Pancasila, Ilham Ilahi
Pada tanggal 1 Juni 1945, beberapa saat sebelum kita mengadakan proklamasi Agustus 1945, aku telah berkata, Pancasila inilah satu-satunya dasar bagi kita. Baik sebagai bangsa, maupun sebagai negara, untuk menyadikan bangsa yang kuat utuh, untuk menjadi Negara yang kuat.
Saudara-saudara, aku mengucapkan suka-syukur kepada Tuhan yang selalu aku tidak lupa saudara-saudara, syukur alhamdulillah kepada Tuhan ini mengucapkan suka-syukur kepada Tuhan, bahwa Tuhan sebgmn yg aku, aku terima & rasakan, telah memberi ilham kepada ku untuk mengusulkan kepada bangsa Indonesia dasar Pancasila ini. Tidak kah saudara-saudara masih ingat kepada pidato saya, baik di Senayan itu, di situ, maupun di Istana Negara, bahwa pada malam akan terjadinya sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai. Yang harus merencanakan dasar Negara, yang akan terjadi, yaitu pada tanggal 31 Mei malam 1 Juni malam itu, karena keesokan harinya tanggal 1 Juni aku diharuskan berpidato dihadapan Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai untuk mengusulkan dasar Negara, bahwa pada malam itu aku telah keluar dari rumahku di Pegangsaan Timur, pergi keluar menengadah mukaku ke langit. Melihat kepada bintang di langit yg beribu-ribu dan berjuta-juta. Dan bahwa pada waktu itu memohon, menangis kepada Allah SWT, ya Allah, ya Robi, berilah petunjuk kepadaku apa yang besok pagi akan aku usulkan daripada Negara kita yg akan datang. Dan bahwa sesudah itu aku tidur, & bahwa pada esok harinya aku mempunyai keyakinan, bahwa dasar yang harus aku usulkan ialah Pancasila.
Ingatlah saudara-saudara, akan uraian itu dariku kepada khalajak ramai? Oleh karena itu bagiku, bagiku, bagiku,. Pancasila ini adalah semacam satu ilham daripada Allah SWT kepdku. Dan memang malamnya, tadinya aku mohon kepada Allah supaja diberi petunjuk, aku kemudian tidur & bangun, aku mempunyai kejakinan akan benarnya, tepatnya Pancasila ini.
Dan aku tidak lupa saudara-saudara, bukan saja, sampai aku masuk lobang kubur, moga-moga di akhirat aku tetap bisa mengucapkan syukur, ya Allah, ya Robi, aku berterima kasih kepadaMu, bahwa engkaulah yg memberi ilham kepadaku akan Pancasila. Skr ini saudara-saudara, ada orang yg berkata, Bung Karno sekedar hanya penggali Pancasila: Bung karno sekedar hanya perumus Pancasila. Lho, memang, memang saudara-saudara, aku berterima kasih syukur kehadirat Allah SWT, bahwa aku dijadikan oleh Tuhan perumus Pancasila: dijadikan oleh Tuhan penggali daripada 5 mutiara yg terbenam di dalam buminya rakjat Indonesia ini, jaitu lima mutiara Pancasila. Bahwa Tuhan memberikan padaku itu saja saudara-saudara, penggali, perumus ataupun apa saja namanya, Masya Allah, Allahhu Akbar, aku mengucapkan suka-syukur kepada-Nya, sampai nanti di muka Allah SWT sendiri. Dan kalau ada orang berkata, he Bung Karno kau cuma sekedar penggali, sekedar perumus Pancasila aku berkata memang, ya saya perumus Pancasila, aku penggali Pancasila. Dan aku telah bersyukur, bersyukur; kok aku, dijadikan oleh Tuhan perumus daripada Pancasila, penggali daripada Pancasila ini.
Saya bukanlah pencipta Pancasila, saya bukanlah pembuat Pancasila. Apa yang saya kerjakan tempo hari, ialah sekadar memformuleer perasaan-perasaan yg ada di dalam kalangan rakyat dengan beberapa kata-kata, yang saya namakan “Pancasila”. Saya tidak merasa membuat Pancasila. Dan salah sekali jika ada orang mengatakan bahwa Pancasila itu buatan Soekarno, bahwa Pancasila itu buatan manusia. Saya tdk membuatnya, saya tdk menciptakannya. Jadi apakah Pancasila buatan Tuhan, itu lain pertanyaan.
