Kau berjalan ke arah rumah ibadah agama lain. Kau mendekatinya dan meyakini semua keputusan untuk melakukan bom bunuh diri itu perintah-Nya. Semata demi harapan agar imanmu bisa menyala di hadapan-Nya. Kau lakukan itu sambil berteriak menyebut kalimat tauhid “Allah Akbar” berkali-kali. Lalu kau ledakkan dirimu, Maka yang mati sejatinya dirimu dan imanmu sendiri. Hancur berkeping-keping secara tidak terhormat di hadapan-Nya.
Kau sebut nama Allah yang maha besar, tetapi kau mencoba untuk “mengerdilkan” kebesaran-Nya untuk berbuat kezhaliman. Kau sebut itu sebagai kemuliaan untuk mencapai surga-Nya. Tanpa menyadari bahwa kau melecehkan keagungan-Nya untuk memaksakan kehendak agar masuk surga secara instan. Kemuliaan-Nya tidak bisa kau rendahkan dan kau kecilkan dengan pikiranmu yang jahat. Tindakanmu yang biadab dan tidak memiliki rasa kasih sayang sedikit-pun.
Kau ledakkan dirimu dan berharap mereka yang berbeda agama hancur bersama-mu. Lalu kau memberikan label dia yang kau anggap “kafir” akan masuk neraka. Sedangkan dirimu meyakini bahwa perbuatan-mu yang jelas zhalim dianggap masuk surga. Padahal, kau mutlak sebagai pelaku kejahatan, kau melanggar ajaran-Nya dan kau merusak citra agama-Nya.
Semua tindakan-mu yang semacam itu, jelas memiliki hukum etis keagamaan yang mengacu kepada “mati kafir”. Karena semua yang kamu lakukan itu murni kejahatan. Itu bukan kejahatan agama. Tetapi kau mencoreng agama-Nya untuk bernaung di bawahnya untuk berbuat kezhaliman. Tindakan itu tidak lain adalah hasrat, hawa nafsu dan ego-mu yang hyper dan hati-mu yang buta.
Kau yang melakukan bom bunuh diri itu sangat pantas disebut dengan mati kafir. Karena kau ingkar terhadap ajaran-Nya untuk berbuat kebaikan dan menjaga kemanusiaan. Karena kau berbuat kerusakan dan berbuat kezhaliman. Karena tidak ada konsep pahala dan surga yang dapat diraih dengan menghilangkan nyawa orang lain yang tidak bersalah. Bahkan sekali-pun dia bersalah, tidak ada hak dan kepantasan untuk-mu membunuh mereka.
Kau anggap dengan melakukan bom bunuh diri sebagai jalan untuk mempertebal keimanan terhadap agama-Nya dan kemuliaan-Nya. Tanpa kau menyadari dengan melakukan tindakan yang semacam itu, kau telah keluar dari ajaran-ajaran-Nya dan perintah-Nya. Iman-mu mati, terbengkalai, membusuk dalam keburukan dan hangus dalam kemungkaran.
Kau anggap dengan melakukan bom bunuh diri sebagai jalan untuk “mati syahid”. Tanpa menyadari bahwa kau sebetulnya mati tidak terhormat, dalam keadaan merugi dan berada dalam zona “niatan jahat” atau dalam bahasa lain sebagai proses dari meninggalnya seseorang dalam situasi-kondisi berada di jalur keburukan. Sehingga, kau tidak sempat bertaubat kepada-Nya dan meninggal bersama keimanan, keyakinan dan harapan-mu yang tidak sesuai dengan ajaran.
Maka, hanya orang yang hatinya mati melakukan tindakan yang biadab semacam itu. Dia tidak memiliki ikatan jiwa dan rasa kasihan kepada dirinya dan orang lain. Dia mengorbankan imannya terbengkalai dalam labirin kejahatan dan dibiarkan hangus dalam keburukan. Maka, apa gerangan sebuah alasan yang agamis untuk menamakan tindakan yang semacam itu sebagai jalan untuk menuju kehormatan-Nya? Bukankah itu bagian dari jalan untuk mencoreng kehormatan-Nya dan agama-Nya?
Di sinilah kiranya untuk dipahami, diresapi dan diyakini. Bahwa jika kau melakukan bom bunuh diri terhadap mereka yang berbeda agama, lalu kau mengatasnamakan itu sebagai “hidupnya iman”. Maka, kau hanya berada dalam imajinasi yang salah dan harapan yang keliru. Karena ketika kau ledakkan dirimu, maka yang mati sebetulnya adalah iman-mu beserta jasadmu secara tidak terhormat dan membawa beban dosa kemanusiaan.
This post was last modified on 9 April 2021 3:49 PM
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…