Narasi

Indonesia Sudah Islami Tanpa Khilafah

Historitas khilafah dalam Islam dipandang sebagai suatu sistem pemerintahan yang ideal. Khilafah mampu menyelesaikan kemiskinan, ketimpangan, ketidakadilan, dan permasalahan kebangsaan lainnya. Akan tetapi adopsi sistem khilafah yang sembarangan, justru dimanfaatkan oleh beberapa kelompok sebagai kendaraan untuk mencapai tujuannya. Apalagi hadir di tengah-tengah masyarakat Indonesia dengan kultur agamis, kelompok pengusung khilafah semakin mendapatkan angin segar.

Dalam kasus bencana, kelompok khilafah menyebarkan narasi tersebut dalam bentuk tulisan. Melalui kolom media, mereka menjelaskan tentang bagaimana sistem khilfah mampu menyelesaikan persoalan kebencanaan yang sedang terjadi. Kemudian narasi yang sama juga disematkan dalam pemberian bantuan. Prosesi penyerahan bantuan tidak lupa diiringi oleh pencitraan dan menciptakan doktrin dasar di masyarakat bahwa khilafah adalah sistem yang baik dan harus dilaksanakan.

Menurut kelompok khilafah, bencana yang terjadi merupakan hukuman dari Allah swt atas bangsa yang tidak mau menerapkan sistem khilafah. Seperti halnya kisah umat terdahulu yang terkena azab karena tidak menjalankan ajaran Nabi ataupun Rasul. Khilafah adalah sistem mutlak yang harus diterapkan sepanjang zaman oleh setiap negara. Sistem khilafah dianggap sebagai warisan Rasul serta para shahabatnya untuk memperoleh kehidupan yang makmur dalam suatu negara.

            Membantah Narasi Khilafah

“Terkadang berpikir mistis lebih disenangi dibandingkan berpikir kritis,” ucap Dr. Fahruddin Faiz tempo hari. Perkaataan tersebut secara tidak langsung mengkritik kebiasaan yang malas berpikir tentang asal mula kejadian secara logis. Lebih senang menalarkan segala sesuatunya secara mistis karena tidak perlu mencari data ataupun memikirkan secara mendalam.

Corak pemikiran tersebut diterapkan pada khilafah yang dijadikan solusi terhadap kebencanaan. Pemikiran khilafah dalam konteks kebencanaan hanya didasarkan faktor historis tanpa memperhatikan penerapan dan adaptasinya di zaman sekarang. Secara membabi buta mereka meneriakkan khilafah sebagai solusi tanpa adanya bukti yang kuat. Maka tidak heran jika penyelesaian terhadap narasi khilafah disuarakan dalam bentuk kekerasan, kerusuhan, dan hal lain yang berpotensi menimbulkan ketakutan.

Melihat kenyataan itu, dapat diketahui jika khilafah sebagai solusi atas kebencanaan merupakan narasi yang lemah diwujudkan. Yang ada malahan narasi khilafah yang sengaja dimanfaatkan sebagai tunggangan untuk mencapai berbagai kepentingan mereka. Dengan mengganti sistem pemerintahan, berarti program kebangsaan kedepannya dapat digerakkan ke arah yang menguntungkan kelompok mereka. Oleh karena itu, penting kiranya untuk membantah narasi khilafah dalam semua propaganda yang dilakukan. Termasuk propaganda dalam kebencanaan, khilafah harus ditolak secara tegas.

Narasi bencana diturunkan sebab hukuman yang diberikan Allah karena bangsa Indonesia tidak mau menerapkan khilafah hanyalah siasat politik belaka. Karena jika dilihat lebih rinci, justru masyarakat Indonesia sudah Islami dari kualitas hidupnya. Mayarakat Indonesia mampu membangun jamaah yang sekian banyaknya hanya untuk menyiarkan agama Islam. Terlebih Islam menjadi mayoritas agama di Indonesia.

Indonesia sudah dianggap Islami yang berasal dari ajaran ulama-ulama terdahulu yang menyebarkan Islam di Nusantara. Bahkan ajaran-ajaran Islam sudah lebih dikenal, sebelum Islam disebarkan di bumi Nusantara. Para pendakwah seperti Walisongo menyempurnakan pemahaman tersebut menjadi agama Islam yang dikenal seperti sekarang.

Maka akan sangat rancu jika Indonesia dibilang negara yang tidak Islami, negara yang anti-Islam atau seruan serupa dengan itu. Akan sangat masuk akal jika seruan semacam itu dibuntuti oleh kepentingan yang dibawa oleh penyebarnya, seperti kekuasaan, kemewahan, dan harta berlimpah. Oleh karena itu, masyarakat jangan sampai menjadi korban dan termakan oleh propaganda yang menguntungkan kelompok berkepentingan. Masyarakat Indonesia harus menjadi sosok yang cerdas dan kritis terhadap segala problematika yang terjadi. Tidak mudah terhasut, apalagi oleh narasi yang berpotensi menggeser nasionalisme dan kedaulatan Indonesia sebagai negara Pancasila.

This post was last modified on 17 Februari 2023 2:52 PM

Nur Faizi

Recent Posts

DNA Aktivisme Gen Z: Mengelola Genetik Perubahan Anak Muda

Gelombang aktivisme anak muda, khususnya Generasi Z, semakin menjadi sorotan global. Dari Nepal, Bangladesh, Sri…

4 jam ago

Membaca Ulang Jihad ala Gen Z

Ketika berbicara tentang jihad, kerap kali kita terjebak dalam narasi yang sempit dan reduktif, seolah…

4 jam ago

Dakwah Hibrid ala HTI; Dari Menggaet Influencer ke Adaptasi Budaya Populer

Jika ada pentolan HTI yang patut diacungi jempol lantaran lihai bermanuver, maka nama Felix Shiaw…

4 jam ago

Membentuk Gen Z yang Tidak Hanya Cerdas dan Kritis, Tetapi Juga Cinta Perdamaian

Fenomena beberapa bulan terakhir menunjukkan betapa Gen Z memiliki energi sosial yang luar biasa. Di…

1 hari ago

Dilema Aktivisme Gen-Z; Antara Empati Ketidakadilan dan Narasi Kekerasan

Aksi demonstrasi yang terjadi di Indonesia di akhir Agustus lalu menginspirasi lahirnya gerakan serupa di…

1 hari ago

Menyelamatkan Gerakan Sosial Gen Z dari Eksploitasi Kaum Radikal

Gen Z, yang dikenal sebagai generasi digital native, kini menjadi sorotan dunia. Bukan hanya karena…

1 hari ago