Hari ini kita dicekoki narasi yang tak bermutu oleh pendukung khilafah. Bagaimana tidak, di tengah konflik kemanusiaan Palestina dan Israel, mereka justru menggelorakan bahwa solusi konflik di Palestina adalah khilafah, bukan gerakan nasionalisme seperti saat ini. Celakanya lagi, mereka juga membumbui narasi itu dengan perkataan bahwa nasionalisme bukan ajaran Islam, melainkan cara umat non-Islam menghancurkan Islam.
Nasionalisme tak ada dalam kamus Islam. Nasionalisme juga tak ada dalilnya dalam Alquran. Inilah narasi yang gencar dilontarkan oleh pendukung khilafah di berbagai platform media sosial dan forum-forum publik. Pendapat ini senada dengan tokoh HT, Taqiyuddin An-Nabhani, juga tokoh lain seperti al-Maududi, yang mengatakan bahwa nasionalisme adalah ideologi yang diimpor dari barat dan bertentangan dengan Islam.
Tentu saja yang demikian ini tidak bisa dibiarkan saja. Selain bikin gaduh, juga menunjukkan kekerdilan dalam memahami teks agama. Oleh karena itu, perlu diluruskan agar masyarakat tidak menjadi korban pandangan yang dangkal itu.
Benarkah nasionalisme bertentangan dengan Islam? Jawaban atas pertanyaan ini akan diuaraikan dalam artikel ini. Hal pertama yang hendak penulis tekankan adalah, secara teks kebahasaan, memang diktum nasionalisme secara spesifik tidak ada (disebutkan) dalam Alquran. Meskipun demikian, bukan berarti Islam tidak mengajarkan nasionalisme.
Para ulama sudah mengkaji secara mendalam berdasarkan teks Alquran dan hadis untuk mengkaji tentang nasionalisme. Meski terdapat perbedaan pendapat, namun mayoritas ulama mengatakan bahwa Islam mengajarkan nasionalisme. Namun, ide dasar konsep nasionalisme subtantif banyak ditemukan dalam ayat Alquran (Humaidi dan Faizin, 2020: 75).
Ayat-ayat Nasionalisme
Mariki kita telisik nasionalisme yang terkandung dalam beberapa ayat. Namun sebelum itu, mari kita simak pengertian nasionalisme itu sendiri. Dalam KBBI, nasionalisme dijelaskan sebagai ajaran tentang kebangsaan. Sedangkan secara istilah, nasionalisme adalah kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual sama-sama mencapai, mempertahankan dan mengabdikan identitas bangsa (Pusat Bahasa Dep. Pendidikan, 2005: 56).
Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwasannya, nasionalisme adalah mempunyai rasa cinta terhadap tanah air (negerinya). Selain itu, diantara unsur dan nilai-nilai nasionalisme itu adalah persatuan dan kesatuan dalam bingkai tanah air dan bangsa.
Pertama, cinta tanah air. Berkaitan dengan nilai ini, Alquran sudah menjelaskan sebagai berikut:
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: “Dan kepada orang yang kafirpun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali“. (QS. al-Baqarah [2]: 126).
Doa Nabi Ibrahim di atas agar Allah memberi rasa aman dan keamanan negeri tempat tinggal keluarga dan penduduknya itu merupakan bukti konkrit tentang butir-butir nilai nasionalisme. Artinya, sikap Nabi Ibrahim yang mengutamakan kepentingan kebangsaannya itu bukti akan ke-Nasionalismenya Nabi Ibrahim AS.
Ulama tafsir kenamaan, Al-Maraghi, menjelaskan bahwa Nabi Ibrahim memang mengkhususkan untuk kaum beriman. Tetapi, karena sifat rahman dan rahim, Allah memberikan rezeki dan keamanan kepada semua orang sekalipun kafir. Hal ini sebagaimana dalam firman Allah pada QS. al-Isra [17]: 20. (Al-Maraghi, juz. I, hlm. 288).
Kedua, bangsa. Secara eksplisit Alquran, sekali lagi, tidak mengenal istilah nasionalisme, tetapi Islam sudah mengenal istilah yang mendekati konsep nasionalisme seperti yang tercantum dalam kata balad, millah dan ummah yang berarti negara, masyarakat dan umat. Berkaitan dengan nilai kedua ini, Alquran sudah banyak menyebutnya. Diantaranya sebagai berikut:
“ Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. al-Hujarat [49]: 13).
Adanya kata qaum dalam Alquran sebanyak 322 kali, kata syu’ub satu kali dan kata ummah sebanyak 51 kali menjadi alasan bahwa tidak terdapat pertentangan antara agama dengan paham kebangsaan atau nasionalisme. Hal ini juga sebagaimana ditegaskan dalam hadis, Nabi Muhammad menegaskan: “Cinta tanah air bagian atau dampak dari iman.” Kendati ini bukan hadis sahih, tapi kritikus hadis menilai bahwa maknanya sahih.
Yang penulis paparkan baru dua unsur dan nilai-nilai nasionalisme saja. Sejatinya masih banyak nilai-nilai lain yang terdapat dalam Alquran. Namun, dua tersebut kiranya sudah lebih dari cukup untuk mementahkan kelompok pendukung khilafah yang mengatakan bahwa nasionalisme tidak ada dalam Islam.
This post was last modified on 27 Mei 2021 12:26 PM
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…