Narasi

Hari Tasyrik di Tengah Pandemi : Perbanyaklah Berbagi dan Dzikir, Jangan Banyak Provokasi dan Nyinyir

Hari Idul Adha adalah hari penuh makna. Ada kisah mengangumkan yang menyiratkan pelajaran berharga. Napak tilas Nabi Ibrahim dan keluarganya mengisahkan ketulusannya sehingga diwujudkan dalam ritual luar biasa berupa haji dan kurban.

Selain, dua ritual penting itu, Islam memuliakan bulan Dzulhijjah dengan adanya hari tasyrik. Keagungan hari Tasyrik ini sebagaimana tersirat dalam al Qur’an, Allah berfirman, “Ingatlah Allah pada Ayyam Ma’dudat (hari-hari tertentu)”. (QS. Al Baqarah: 203).

Mayoritas ulama sebagaimana Ibnu Katsir dalam tafsirnya menukil pendapat Ibnu Abbas sepakat dengan menafsirkan dan memahami hari-hari itu dengan hari Tasyrik, yakni tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah. Dalam suatu riwayat Abu Salamah, Rasulullah bersabda, “Bahwasanya hari itu (Ayyam Ma’dudat) adalah hari makan dan minum serta dzikir” (HR. Ahmad). Hari ini dilarang berpuasa dan perbanyaklah takbir dan dzikir.

Dalam hari tasyrik inilah, disunnahkan umat Islam untuk selalu bertakbir dan berdzikir. Tiga hari istimewa ini menjadi penting untuk juga dimanfaatkan selain hari raya Idul Adha itu sendiri. Di tengah pandemi yang juga belum kunjung mereda, memperbanyak takbir dan dzikir merupakan keutamaan yang cocok dalam menghiasi hari tasyrik.

Hari tasyrik adalah hari makan bersama yang memiliki arti hari berbagi. Hari di mana umat Islam mengorbankan kepunyaannya kepada mereka yang membutuhkan agar sama-sama merasakan indahnya berkurban. Hari tasyrik di tengah pandemi cocok menjadi semangat umat untuk saling berbagi dan peduli kepada mereka yang terdampak secara ekonomi.

Jika kita tidak mampu berbagi setidaknya bisa berempati. Jika tidak bisa berempati sekalipun minimal kita tidak selalui nyinyir, apalagi provokasi. Di hari yang agung ini perbanyaklah dzikir dan takbir jangan hanya rajin mencari kesalahan orang lain. Orang nampak begitu mudah salah, sementara dirinya akan selalu merasa suci dan benar.

Jika memang tidak mampu berbagi dan peduli setidaknya tidak selalu nyinyir dan menebar provokasi. Berapa banyak nyawa yang sudah melayang karena pandemi ini, sementara kita hanya sibuk mencari konspirasi dan kadang mencari kesalahan orang lain. Kesana kemari melempar komentar dengan tujuan viral dan cari sensasi dengan komentar nyinyir dan provokatif.

Kenapa selalu banyak nyinyir dan mudah provokasi? Iya, kita kurang banyak dzikir dan merasa diri tidak terawasi sama sekali atas tindakan dan ucapakan kita. Seandainya orang selalu dzikir, ia akan selalu merasa terawasi sehingga menyebabkan hati menjadi keras. Hati yang keras bisa menularkan ucapan dan tindakan yang kasar.

Rasulullah bersabda : “Janganlah kalian banyak berbicara tanpa berdzikir kepada Allah, karena sesungguhnya berbicara terlalu banyak tanpa berdzikir kepada Allah mengeraskan hati. Dan sesungguhnya manusia yang paling jauh dari Allah adalah orang- orang yang keras hatinya.” (HR Tirmidzi).

Nah, orang yang banyak nyinyir dan provokasi sebenarnya orang yang jarang berdzikir. Dia lebih banyak berbicara tanpa faedah dan manfaat justru bisa menimbulkan mudharat bagi orang lain, apalagi di masa pandemi. Karena itulah, di momentum hari tasyrik sebagai hari dzikir ini umat Islam harus memperbanyak dzikir dan memohon ampun agar ujian pandemi ini segera berakhir.

Pandemi masalah bersama. Ini bukan hukum bagi kelompok tertentu, tetapi sebagai ujian bersama yang harus dipikul bersama. Pemerintah bekerja keras. Tenaga kesehatan tanpa lelah mendampingi para korban. Lalu, kita nyinyir dan menebar provokasi? Ingat jika tidak bisa peduli, setidaknya diam untuk tidak memprovokasi. Jika tidak bisa diam, perbanyaklah dzikir!

This post was last modified on 22 Juli 2021 5:08 PM

Imam Santoso

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

3 hari ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

3 hari ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

3 hari ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

4 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

4 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

4 hari ago