Narasi

Bersatu Melawan Rekayasa Belah Bambu

Kebhinnekaan merupakan keniscayaan yang menjadi keunggulan Bangsa Indonesia. Fakta ini tentu menjadi target empuk pihak-pihak tidak bertanggungjawab guna mencoba mengoyak kebhinnekaan tersebut. Upaya dapat berasal dari eksternal maupun internal.

Pelemahan kebhinnekaan diyakini menjadi kunci masuk memporakporandakan bangunan kebangsaan. Strategi penekanan dari luar justru memicu dan menguatkan kebhinnekaan karena adanya motivasi melawan musuh bersama. Untuk itu rekayasa pelemahan paling berbahaya justru datang dari dalam. Strateginya adalah melalui adu domba atau belah bambu.

Belah mambu selama ini dikenal dalam dunia politik. Politik belah bambu secara sederhana dapat dimaknai sebagai taktik pecah belah. Aktifitas membelah bambu umumnya dilakukan dengan satu bagian atas diangkat dan bagian bawah diinjak. Semakin kuat bagian bawah diinjak dan semakin kuat bagian atas diangkat, makin cepat terjadi perpecahan.

Politik belah bambu menurut Wikipedia juga diadefinisikan sebagai strategi bertujuan mendapatkan dan menjaga kekuasaan dengan cara memecah kelompok besar menjadi kelompok-kelompok kecil yang lebih mudah ditaklukan.  Itulah yang dahulu dilakukan oleh Snouck Hurgonje (Belanda) untuk menaklukkan Aceh.

Gramsci (1891-1937) menyebut politik belah bambu sebagai stick and carrot policy. Kelompok dominan diungkapkan tidak hanya selalu bekerja dengan cara mengekang kelompok lawan, namun malah “bekerjasama” secara halus dengannya.  Ada dua cara, yaitu apa yang disebut leading (memimpin) dan dominant (mendominasi). Dalam hegemoni, leading ditujukan kepada kelompok yang bisa diajak bernegosiasi untuk menciptakan aliansi-aliansi baru. Sementara dominant dilakukan untuk menutup saluran perlawanan dari kelompok penekan (pressure group).

Belah bambu akan bisa diredam dengan senjata bersatu bagi kelompok yang disasar. Seluruh kekuatan kebangsaan mesti menjaga eksistensi kebhinnekaan. Kemampuan identifikasi awal perlu dikuasai guna upaya pencegahan.

Asas kecurigaan atas aktifitas atau kehadiran personal baru yang tidak seperti umumnya penting dilakukan. Tentu praduga tidak bersalah mesti menjadi pegangan. Setiap ada suatu orang atau gagasan yang baru dan aneh dalam kacamatan ke-Indonesiaan mesti segera dilakukan pendalaman bersama. Investigasi lanjut patut dirunut guna memetakan pergerakannya.

Benteng terkuat dari serangan belah bambu adalah penguatan ideologisasi kebangsaan. Nasionalisme mesti benar-benar ditanamkan dan diaktualisasikan secara organ kelembagaan maupun perseorangan. Persaudaraan dan toleransi juga mesti dikuatkan jalinannya. Kecurigaan yang berpotensi meretakkan hubungan penting diprioritaskan klarifikasi atau konformasi sebelum dilakukan penyikapan.

Pemerintah berperan sebagai fasilitator dan jembatan penghubung dari seluruh elemen yang ada di negeri ini. Celah-celah masukknya belah bambu oleh siapapun mesti ditutup rapat. Sense of belonging dan internalisasi ideologi mesti dikuatkan dalam suatu kelompok atau entitas.

Bibit-bibit gesekan hingga konflik mesti segera dipetakan. Jika gesekan terjadi, elit kelompok penting melakukan netralisasi dan mempriotitaskan duduk bersama guna menemukan solusi damai.

Persatuan merupakan amanat konstitusi dan masuk sila Pancasila. Persatuan menjadi kekuatan bangsa Indonesia yang ditakuti dan disegani dunia internasional. Ribuan etnis dan kelompok yang mampu bersatu tentu menjadi kekuatan yang sangat diperhitungkan. Persatuan jika terjadi di negara lain sudah sangat wajar dan mudah mengingat kondisi mereka jauh lebih homogen.

Regulasi penting dikuatkan dalam menaungi dan menjamin terwujudnya persatuan. Sanksi hingga hukum pidana dapat ditempuh jika menemukan pelaku atau kelompok yang terlibat dalam rekayasa belah bambu. Tentu langkah ini tidak boleh pandang bulu. Pelaku yang melakukan belah bambu guna merusak persatuan bangsa merupakan pengkhianat bangsa. Atau jika dilakukan pihak luar maka menjadi musuh negara.

Kompleksitas kondisi demografis dan geografis ditengah dinamika geopolitik global yang dinamis menuntut ketahanan nasional yang prima. Persatuan menjadi salah satu kunci mewujudkannya. Jika tantangan ini dilalui tanpa masalah berarti, maka prasyarat menjadi bangsa besar berada di genggaman Indonesia. Segala daya dan upaya melemahkan persatuan tentu tidak akan membuahkan hasil. Tinggal selanjutnya meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang berdaya saing global. Suasana penuh persatuan akan memberikan kondusifitas bagi pencapaian kemajuan bangsa yang berkelanjutan.

Budaya ksatria dan sportifitas dalam kompetisi global mesti ditunjukkan bangsa ini. Balasa dendam melakukan belah bambu semestinya tidak dilakukan. Keteladanan ini penting guna menjaga kewibawaan bangsa yang menunjukkan siap memimpin peradaban ke depan.

RIBUT LUPIYANTO

Deputi Direktur C-PubliCA (Center for Public Capacity Acceleration); Blogger

Recent Posts

Cara Islam Menyelesaikan Konflik: Bukan dengan Persekusi, tapi dengan Cara Tabayun dan Musyawarah

Konflik adalah bagian yang tak terelakkan dari kehidupan manusia. Perbedaan pendapat, kepentingan, keyakinan, dan bahkan…

11 jam ago

Beragama dalam Ketakutan: Antara Narasi Kristenisasi dan Persekusi

Dua kasus ketegangan umat beragama baik yang terjadi di Rumah Doa di Padang Kota dan…

12 jam ago

Bukti Nabi Sangat Menjaga Nyawa Manusia!

Banyak yang berbicara tentang jihad dan syahid dengan semangat yang menggebu, seolah-olah Islam adalah agama…

12 jam ago

Kekerasan Performatif; Orkestrasi Propaganda Kebencian di Ruang Publik Digital

Dalam waktu yang nyaris bersamaan, terjadi aksi kekerasan berlatar isu agama. Di Sukabumi, kegiatan retret…

1 hari ago

Mengapa Ormas Radikal adalah Musuk Invisible Kebhinekaan?

Ormas radikal bisa menjadi faktor yang memperkeruh harmoni kehidupan berbangsa serta menggerogoti spirit kebhinekaan. Dan…

1 hari ago

Dari Teologi Hakimiyah ke Doktrin Istisyhad; Membongkar Propaganda Kekerasan Kaum Radikal

Propaganda kekerasan berbasis agama seolah tidak pernah surut mewarnai linimasa media sosial kita. Gejolak keamanan…

1 hari ago