Narasi

Selebrasi Kemerdekaan Sebagai Resiliensi Kultural di Tengah Ancaman Ideologi Transnasional

Peringatan HUT RI ke-80 tahun berlangsung meriah sekaligus khidmat di seluruh penjuru negeri. Di tengah gelombang desakralisasi bendera merah putih yang santer di media sosial, dan munculnya pengharaman kegiatan Agustusan oleh kalangan konservatif kanan, peringatan Hari Kemerdekaan ternyata tidak kehilangan daya magisnya. Di media sosial, netizen bisa saja berdebat tentang urgensi dan hukum merayakan Hari Kemerdekaan. Namun, di dunia nyata antusiasme masyarakat untuk merayakan Hari Kemerdekaan nyatanya tidak terbendung.

Jalanan kota hingga pedesaan riuh oleh bendera merah putih, dan umbul-umbul, serta aksesoris khas Hari Kemerdekaan lain. Beragam lomba warga digelar menyemarakkan bulan Agustus. Upacara Bendera 17 Agustus digelar di Istana sampai lapangan desa. Semua antusias merayakan Hari Kemerdekaan.

Selebrasi kemerdekaan bukan sekadar ekspresi kegembiraan kolektif warga dalam merayakan hari penting dalam sejarah bangsa. Lebih dari itu, selebrasi kemerdekaan juga menandai resiliensi sosial kultural bangsa Indonesia dalam menghadapi ancaman ideologi trans nasional. Dalam beberapa tahun belakangan, penetrasi ideologi keagamaan trans-nasional kian tidak terbendung.

Propaganda daulah atau khilafah Islamiyyah menyebar ke ruang publik dengan beragam strategi dan kemasan. Apalagi di era digital, ketika ancaman ideologi lebih banyak hadir melalui narasi-narasi halus yang acap membuat publik dan umat terbuai tanpa sadar. Propaganda Ideologi trans nasional di era digital ini hadir melalui budaya populer seperti siniar(podcast), film, musik, stand up comedy, dan berbagai produk kesenian massa lainnya.

Meski hadir dalam pendekatan kultural yang halus, ideologi dan gerakan transnasional bukan tanpa bahaya. Ideologi ini menyerang titik-titik krusial yang selama ini menjadi pilar bangsa. Antara lain, komitmen nasionalisme alias kecintaan terhadap tanah air. Ideologi transnasional sangat anti pada konsep nasionalisme. Nasionalisme dianggap tidak memiliki dalil dalam Islam dan bertentangan dengan ajaran Rasulullah. Sebaliknya, paham transnasional bertumpu pada imajinasi transnasionalisme dimana seluruh wilayah dunia berada dalam kekuasaan Islam.

Selain anti-nasionalisme, ideologi trans-nasional juga anti pada lokalitas budaya. Budaya lokal yang tumbuh di masyarakat dicap sebagai bidah dan melanggar syariah. Seluruh kebudayaan lokal harus diseragamkan ke dalam satu jenis kebudayaan yang diklaim islami yang berasal dari Timur Tengah. Terakhir, ideologi transnasional juga pro kekerasan.

Dalam gerakan transnasional, transformasi sosial dan sistem politik yang menjadi agenda utama itu harus diperjuangkan melalui cara-cara kekerasan. Kekerasan dianggap sebagai jalan paling memungkinkan untuk mewujudkan penegakan syariah dan khilafah Islamiyyah.

Ideologi transnasional yang merangsek melalui pendekatan budaya dan narasi halus ini harus dilawan dengan startegi budaya dan sosial yang juga kuat. Masyarakat wajib memiliki daya tahan alias resiliensi dalam membendung arus transnasionalisasi ideologi tersebut. Salah satunya adalah dengan merawat tradisi dan budaya lokal yang mencerminkan kolektivitas dan persatuan warga.

Tradisi pesta rakyat Agustusan merupakan bagian dari kearifan lokal yang menandai benang merah sejarah kemerdekaan Indonesia. Pesta rakyat Agustusan merupakan momentum tahunan untuk mengekspresikan kebahagiaan sekaligus kebanggaan atas kondisi kemerdekaan. Pesta rakyat Agustusan ini menjadi simbol resiliensi sosial dan kultural warga.

