Narasi

Bom Makasar Dan 5 Maksiyat Agama Di Dalamnya

Tanah air kembali diguncang oleh bom bunuh diri. Kali ini sebuah gereja di Makassar menjadi sasarannya. Pelakunya diduga berasal dari gerakan teroris yang berafiliasi dengan Islam. Meski tidak ada korban jiwa selain 2 pelakunya, hal ini menunjukkan bahwa masih banyak muslim memiliki cacat nalar mengenai berbagai pelanggaran agama atau maksiyat terkait bom bunuh diri di tengah keramaian.

5 Maksiyat Agama Di Dalam Bom Makasar

Bila dilihat dari kacamata agama Islam, cukup banyak maksiyat yang timbul dari bom bunuh diri. Maksiyat itu dapat dirangkum dalam beberapa poin sebagai berikut bersama dalil agama tentangnya:

Pertama, menyakiti diri sendiri. Padahal Islam tidak selalu memenangkan ibadah saat mengancam keselamatan jiwa. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari dari ‘Amr ibn ‘Ash dinyatakan:

Berkata ‘Amr ibn ‘Ash: Aku mimpi basah di suatu malam yang dingin, saat perang Dzatis Salaasil. Lalu aku merasa khawatir bila aku mandi, maka aku mati. Lalu akupun bertayamum dan salat subuh bersama kawan-kawanku. Perbuatanku itu kemudian dilaporkan oleh para sahabatku kepada Nabi Muhammad salallahualaihi wasallam, Nabi lalu bersabda: “Hai ‘Amr, apakah engkau salat bersama kawan-kawanmu dalam keadaan hadas besar?” Lalu aku mengungkapkan alasanku tidak mandi kepada Beliau. Dan aku berkata: “Aku mendengar Allah berfirman: ‘Janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. Rasulullah salallahualaihi wasallam pun tertawa dan tidak mengatakan apapun (HR. Abi Dawud, al-Hakim dan selainnya).

Hadis di atas menunjukkan bahwa sekedar hawa dingin yang dapat berpotensi mengancam keselamatan jiwa, dapat menjadi alasan diperbolehkannya bertayamum. Islam tidak memaksakan pemeluknya untuk beribadah bila dapat membahayakan jiwa. Apalagi bila jelas-jelas membahayakan jiwa sebagaimana bunuh diri. Terlebih dampak yang ditimbulkannya tidak jelas apakah menguntungkan Islam sebagaimana dalam perang zaman Nabi, atau justru merugikan Islam sebab berbagai dampak yang ditimbulkannya.

Kedua, menyakiti orang lain. Tidak bisa dipungkiri bahwa bom bunuh diri dapat menimbulkan korban dari pihak mana saja. Baik non muslim atau muslim. Baik yang pro pemerintah atau yang kontra. Baik kerugian berupa hilangnya jiwa seseorang hartanya. Tindakan ini tentunya masuk kategori tindakan menyakiti orang lain. Nabi bersabda:

“Sesungguhnya umatku yang bangkrut adalah orang yang pada hari kiamat datang dengan shalat, puasa, dan zakat, tetapi ia selalu mencaci-maki, menuduh, dan makan harta orang lain serta membunuh dan menyakiti orang lain. Setelah itu, pahalanya diambil untuk diberikan kepada setiap orang dari mereka hingga pahalanya habis, sementara tuntutan mereka banyak yang belum terpenuhi. Selanjutnya, sebagian dosa dari setiap orang dari mereka diambil untuk dibebankan kepada orang tersebut, hingga akhirnya ia dilemparkan ke neraka” (HR Muslim).

Ketiga, cara memperingatkan pemerintah dengan tindakan semacam bom bunuh diri telah menyalahi cara-cara yang diajarkan nabi tentang amar makruf nahi mungkar terhadap pemerintah. Nabi Muhammad bersabda:

Siapa yang hendak memberi nasihat kepada pemimpin, hendaknya janganlah menyampaikannya di hadapan orang banyak. Sampaikan di tempat pribadi. Apabila ia menerima, maka sudah seharusnya. Apabila tidak, maka orang itu sudah menunaikan kewajibannya (HR. Al-Hakim).

