Munculnya berbagai aliran pemikiran dan mazhab dalam Islam disebabkan oleh pemahaman terhadap teks-teks Alquran dan Hadist Nabi yang berbeda antara satu dengan yang lain. Perbedaan ini sering kali dilatarbelakangi oleh beberapa factor seperti, tingkat kemampuan ilmiah setiap orang, latarbelakang kehidupan, lingkungan dan kondisi politik serta ekonomi, dan sosial budaya.
Demikian pula yang terjadi saat ini dengan munculnya pemikiran baru dalam Islam bernuansa kekerasan dan menentang eksistensi pemerintahan yang terjadi di hampir setiap negara. Pemikiran yang agak aneh ini bukan saja telah merusak citra Islam yang cintai damai tetapi juga menyengsarakan pihak lain akibat korban aksi. Fenomena ini boleh jadi disebabkan oleh pemahaman teks-teks Alquran dan Hadist yang berbeda dengan pemahaman mayoritas ulama.
Kitab Ar Risalah karya Imam syafi’i merupakan salah satu contoh bagi mereka yang ingin memahami Islam secara benar. Kitab itu ditulis oleh Imam Syafi’I sebagai respon terhadap seorang penguasa yang ingin mempelajari Islam. Dalam buku ini telah dijelaskan secara rinci semua hal-hal yang terkait dengan Islam mulai dari (a) sampai (z) sehingga setiap orang yang membacanya akan memahami Islam secara benar. Pertanyaannya apakah mereka yang menganut paham radikal telah membaca kitab-kitab para ulama sebagaimana penguasa tadi yang ingin mempelajari Islam secara benar? Apalagi jika pemahaman yang dianut cenderung menjadi musibah bagi orang lain. Bukankan Islam itu, sebagai agama yang sangat menghormati nilai-nilai kemanusiaan dan memberikana perlindungan terhadap jiwa dan harta setiap orang? Bukankan Allah berfirman yang artinya, “Barang siapa yang menghilangkan atau membunuh satu jiwa tanpa alasan, maka sama saja jika membunuh semua manusia.”
Perintah agar setiap orang memahami Islam secara benar cukup sarat dalam Alquran sebagaimana perintah membaca yang diulang beberapa kali dalam surah Al Qalam. Perintah ini menunjukkan bahwa kunci utama memahami sesuatu adalah membaca bukan menerima doktrin semata.
Attalaqqi (bertatap muka menyampaikan pelajaran) merupakan salah satu sarana yang digunakan para ulama terdahulu untuk mengajar murid-muridnya. Namun, cara itu bukanlah doktrin melainkan merupakan salah satu metode ulama untuk memperkuat pemahaman setiap muridnya teradap apa saja yang dijelaskan mengenai Islam.
Membaca berarti membutuhkan kemampuan dan ilmu alat, artinya setiap orang yang ingin membaca harus mengenal huruf dan cara membaca seperti megenal hurup vocal dan konsonan. Demikian pula dalam bahasa asing, masing-masing memiliki metoda tersendiri untuk dapat memahami dan membaca teks-teks secara sempurna, termasuk bahasa Arab yang dinilai sebagian orang sebagai bahasa yang paling sulit bila dibanding dengan bahasa asing lainnya.
Disinilah diperlukan sebuah proses belajar yang cukup panjang bukan dalam tempo satu atau dua hari atau dalam tempo waktu satu bulan. Alquran sendiri memerintahkan kita untuk belajar dan menjadi orang yang berilmu karena dengan demikian seseorang akan mampu memahami perintah-perintah Alquran secara benar. Dengan ilmu pengetahuan juga seseorang mampu memahami secara baik setiap permasalahan agama khususnya yang terkait dengan hukum-hukum fikih, aqidah, dan ketuhanan. Karena itu, Allah membedakan umatnya antara mereka yang berilmu dengan mereka yang tidak berilmu.
Mekanisme pendidikan yang ditempuh oleh kaum radikal lebih banyak menggunakan cara doktrin yang tertutup dan terbatas dengan sistem hirarki dalam proses belajar mengajar. Mereka pun tidak akan membiarkan orang lain mengajar murid-muridnya karena menganggap bahwa orang lain justru akan menyesatkan, padahal sebenarnya merekalah yang keliru.
Selain itu, umumnya mereka membatasi literatur bacaannya dan mereka hanya mengambil literatur yang dianggap mendukung ide dan misinya dan meninggalkan literatur-literatur lain yang lebih komprehensif. Buku-buku yang ditulis oleh ulama-ulama klasik baik yang berkaitan dengan tasawuf, aqidah, ilmu kalam, ushul fiqih, ilmu hadist , ilmu tafsir, filsafat Islam, nahwi dan sharap, dan ilmu-ilmu alat lainnya kurang mendapat perhatian. Padahal keilmuan itu menjadi dasar untuk memahami Islam secara benar.
Lebih jauh dari itu, mereka tidak memperhatikan elemen-elemen penting dalam pengambilan hukum seperti Maqasidussyariah yang harus menjadi ukuran penting dalam penetapan sebuah fatwa. Padahal menurut orang bijak bahwa pengetahuan dan hikmah-hikmah tersebar di mana-mana, maka petiklah jika kalian menemukannya. Nabi Muhammad Saw pernah bersabda yang artinya, “maka tuntutlah ilmu itu meskipun sampai ke negeri China”. Ini menunjukkan bahwa belajar dan membaca merupakan unsur penting dalam memahami Islam yang benar karena dengan demikian Islam akan maju dan menjadi rahmatan lilalamin bukan musibah dan malapetaka bagi umat manusia.
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…