Aku bertanya. Aku melihat daun daripada pohon itu hijau. Nyata hijau itu bukan buatanku, bukan buatan manusia. Apakah warna hijau daripada daun itu dus buatan Tuhan? Terserah kpd saudara-saudara utk menjawabnya. Aku sekedar konstateren, menetapkan dengan kata-kata satu keadaan. Di dalam salah satu amanat yang saya ucapkan dihadapan resepsi para penderita cacat beberapa pekan yg lalu, saya berkata bahwa saya sekedar menggali di dalam bumi Indonesia & mendapatkan lima berlian, & lima berlian inilah saya anggap dapat menghiasi tanah air kita ini dengan cara yg seindah-indahnya. Aku bukan pembuat berlian ini: aku bukan pencipta dari berlian-berlian ini, sebagaimana aku bukan pembuat daun yang hijau itu. Padahal aku menemukan itu ada daun hijau”. Jikalau ada seseorang Saudara berkata bahwa Pancasila adl buatan manusia, aku sekedar menjawab: “Aku tdk merasa membuat Pancasila itu; tidak merasa menciptakan Pancasila itu”.
Aku memang manusia. Manusia dengan segala kedaifan dari pada manusia. Malahan manusia yang tidak lebih daripada saudara-saudara yang kumaksudkan itu tadi. Tetapi aku bukan pembuat Pancasila; aku bukan pencipta Pancasila. Aku sekedar memformuleerkan adanya beberapa perasaan di dalam kalangan rakyat yang kunamakan “Pancasila”. Aku menggali di dalam buminya rakyat Indonesia, & aku melihat di dalam kalbunya bangsa Indonesia itu ada hidup lima perasaan. Lima perasaan ini dapat dipakai sbg mempersatu daripada bangsa Indonesia yg 80 juta ini. Dan tekanan kata memang kuletakan kepada daya pemersatu daripada Pancasila itu.
Di belakangku terbentang peta Indonesia, yang terdiri dari berpuluh-puluh pulau yg besar besar, beratus-ratus, beribu-ribu bahkan berpuluh-puluh ribu pulau-pulau yg kecil-kecil. Di atas kepulauan yg berpuluh-puluh ribu ini adl hidup satu bangsa 80 juta jumlahnya. Satu bangsa yang mempunyai aneka warna adat istiadat, Satu bangsa yg mempunyai aneka warna cara berfikir. Satu bangsa yg mempunyai aneka warna cara mencari hidup. Satu bangsa yg beraneka warna agamanya.
Bangsa yang berdiam di atas puluhan ribu pulau antara Sabang dan Merauke ini, harus kita persatukan bilamana bangsa ini ingin tergabung di dlm satu Negara yg kuat. Maksud kita yg pertama sejak daripada zaman kita melahirkan gerakan nasional ialah mempersatukan bangsa yg 80 juta ini di dalam satu Negara yg kuat. Kuat, karena berdiri di atas kesatuan geografie, kuat pula oleh karena berdiri di atas kesatuan tekad. Pada saat kita menghadap kemungkinan utk mengadakan proklamasi kemerdekaan, & alhamdulillah bagi saya pada saat itu bukan lagi kemungkinan tetapi kepastian, kita menghadapi soal bagaimana Negara hendak datang ini, kita letakan di atas dasar apa. Maka di dalam sidang daripada para pemimpin Indonesia seluruh Indonesia, difikir-fikirkan soal ini dg cara yg sedlm-dlmnya. Di dalam sidang inilah buat pertama kali saya formuleeren apa yang kita kenal sekarang dengan perkataan “Pancasila”. Sekedar formuleren, oleh karena lima perasaan ini telah hidup berpuluh-puluh tahun bahkan beratus-ratus tahun di dlm kalbu kita. Siapa yg memberi bangsa Indonesia akan perasaan-perasaan ini? Saya Sebagai orang yg pecaya kepada Allah SWT berkata: “Sudah barang tentu yg memberikan perasaan-perasaan ini kepada bangsa Indonesia ialah Alah SWT pula”.
(kutipan Pidato Bung Karno Presiden RI Pertama tentang Pancasila sebagai Dasarnya Bangsa Indonesia)
This post was last modified on 30 September 2016 5:51 PM
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…
Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…
Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…