Hadis ini mengajarkan kita untuk mengingatkan pemerintah dengan cara-cara yang santun. Bahkan dalam memberi nasihat pun ditekankan untuk dalam kesempatan pertemuan secara pribadi. Lalu, adakah kesantunan dalam tindakan bunuh diri?

Keempat, memecah belah persatuan umat Islam. Apakah semua muslim setuju soal bom bunuh diri? Jawabnnya bisa diperkirakan 99% adalah tidak. Fakta ini tentunya akan menambah daftar panjang faktor yang dapat memicu perpecahan umat Islam selain perbedaan metode dalam mendakwahkan Islam. Perpecahan seperti ini dilarang oleh Islam berdasarkan ayat:

وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللّٰهِ جَمِيْعًا وَّلَا تَفَرَّقُوْا ۖ

Berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, janganlah bercerai berai (QS. Ali ‘Imran [3] 103).

Kelima, menyakiti non muslim yang hidup damai berdampingan dan muslim. Padahal non muslim yang hidup berdampingan dengan umat muslim tidak boleh disakiti. Nabi Muhammad bersabda:

 “Siapa menyakiti dzimmi (non muslim yang hidup berdampingan dengan muslim), maka sungguh ia menyakitiku. Dan siapa menyakitiku, maka sungguh ia menyakiti Allah.” (HR. Imam al-Thabrani)

Kesimpulan

Dari berbagai uraian di atas dapat kita fahami bahwa bom bunuh diri telah mengakibatkan munculnya maksiyat yang tak kalah besar dengan maksiyat (dalam pandangan pelakunya), yang hendak mereka hapuskan lewat bom bunuh diri. Lalu bagaimana bisa mereka begitu yakin kebenaran bersama mereka? Padahal dalam kesempatan yang sama ada banyak kemaksiyatan yang timbul dari tindakan mereka. Seharusnya penjelasan-penjelasan seperti ini dapat membantu kita untuk memiliki nalar lebih baik lagi dalam memandang tindakan bom bunuh diri.

This post was last modified on 29 Maret 2021 3:29 PM

Mohammad Nasif

Recent Posts

Kultur yang Intoleran Didorong oleh Intoleransi Struktural

Dalam minggu terakhir saja, dua kasus intoleransi mencuat seperti yang terjadi di Pamulang dan di…

2 hari ago

Moderasi Beragama adalah Khittah Beragama dan Jalan Damai Berbangsa

Agama tidak bisa dipisahkan dari nilai kemanusiaan karena ia hadir untuk menunjukkan kepada manusia suatu…

2 hari ago

Melacak Fakta Teologis dan Historis Keberpihakan Islam pada Kaum Minoritas

Serangkaian kasus intoleransi dan persekusi yang dilakukan oknum umat Islam terhadap komunitas agama lain adalah…

2 hari ago

Mitos Kerukunan dan Pentingnya Pendekatan Kolaboratif dalam Mencegah Intoleransi

Menurut laporan Wahid Foundation tahun 2022, terdapat 190 insiden intoleransi yang dilaporkan, yang mencakup pelarangan…

2 hari ago

Jaminan Hukum Kebebasan Beragama bisa Menjamin Toleransi?

Indonesia, dengan kekayaan budaya, agama, dan kepercayaan yang beragam, seharusnya menjadi contoh harmoni antar umat…

3 hari ago

Mencegah Persekusi terhadap Kelompok Minoritas Terulang Lagi

Realitas kekayaan budaya, agama, dan kepercayaan di Indonesia seharusnya menjadi fondasi untuk memperkaya keberagaman, namun…

3 hari ago