Categories: Narasi

Apakah Engkau ‘Panitia” Surga Itu?

Mata dan telinga mungkin sudah sesak dengan ragam ‘pertunjukan’ yang mempertontonkan klaim sebagai penghuni ‘sah’ surga. Boleh jadi karena keyakinan itulah mereka tidak segan men-cap orang atau kelompok lain yang berbeda dengan kelompoknya sebagai ahlu ad-Dhalalah (kelompok sesat), ahlu al-Bid’ah (kelompok pengada-ada), dan tentu saja ahlu an-Nar (kelompok penghuni Neraka). Kelompok lain yang berbeda itu tidak saja masuk kubang Neraka, bahkan untuk mencium wanginya Surga pun meraka tak berhak.

Kecenderungan ‘berebut surga’ dengan embel-embel agama sebenarnya bukan barang baru dalam sejarah keberagamaan manusia. Rasa percaya diri atas keyakinan telah membutakan nurani sehingga menghalanginya melihat realita sosial di tengah masyarakat. Manusia sering menyangka telah mampu memuaskan dan menyenangkan Tuhan, hingga apapun yang dilakukan pasti berbalas Surga meski harus mengorbankan kepentingan orang lain. Rasa itu mengantarkan pada sikap merasa paling pantas masuk surga seakan merekalah panitia Surga itu yang memiliki wewenang memilah-milih siapa yang berhak dan pantas ada di Surga atau di Neraka.

Padahal, siapapun tak punya hak apapun soal itu! Mari renungkanlah sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, dimana Rasulullah bersabda:

“Ada dua lelaki bersaudara dari kaum Bani Israil. Salah satu diantaranya suka berbuat dosa, sedangkan yang lainnya ahli ibadah. Suatu saat ahli ibadah itu senantiasa melihat temannya membuat dosa, ia pun berkata kepadanya: ‘Hentikanlah perbuatan dosa itu!’ Kemudian, pada hari lain si ahli ibadah mendapati temannya itu berbuat dosa lagi, maka berkatalah ia kepadanya: ‘Hentikanlah perbuatan dosa itu!’ Orang yang berbuat dosa itu menyanggah: ‘Biarkanlah aku (ini adalah urusanku) dengan Rabbku! Apakah kamu diutus untukku sebagai pengintai?’ Maka berkatalah ahli ibadah kepada temannya: ‘Demi Allah, Allah tidak akan mengampunimu! (Atau Allah tidak akan memasukkanmu ke dalam Syurga!). Setelah itu, kedua-duanya meninggal dunia dan berkumpul di sisi Rabb Semesta Alam. Dia berfirman kepada ahli ibadah itu: ‘Apakah kamu mengetahui Aku atau apakah kamu berkuasa dari apa yang berada di tangan-Ku?’ Allah berfirman kepada orang yang berbuat dosa: ‘Pergilah dan masuklah Surga dengan rahmat-Ku!’ Sementara kepada yang satunya, Dia berfirman: ‘Masukkanlah orang ini ke dalam Neraka!’”

Hadist di atas memberi pengajaran bahwa Tuhan sajalah yang paling berhak memilih siapa saja yang akan dihujani dengan kasih sayang tanpa batas di Surga. Sementara kita hanya bisa mengira-ngira, sambil terus berdoa, semoga Tuhan berkenan dengan segala ibadah dan amal baik yang senantiasa kita lakukan.

Rabi’ah al-Adawiyah, salah seorang tokoh sufi dalam dunia Islam, suatu ketika pernah mengiba kepada Tuhan melalui puisinya agar ia dibebaskan dari iming-iming surga, karena baginya, ia hanya ingin mencintai Tuhan, itu saja.

Dalam nukilan puisinya ia berkata:

Aku mengabdi kepada Tuhan

bukan karena takut neraka

Bukan pula karena mengharap masuk surga

Tetapi aku mengabdi,

Karena cintaku pada-Nya

Ya Allah, jika aku menyembah-Mu

karena takut neraka, bakarlah aku di dalamnya

Dan jika aku menyembah-Mu

karena mengharap surga, campakkanlah aku darinya

Tetapi, jika aku menyembah-Mu demi Engkau semata,

Janganlah Engkau enggan memperlihatkan keindahan wajah-Mu

yang abadi padaku

(Mahabbah Cinta Rabi’ah al-Adawiyah, yogyakarta:1999)

Semoga kita semua beragama bukan semata karena ingin menghindari Neraka dan numpang di Surga. Karena sekali lagi, kita tidak pernah bisa ‘mendikte’ Tuhan untuk melakukan segala yang kita inginkan.

Khoirul Anam

Alumni Center for Religious and Cross Cultural Studies (CRCS), UGM Yogyakarta. Pernah nyantri di Ponpes Salafiyah Syafiyah, Sukorejo, Situbondo, Jatim dan Ponpes al Asyariah, kalibeber, Wonosobo, Jateng. Aktif menulis untuk tema perdamaian, deradikalisasi, dan agama. Tinggal di @anam_tujuh

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

17 jam ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

17 jam ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

17 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

2 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

2 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

2 hari ago