Narasi

Kelompok Teroris adalah Buhgat, Inilah Sangsinya Menurut Islam !

Indonesia negara thagut karena tidak berhukum dengan hukum Allah, Undang-undang yang dipakai Indonesia bukan al Qur’an dan hadits. Hukum yang dipakai Indonesia adalah hukum ciptaan manusia. Pancasila dan UUD 45 konsep manusia, bukan titah Tuhan dan bukan sabda Nabi. Padahal tidak ada hukum selain hukum Allah. Maka umat Islam harus berjihad untuk menegakkan hukum Allah. Yang tidak setuju berarti membela thagut (ansharut thagut). Karenanya, sistem demokrasi di Indonesia harus diganti dengan sistem khilafah.

Begitu narasi kelompok radikal yang disebarkan di publik sosial maupun media sosial. Bagi mayoritas muslim yang memiliki basis keilmuan agama didikan pesantren narasi di atas tidak ubahnya igauan orang tidur. Narasi tersebut hanya bisa dikatakan oleh mereka yang dangkal pemahamannya tentang agama.

Namun, bagi mereka yang baru belajar agama, terhentak dan ternganga begitu dibacakan: “Siapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah, mereka itulah orang-orang kafir…mereka itulah orang-orang dhalim…mereka itulah orang-orang fasik”. (QS. al Maidah [5]: 44, 45, 47).

Alih-alih membaca setting historis dan tafsir otoritatif supaya lebih mendalam memahami ayat-ayat di atas, mereka justru terjebak pada memahami ayat-ayat secara literlek dan apa adanya. Akibatnya, mereka resah, dan tiba-tiba timbul keinginan kuat untuk berontak terhadap NKRI.

Di ruang publik sosial mereka bergerilya menyebar narasi Indonesia kafir, Pancasila adalah thagut karena bukan hukum Allah, dan narasi-narasi turunan sejenisnya. Demikian pula di media sosial mereka membuat unggahan dan status tentang hal itu.

Mereka tidak pernah berhenti. Kebodohan memproduksi muslim-muslim pemberontak. Di sekitar kita bergentayangan “Islam diajarkan dalam narasi pemberontakan”. Ironis memang. Tapi itulah kenyataannya. Benih-benih bughat menyeruak massif ke ruang-ruang kehidupan berbangsa kita.

Kedangkalan terhadap ilmu agama telah membentuk kejahatan terstruktur berupa geliat bughat atau pemberontakan terhadap pemerintah yang sah. Konsekuensinya mereka menjadi musuh negara karena melakukan gerakan makar. Lebih jauh lagi, terjebak dalam pola keberagamaan yang sesat dan menyesatkan.

Bughat dalam Pandangan Islam

Menentang dan menolak pemerintah yang sah adalah embrionya bughat. Hal ini akibat dari ketidakpahaman terhadap dalil-dalil agama sehingga terjebak pada paham yang salah.

Dari ‘Auf bin Malik, ia berkata: “Aku mendengar Rasulullah bersabda”: “Sebaik-baik pemimpin adalah yang kalian cintai mereka dan mereka mencintai kalian, yang kalian doakan mereka dan mereka mendoakan kalian. Seburuk-buruk pemimpin adalah yang kalian  murkai mereka dan mereka murkai kalian, kalian mengutuk mereka dan mereka mengutuk kalian”. Kami bertanya kepada Nabi: “Apakah boleh kami berontak”? Beliau menjawab: “Tidak. Selama mereka shalat diantara kalian. Jika kalian lihat dari pemimpin kalian sesuatu yang tidak kalian senangi, maka bencilah perbuatannya, tetapi jangan melepaskan ketaatan kepada mereka”. (HR. Muslim)

Dengan demikian, narasi-narasi kelompok radikal yang mengarah kepada bughat atau pemberontakan dengan dalih NKRI tidak berhukum dengan hukum Allah adalah nyata sebagai kesesatan. Sebab selama negara mengacu pada prinsip-prinsip dasar; al musawah (kesetaraan), al ‘adalah (keadilan), al Syura (musyawarah), al hurriyyah (kebebasan), riqabah al ummah (pengawasan rakyat), maka negara tersebut telah memenuhi kriteria disebut “negara Islam” karena terinternalisasinya nilai-nilai ajaran Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dari Ibnu Abbas, Rasulullah bersabda: “Barang siapa yang tidak menyukai pemimpinnya hendaklah bersabar. Karena sesungguhnya, siapa yang keluar dari kekuasaan kemudian meninggal dunia, dia mati dalam keadaan jahiliah”. (HR. Bukhari)

Telah jelas hukum bughat dalam Islam. Dalam Shahih Muslim bi Syarhi an Nawawi, Imam Nawawi menjelaskan, para ulama mengatakan muslim wajib taat kepada pemerintah dalam semua keadaan; baik dalam hal yang menyusahkan, hal yang dibenci dan hal-hal lain selama tidak berkaitan dengan kemaksiatan. Bahkan sampai andaikata kebijakan pemerintah merugikan rakyat dan mementingkan para pejabatnya.

Masih dalam kitab yang sama, pemberontak dilarang dalam Islam, karena menurut pendapat para ulama akan menimbulkan kemudharatan dan kerusakan terhadap kelangsungan hidup umat Islam sendiri, baik kehidupan beragama maupun harta bendanya.

Dengan demikian, kelompok radikal dengan narasi-narasinya yang mengarah pada pemberontakan adalah aktifitas yang dilarang dalam Islam. Tindakan yang patut untuk mereka adalah melakukan tindakan preventif sebagai langkah awal pencegahan dan menyadarkan kelompok radikal. Namun, kalau mengarah pada pemberontakan dengan kekuatan dan senjata, wajib bagi negara dan umat Islam untuk memerangi mereka.

This post was last modified on 12 Januari 2023 1:10 PM

Faizatul Ummah

Recent Posts

Soft Terrorism; Metamorfosa Ekstremisme Keagamaan di Abad Algoritma

Noor Huda Ismail, pakar kajian terorisme menulis kolom opini di harian Kompas. Judul opini itu…

16 jam ago

Jangan Terjebak Euforia Semu “Nihil Teror”

Hiruk pikuk lini masa media sosial kerap menyajikan kita pemandangan yang serba cepat berubah. Satu…

18 jam ago

Rejuvenasi Pancasila di Tengah Fenomena Zero Terrorist Attack

Tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila. Peringatan itu merujuk pada pidato Bung Karno…

18 jam ago

Menjernihkan Makna “Zero Terrorist Attack” : Dari Penanggulangan Aksi Menuju Perang Narasi

Dalam dua tahun terakhir, Indonesia patut bersyukur karena terbebas dari aksi teror nyata di ruang…

18 jam ago

Sesat Pikir Pengkafiran terhadap Negara

Di tengah dinamika sosial dan politik umat Islam, muncul kecenderungan sebagian kelompok yang mudah melabeli…

6 hari ago

Dekonstruksi Syariah; Relevansi Ayat-Ayat Makkiyah di Tengah Multikulturalisme

Isu penerapan syariah menjadi bahan perdebatan klasik yang seolah tidak ada ujungnya. Kaum radikal bersikeras…

6 hari ago