Narasi

Inilah Akar Paham yang Memandang Negara Indonesia adalah Kafir

Masih ingatkah pada satu kelompok yang mudah mengkafirkan saudaranya semuslim dengan berbekal tiga ayat dalam al-Quran. Tiga ayat tersebut terdapat dalam surat Al Maidah yang secara berurutan menegaskan bahwa “Barang siapa yang tidak menjalankan hukum Allah maka ia termasuk orang-orang kafir (QS Al-Maidah: 44) dan “ Barang siapa yang tidak menjalankan hukum-hukum Allah maka ia termasuk orang-orang Dzalim (QS Al-Maidah: 45) dan “ Barang siapa yang tidak menjalankan hukum-hukum Allah maka ia termasuk orang-orang fasiq (QS. Al-Maidah: 47).

Berangkat dari pemahaman ayat secara dangkal dan dimanipulasi melalui penafsiran dengan kepentingan politik, ayat tersebut digunakan oleh Khawarij yang tidak sepakat dengan perjanjian damai antara Khalifah Ali dengan Muawiyah dalam peristiwa perang Shiffin. Khawarij menjadi pioneer pertama dalam mengkafirkan sesama muslim termasuk mengkafirkan perjanjian yang dibuat yang tidak berdasarkan hukum Allah. Akibatnya, logika kafir mengandung implikasi penghalalan darah sesama muslim yang dituding membuat keputusan berdasarkan hukum Allah.

Di sinilah awal mula paham pemikiran terhadap pengkafiran negara. Apakah logika Khawarij ini tumbang dan musnah? Tidak! Logika ini dibangkitkan kembali oleh generasi berikutnya oleh kelompok yang selalu memandang negara kontemporer sebagai negara kafir dan thagut yang wajib diperangi. Termasuk tudingan bahwa Indonesia merupakan negara kafir dan taghut karena berazaskan Pancasila bukan Islam adalah bangunan logika yang dibangun dari sisa fosil pemikiran Khawarij.

Kelompok yang menghidupkan fosil pemikiran Khawarij telah berkembang pesat di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Serangan terhadap dasar negara kerap muncul sebagai konsekuensi mereka menghidupkan kembali logika Khawarij dalam memandang negara.

Pertanyaannya, kenapa umat Islam tidak menghidupkan pemikiran Rasulullah ketika membangun Madinah?

Indonesia Meneladani Konstitusi Madinah Rasul

Rasulullah membangun Madinah dengan perjanjian dengan komunitas yang berbeda agama dan suku. Lalu, dengan bijak Rasulullah membangun sebuah prasasti konstitusi yang megah yang menaungi berbagai kalangan untuk hidup dalam perlindungan. Konsititusi Madinah dibangun atas perjanjian yang dibuat antara mereka yang berbeda.  

Indonesia dengan Pancasila yang oleh kelompok neo Khawarij dianggap kurang syar’i atau bahkan kafir dan thagut sejatinya adalah tiruan dari pembentukan negara Madinah yang dibangun Rasulullah. Pancasila menjadi dasar dan sumber yang bisa menangungi berbagai kalangan dalam sebuah perjanjian. Jika kelompok Khawarij modern ini mengkafirkan Indonesia, beranikah mereka mengkafirkan negara Madinah yang dibangun atas perjanjian dengan non muslim?

Kita bisa kembali menilik sejarah pendirian bangsa ini. Islam melalui ulama justru menjadi pioner penting bersama agama-agama lain untuk mendirikan Negara Indonesia yang kuat dan kokoh berdasarkan perjanjian. Perumus dasar Negara Indonesia sebagian besar dari mereka merupakan ulama, seperti Bung Karno, Bung Hatta, Ki Bagoes Hadikusumo (Muhammadiyah) KH Wahid Hasyim (NU) dan lain-lain berijtihad dalam merumuskan sebuah perjanjian luhur berdasarkan nilai agama.

Kita bisa melihat sila pertama yang berbunyi, “ketuhanan Yang Maha Esa”. Merupakan sebuah bukti bahwa Pancasila begitu dekat dengan konsep tauhid dalam Islam. Perjanjian itu dimulai dengan persaksian (syahadat) yang secara tegas negara ini adalah negara Tauhid. Adakah negara-negara lain menegaskan prinsip tauhid dalam sumber hukum negaranya seperti Indonesia?

Jika kita mau dan mampu untuk memahami pesan dalam Pancasila ini ternyata sama dengan pesan yang disampaikan oleh al-Quran. Beberapa bukti bahwa Pancasila bernafaskan al-Quran. Bisa kita lihat pada sila pertama berbunyi, ketuhanan Yang Maha Esa (al-Ikhlas ayat 1). Kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab (selaras dengan al-Isra ayat 70). Ketiga, persatuan Indonesia (sejalan dengan al-Hujurat 13). Keempat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan (senilai dengan asy-Syu’ara ayat 38). Kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (semakna dengan surat an-Nahl ayat 71).

Jika melihat bangunan perjanjian luhur Pancasila ini sejatinya Indonesia dibangun berdasarkan ruh agama yang berdasarkan hukum Allah yang tertera dalam Al-Quran. Indonesia merupakan sebuah penerus dari perjanjian luhur Madinah yang melindungi seluruh hak warga negaranya. Lalu, masihkah khawarij modern membantah dan mengatakan bahwa negara ini kafir dan thagut? Mereka yang masih meneriakkan Indonesia negara kafir dan thagut adalah kelompok yang hanya mencoba menghidupkan fosil pemikiran Khawarij dalam konteks bernegara. Mereka justru tidak melihat dan menghidupkan kembali sunnah Rasul dalam membangun Madinah seperti yang sudah dilakukan oleh para pendiri bangsa ini.

This post was last modified on 13 Desember 2022 11:07 AM

Septi Lutfiana

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

1 hari ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

1 hari ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

1 hari ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

2 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

2 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

2 hari ago