Dari sisi ekonomi, jelas pesta rakyat Agustusan berkontribusi pada perputaran uang dalam jumlah yang tidak sedikit. Pesta rakyat Agustusan adalah geliat ekonomi di level akar rumput, yang membiarkan para pelaku usaha kecil dan masyarakat secara langsung. Dampak ekonomi selebrasi kemerdekaan ini terasa langsung bagi para pelaku UMKM dan sejenisnya. Mereka pun ikut merasakan pesta dengan mendapat keuntungan finansial.

Dari sisi sosial dan budaya, pesta rakyat Agustusan menjadi simbol gotong royong dan kolektivisme warga. Pesta rakyat adalah momen ketika masyarakat dari segala lapisan dan kelompok sosial bersatu di ruang publik dan berbagai kegembiraan bersama. Euforia selebrasi kemerdekaan itu menggambarkan bahwa setiap individu merasa menjadi bagian dari komunitas besar bernama Indonesia. Ikut andil dalam pesta rakyat Agustusan adalah bagian dari penegasan identitas sebagai warga Indonesia.

Dari sisi keagamanan, selebrasi kemerdekaan menggambarkan wujud syukur kepada Allah dengan cara-cara yang lebih adaptif pada budaya Nusantara. Selebrasi kemerdekaan yang mewujud pada bermacam pesta rakyat adalah ekspresi syukur atas karunia Tuhan. Bersyukur tidak harus selalu diwujudkan melalui ritual simbolik seperti bersujud atau berdoa dan sejenisnya. Kegiatan budaya pun bisa menjadi sarana mengekspresikan rasa syukur pada karunia Allah.

Terakhir, dalam konteks ideologis, selebrasi kemerdekaan adalah bagian dari membangun daya tahan alias resiliensi masyarakat terhadap penetrasi ideologi transnasional. Pakaian adat dalam upacara, nyanyian dan tarian tradisional yang menggema di momen Hari Kemerdekaan, serta berbagai permainan tradisional yang menyemarakkan acara Agustusan adalah produk budaya khas Nusantara yang tidak dapat ditemui di negara lain. Agustusan adalah kearifan lokal yang terinspirasi dari ajaran agama (Islam) dan budaya Nusantara.

Desi Ratriyanti

Recent Posts

Mengapa Kita Masih Lomba Makan Kerupuk? : Ritual Kemerdekaan dan Persatuan

Setiap Agustus tiba, ada sensasi déjà vu yang unik. Jalanan tiba-tiba dipenuhi bendera, gapura dicat ulang, dan…

1 menit ago

Pesta Rakyat dan Perlawanan Terhadap Perpecahan

Pada tahun 2025, Indonesia merayakan usia kemerdekaannya yang ke-80. Pesta Rakyat yang digelar setiap tahunnya…

2 menit ago

Membumikan Hubbul Wathan di Tengah Ancaman Ideologi Transnasional

Peringatan hari kemerdekaan Indonesia setiap 17 Agustus bukan hanya sekadar momen untuk mengenang sejarah perjuangan…

4 hari ago

Tafsir Kemerdekaan; Reimajinasi Keindonesiaan di Tengah Arus Transnasionalisasi Destruktif

Kemerdekaan itu lahir dari imajinasi. Ketika sekumpulan manusia terjajah membayangkan kebebasan, lahirlah gerakan revolusi. Ketika…

4 hari ago

Dari Iman Memancar Nasionalisme : Spirit Hubbul Wathan Minal Iman di Tengah Krisis Kebangsaan

Ada istilah indah yang lahir dari rahim perjuangan bangsa dan pesantren nusantara: hubbul wathan minal iman —…

4 hari ago

Merayakan Kemerdekaan, Menghidupkan Memori, Merajut Dialog

Setiap Agustus, lanskap Indonesia berubah. Merah putih berkibar di setiap sudut, dari gang sempit perkotaan…

5 hari ago