Narasi

Distorsi Makna Hijrah; Belajar dari Deportan dan Returnee ISIS

Pernahkah Anda mendengar tentang deportan dan returnee ISIS? Deportan ISIS adalah individu-individu berlatar belakang WNI yang pernah bergabung dengan ISIS dsn berniat tinggal di wilayah yang dikuasai ISIS, namun kemudian tertangkap dan dipulangkan paksa (deportasi) dari negara transit.

Sedangkan returnee adalah sebutan untuk WNI yang telah berhasil masuk dan tinggal di wilayah yang dikuasai ISIS, yakni di Irak dan Suriah, dan kembali ke tanah air. Returnee ISIS ini diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yakni kombatan dan non kombatan. Kombatan adalah mantan tentara ISIS yang dulu ikut berperang. Sedangkan non kombatan merujuk pada mantan anggota ISIS yang tidak pernah ikut berperang.

Para deportan dan returnee ISIS tidak lain adalah korban dari jebakan propaganda hijrah yang didengungkan oleh kaum radikal ekstremis. Ketika ISIS sempat berjaya dengan menguasai sejumlah wilayah di Irak dan Suriah, serta ladang-ladang minyak di dua negara tersebut, ajakan untuk hijrah bergabung dengan ISIS sempat menyihir sebagian umat Islam Indonesia dan negara lain.

Ketika itu, seruan hijrah dibungkus dengan narasi “hijrah ke negeri Syam menyambut kebangkitan khilafah islamiyyah akhir zaman”. Tidak sedikit yang kepincut dengan narasi hijrah akhir zaman ke negeri Syam tersebut.

Sejumlah muslim asal Indonesia, memutuskan hijrah ke Suriah, menjual harta benda yang dimiliki di Indonesia, sebagai bekal menuju hidup baru yang dibayarkan akan indah. Kenyataannya, ISIS tidak lebih dari hantu atau monster menakutkan sekaligus mesin pembunuh paling mengerikan.

Fenomena deportan dan returnee ISIS ini kurang menjadi bahan pelajaran penting agar umat Islam mampu memahami hakikat hijrah secara lebih konstruktif. Apalagi di tengah fenomena gejolak politik global yang terjadi belakangan ini.

Kaum radikal selalu menunggangi konflik atau perang yang terjadi di negara lain, apalagi yang melibatkan umat Islam untuk mengobarkan narasi hijrah dan jihad. Hijrah yang dimaksud oleh kaum radikal ekstrem itu adalah meninggalkan negara asal menuju negara yang tengah berkonflik.

Seruan hijrah ini juga menggema di tengah panasnya konflik antara Palestina dan Israel yang kini menyeret Iran. Ajakan untuk hijrah fisik menuju Palestina bergema di media sosial, terutama di tengah momen Tahun Baru Islam, 1 Muharam.

Di titik ini, umat Islam wajib waspada dan siaga dengan segala seruan hijrah yang dikemas dalam berbagai narasi tersebut. Umat Islam wajib memahami hakikat hijrah di tengah gejolak geopolitik kontemporer ini.

Jangan sampai, gelombang hijrah ke Suriah beberapa tahun lalu terulang lagi dalam kasus Palestina. Kita patut bercermin dan belajar dari fenomena deportan dan returnee ISIS. Meraka adalah korban dari pemaknaan hijrah dan jihad yang dangkal.

Jika menengok ke belakang, hijrah yang dilakukan Nabi Muhammad memang berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Atau disebut juga dengan istilah hijrah makaniyah. Namun, hijrah makaniyah ala Nabi Muhammad adalah berpindah dari wilayah yang tidak aman ke wilayah yang aman. Mekkah kala itu bisa disebut sebagai wilayah yang tidak aman bagi Rasulullah.

Di sana ia mendapatkan intimidasi dan kekerasan sehingga keselamatan dirinya terancam. Di sini, bisa disimpulkan bahwa hijrah Rasulullah itu merupakan bagian dari maqasyid syariah yakni menjaga nyawa, agama, akal, keturunan, dan harta benda.

Di era sekarang, konsep hijrah yang demikian justru dibalik. Kaum radikal ekstrem justru mengajak umat Islam hijrah dari negara asal yang aman dan damai, menuju negara konflik yang penuh huru-hara dan peperangan.

Di tengah kondisi dunia yang diwarnai konflik dan peperangan di berbagai wilayah,  peringatan tahun baru hijriah kiranya menjadi momentum untuk membangun spirit hijrah yang konstruktif bukan destruktif. Umat Islam harus mengembangkan gerakan hijrah subtantif, yang bukan sekedar mengekspresikan ajaran agama secara simbolik.

Hijrah idealnya dipahami sebagai sebuah gerakan transformasi intelektual dan sosial. Yakni tumbuhnya kesadaran untuk mengubah mindset umat ke arah yang lebih rasional. Artinya, umat Islam harus beranjak dari pola pikir yang irasional seperti fanatik, impulsif, dan sejenisnya menuju pola pikir yang lebih mengedepankan nalar kritis. Berpikir kritis menjadi salah satu modal penting di tengah kompleksitas perang narasi di era digital yang kerap menyesatkan umat.

Selain transformasi intelektual, hijrah di era kontemporer idealnya juga dimaknai ke dalam gerakan transformasi sosio-kultural. Yakni menginisiasi perubahan perilaku individu dan masyarakat dari yang tadinya destruktif menuju perilaku konstruktif. Perilaku konstruktif itu meliputi sikap toleran dalam beragama, menjunjung hak dan kebebasan setiap individu, serta menghargai setiap keunikan budaya yang berkembang di masyarakat.

Di tengah gejolak geopolitik kontemporer, hakikat hijrah harus dipahami secara kontekstual. Bukan sekadar FoMO alias ikut-ikutan. Dari fenomena deportan dan returnee ISIS, kita belajar bahwa propaganda hijrah ke negara konflik yang digaungkan kaum radikal ekstrim itu adalah ajakan yang sesat dan menyesatkan.

Nurrochman

Recent Posts

Khoiru Ummah adalah Ide Kemanusiaan, bukan Semangat Sektarian

Umat terbaik atau “khairu ummah” adalah salah satu kredo dalam ajaran Islam yang nyaris selalu…

9 menit ago

Menyoal Hijrah Salafi; Hegemoni Eksklusivisme Komunal Berkedok Purifikasi Agama

Dalam beberapa tahun belakangan kita menyaksikan sebuah fenomena baru dalam lanskap keislaman di Indonesia. Yakni…

1 hari ago

Menelaah Visi Hijrah: Dari Persaudaraan Sempit-Fanatik Menuju Persaudaraan Kebangsaan

Setiap tahun baru Islam tiba, umat Muslim diingatkan pada satu peristiwa agung dalam sejarah Islam: hijrah…

1 hari ago

Refleksi Tahun Baru Islam 1447 Hijriah; Meneladani Cara Nabi Muhamad Membangun Kota Madinah yang Majemuk

Tahun Baru Islam 1447 Hijriah menjadi momen penting untuk merenungkan kembali makna hijrah dalam kehidupan…

1 hari ago

Hijrah Perilaku Digital: Dari Kubangan Provokasi Menuju Kejernihan Literasi

Dalam konteks dunia modern yang serba digital, makna hijrah perlu dimaknai ulang secara lebih relevan.…

4 hari ago

Hijrah Digital; Mempertebal Hubbul Wathan di Era Kecerdasan Buatan

Transformasi digital mengubah seluruh lanskap kehidupan manusia. Tidak terkecuali dalam konteks beragama. Bagi umat Islam,…

4 hari ago