Narasi

Islam dan Kristen : Mengambil Pelajaran dari Relasi Nabi Muhammad dengan Pemimpin Kristen

Kedatangan Paus Farnsiskus ke Indonesia merupakan kunjungan relijius yang bersejarah. Indonesia menjadi salah satu negara yang diberikan kesempatan menjadi tuan rumah menerima tamu kehormatan kunjungan tersebut. Sebagai negara dengan mayoritas muslim, tentu hal ini adalah sebuah pertanda hubungan yang erat yang tidak mengenal sekat.

Hubungan antara agama, lebih khusus, antara Islam dan Kristen mempunyai sejarah panjang yang acapkali diwarnai konfrontasi, tetapi juga harmoni. Hubungan antara Nabi Muhammad SAW dan pemimpin Kristen merupakan contoh penting dalam sejarah Islam yang mengajarkan prinsip toleransi, diplomasi, dan penghormatan terhadap perbedaan agama.

Interaksi tersebut patut menjadi salah satu pelajaran bagaimana membangun relasi yang baik di masa mendatang. Hubungan yang tidak hanya menunjukkan bagaimana Nabi Muhammad SAW menyebarkan pesan Islam dengan cara yang damai, tetapi juga memberikan pelajaran berharga untuk hubungan antaragama di zaman modern.

Islam sebagai sebuah agama dan Madinah sebagai komunitas (umat) tidak berada dalam zaman yang hampa kekuasaan lainnya. Terdapat beberapa pemimpin besar yang memiliki kekuasaan di jazirah Arab seperti Imperium Romawi Timur, Kerajaan Abyssinia, kerajaan Mesir dan lainnya.

Dialog dan diplomasi yang dilakukan Nabi Muhammad SAW menunjukkan pentingnya pendekatan yang hormat dalam interaksi antaragama. Dalam konteks modern, pelajaran ini mengajarkan bahwa meskipun perbedaan keyakinan mungkin ada, komunikasi yang penuh hormat dan keterbukaan dapat membangun hubungan yang saling memahami dan menghargai.

Nabi Muhammad SAW pernah mengirim surat kepada Kaisar Romawi, Heraklius, sekitar tahun 628 M. Surat ini berisi ajakan untuk memeluk Islam dan penjelasan mengenai ajaran Islam. Meskipun Heraklius tidak menerima ajakan tersebut, dia memperlakukan utusan Nabi dengan hormat dan mempertimbangkan pesan yang disampaikan.

Raja Negus dari Abyssinia memberikan perlindungan kepada umat Muslim yang melarikan diri dari penganiayaan di Mekah pada tahun 615 M. Meski Nabi Muhammad SAW tidak berinteraksi langsung dengan Raja Negus, hubungan ini sangat penting. Raja Negus menghargai pesan Islam dan memberikan dukungan yang signifikan. Dalam suatu Riwayat, Raja Negus dikatakan memeluk Islam secara diam-diam yang ditunjukkan dengan shalat ghaib Nabi ketika wafatnya sang raja.

Nabi Muhammad SAW juga pernah mengirim surat kepada Raja Al-Muqawqas, pemimpin Kristen Mesir, pada tahun 628 M. Surat tersebut berisi ajakan untuk memeluk Islam dan penjelasan tentang ajaran Islam. Meskipun Al-Muqawqas tidak memeluk Islam, dia menunjukkan rasa hormat dengan menerima utusan Nabi dan memberikan hadiah yang salah satunya budak yang selanjutnya menjadi istri Nabi.

Nabi Muhammad SAW juga mengirim utusan kepada berbagai pemimpin Kristen di Jazirah Arab. Utusan-utusan ini bertujuan untuk memperkenalkan ajaran Islam dan menjalin hubungan yang baik dengan komunitas Kristen. Salah satunya adalah komunitas Kristen di Najran.

Merespon surat tersebut, Pada tahun ke-9 Hijriyah (630 M), Nabi Muhammad SAW menerima delegasi dari kaum Kristen Najran, sebuah komunitas Kristen yang tinggal di Najran, yang kini bagian dari Arab Saudi. Dalam riwayat ini, disebutkan bahwa delegasi Najran datang ke Madinah dan melakukan dialog dengan Nabi Muhammad SAW mengenai ajaran Islam dan kepercayaan Kristen. Contoh yang sangat teladani adalah ketika Nabi mengizinkan para rombongan itu untuk melaksanakan ritualnya di masjid.

Dalam dialog tersebut, Nabi juga menawarkan “Mubahalah,” di mana kedua belah pihak sepakat untuk berdoa kepada Tuhan agar yang salah di antara mereka dihukum. Meskipun Mubahalah tidak dilakukan, Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa kaum Najran berhak atas perlindungan dan kebebasan menjalankan agama mereka. Nabi Muhammad SAW memberikan perjanjian perlindungan kepada kaum Najran. Perjanjian ini menyebutkan bahwa mereka diizinkan untuk menjalankan agama mereka dengan aman dan tidak akan dipaksa untuk memeluk Islam.

Relasi Nabi Muhammad SAW dengan pemimpin Kristen memberikan banyak pelajaran berharga untuk hubungan antaragama dan diplomasi saat ini. Sikap hormat, empati, dan keterbukaan yang ditunjukkan oleh Nabi Muhammad SAW dan pemimpin Kristen menunjukkan pentingnya membangun hubungan yang berbasis pada saling pengertian dan penghormatan. Dalam konteks modern, menerapkan prinsip-prinsip ini dapat membantu menciptakan hubungan yang harmonis, adil, dan penuh pengertian antara berbagai komunitas agama di seluruh dunia.

Farhah Sholihah

Recent Posts

Tanpa Ruang yang Adil Perempuan Rentan Terjebak dalam Pusaran Lone Wolf Terrorism

Di tengah dinamika global dan regional yang semakin kompleks, fenomena lone wolf terrorism—aksi teror individu…

1 hari ago

Fenomena Teroris Perempuan dan Emansipasi Semu Kaum Radikal

Peringatan Hari Kartini menjadi momentum yang tepat untuk membahas ihwal fenomena teroris perempuan. Seturut data…

1 hari ago

Suara Perempuan dalam Nafas Demokrasi: Dari Epos Kuno ke Dunia Digital

Sejarah peradaban manusia dipenuhi dengan kisah-kisah epik dan legenda yang menggambarkan perjuangan dan peran sentral…

2 hari ago

Spiritualitas Kartini di Tengah Fenomena Perempuan “Hijrah”: Antara Pencerahan dan Eksklusivisme

“Hijrah mestinya menjadi jalan pencerahan, bukan pembatasan. Hijrah seharus membuka jalan lebih partisipatif, bukan memilih…

2 hari ago

Series Adolescence dan Pentingnya Pengasuhan Anak Berwawasan Gender

Serial drama thriller asal Inggris, berjudul Adolescence tengah menjadi perbincangan hangat di seantero dunia. Sejak…

2 hari ago

Narasi Kartini dalam Menghadapi Narasi Radikal

R.A. Kartini, seorang perempuan yang lahir pada akhir abad ke-19, dikenal sebagai pelopor dalam perjuangan…

2 hari ago