terjadi adalah manusia ingin dianggap sebagai pihak yang penting. Hal ini tidak keliru, mengingat Allah meminta hambanya untuk berlomba-lomba dalam kebaikan (Fastabiqul Khairat). Namun konsep menjadi buruk, jika cara yang digunakan salah. Melanggar semua ketentuan yang telah ada sebelumnya.

Misalnya dengan cara menjelek-jelekan seseorang untuk meningkatkan popularitasnya. Cara demikian, harus secepatnya dihapuskan dengan adanya peristiwa kurban. Bagaimana proses kebersamaan terbangun, ada dalam setiap sudut peristiwa kurban. Sehingga seseorang akan berpikir dua kali untuk menjatuhkan sesamanya.

  • Ego Untuk Bergaul Berdasar Kasta

Menjadi nilai tersendiri apabila manusia yang mempunyai nilai sosial tinggi berteman dengan manusia yang mempunyai nilai sosial rendah. Kasta masih melekat pada benak manusia, meskipun sedari awal perjuangan Nabi Muhammad menggembor-gemborkan penghilangan kasta dengan pembebasan budak dan menjadikan orang dengan kasta rendah sebagai bagian penting dalam suatu pemerintahan.

Permasalahan kasta termasuk tembok besar yang memisahkan seorang muslim dengan kelembutan. Kasta akan menghambat manusia untuk berbuat baik, enggan menolong saudaranya hanya berlandaskan derajat sosial yang tidak sama. Oleh karena itu, penghilangan ego seperti ini penting dilakukan dalam peristiwa kurban.  

  • Ego Untuk Menghakimi

Apabila mendapati suatu permasalahan, naluri cenderung akan menghakimi.  Mencari siapa yang bisa disalahkan atas permasalahan yang terjadi. Tentunya, proses seperti ini akan menghambat munculnya solusi atas suatu masalah, karena yang dijadikan titik fokus bahasan adalah siapa yang bisa disalahkan, bukan apa solusi yang dibutuhkan.

Dalam banyak permasalahan, konsep seperti ini kerap menimbulkan kerugian untuk mereka yang dibawah. Mereka yang sejatinya harus cepat mendapat pertolongan, harus sabar menunggu proses perdebatan untuk mencari siapa yang dapat disalahkan, baru mencari solusi terbaik. Dan terkadang proses seperti ini, membuat kalangan bawah emosi. Hingga mengakibatkan kerusuhan, dan menimbulkan permasalahan baru.

Tentu setumpuk permasalahan tersebut tidak akan terjadi jika manusia rela mengorbankan ego untuk menghakimi. Menelaah segala sesuatu terlebih dahulu, dan mengedepankan pemecahan solusinya. Oleh karena itu, peristiwa kurban bisa dijadikan batu lompatan untuk melunturkan ego menghakimi.

This post was last modified on 22 Juli 2021 12:19 PM

Nur Faizi

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

3 hari ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

3 hari ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

3 hari ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

4 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

4 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

4 hari ago