Narasi

Kerentaan Sosial yang Dimanfaatkan Kelompok Radikal : Pelajaran dari Timur Tengah

Gejolak sosial dan politik sering kali menjadi ladang subur bagi tumbuh dan berkembangnya kelompok-kelompok radikal. Situasi yang tidak stabil, ketidakpuasan masyarakat, serta perpecahan politik merupakan kondisi yang sering kali dimanfaatkan oleh kelompok radikal untuk menebar pengaruh dan melancarkan aksinya. 

Kerentanan merupakan lingkungan sosial dinamis yang melekat pada masyarakat yang tidak siaga terhadap perubahan. Aspek kerentanan sosial menerpa siapapun yang tidak memiliki akses pengetahuan, wawasan dan ketahanan dalam menghadapi situasi sosial politik yang tidak stabil. 

Dengan memanfaatkan kerentanan masyarakat, kelompok ini tidak hanya berupaya untuk memperkuat posisinya, tetapi juga berusaha menciptakan kekacauan yang lebih besar, yang pada akhirnya dapat berujung pada tindakan kekerasan dan teror. Beberapa contoh patut kita pelajari.

Belajar dari Kerentanan Timur Tengah

Konflik di Timur Tengah, khususnya di Irak dan Suriah, memberikan contoh nyata bagaimana kelompok radikal memanfaatkan situasi yang penuh konflik untuk mencapai tujuan mereka. Ketika perang saudara di Irak dan Suriah pecah pada tahun 201I, kondisi negara yang kacau dengan pemerintahan yang lemah, ditambah ketidakpuasan sosial dan politik di kalangan masyarakat, menjadi momentum bagi kelompok-kelompok radikal seperti ISIS untuk mengukuhkan eksistensinya.

ISIS memanfaatkan kekacauan ini dengan menawarkan ‘solusi’ dalam bentuk pendirian kekhalifahan yang dianggap sebagai jawaban atas ketidakadilan yang dirasakan oleh sebagian masyarakat. Dengan menggunakan propaganda yang cerdas, ISIS berhasil merekrut ribuan orang dari berbagai negara, yang akhirnya memperparah kekacauan di Suriah dan kawasan sekitarnya. Kekosongan kekuasaan dan lemahnya institusi negara memberikan ruang bagi ISIS untuk melakukan tindakan kekerasan dan teror, baik di dalam maupun di luar wilayah Suriah.

Fenomena serupa juga terjadi di Afrika, di mana kelompok radikal Boko Haram memanfaatkan situasi ketidakstabilan politik dan sosial di Nigeria. Boko Haram muncul sebagai reaksi terhadap korupsi, kemiskinan, dan ketidakadilan yang meluas di wilayah tersebut. Dengan menggunakan sentimen agama dan ketidakpuasan terhadap pemerintah, Boko Haram berhasil menggalang dukungan dari masyarakat yang merasa terpinggirkan, dan melancarkan serangkaian aksi teror yang brutal di seluruh wilayah Nigeria dan negara-negara tetangga.

Kelompok radikal biasanya menggunakan propaganda untuk memperburuk perpecahan dan menghasut kekerasan dengan tujuan menciptakan kekacauan yang lebih besar. Mereka menawarkan solusi yang tampak sederhana terhadap masalah yang kompleks, sering kali dengan janji utopis yang tidak realistis. Dalam konteks ini, kekacauan dan kekerasan tidak hanya menjadi alat, tetapi juga tujuan untuk mencapai dominasi atau perubahan radikal yang mereka inginkan.

Pelajaran Penting bagi Indonesia

Bagi Indonesia, penting untuk belajar dari contoh-contoh di atas. Di tengah situasi sosial dan politik yang memanas, masyarakat harus tetap waspada terhadap provokasi dan upaya-upaya yang ingin menciptakan perpecahan. Kerentanan sejatinya melekat pada masyarakat dengan lingkungan sosial yang tidak memadai baik akses informasi, pengetahuan dan literasi. Karena itulah, mengurangi kerentanan adalah dengan membekali masyarakat dengan pendidikan yang baik dan literasi media untuk mengenali propaganda dan informasi palsu yang sering kali digunakan oleh kelompok radikal untuk memanipulasi opini publik.

Hal lain yang tidak kalah penting adalah memperkuat wawasan tentang perbedaan. Dalam situasi konflik, identitas kerap diruncingkan dan dieksploitasi sebagai sarana konflik. Memperkuat dialog antar kelompok sosial dan mendorong toleransi antar masyarakat adalah sebuah keniscayaan. 

Terakhir, menciptakan masyarakat yang siaga. Siaga merujuk kepada kesiapan dan ketangkasan masyarakat dalam mewaspadai segala bentuk provokasi dan narasi propaganda. Siaga adalah bentuk puncak dari ketahanan masyarakat yang tidak mudah terganggu dengan isu aktual yang dapat meruncingkan konflik. 

Karena itulah, mencetak masyarakat siaga dengan memiliki ketahanan yang kuat adalah tugas bersama. Kesiagaan adalah kunci ketangguhan masyarakat dalam menghadapi berbagai isu apapun yang dapat dimanfaatkan oleh kelompok kepentingan termasuk kelompok radikal 

 

Farhah Sholihah

Recent Posts

Rebranding Pancasila 5.0: Memviralkan Kebangsaan Gen Z di Era Digital

Mari kita bayangkan Indonesia bukan dilihat dari 10 atau 20 tahun yang lalu. Tetapi, bayangkan…

3 jam ago

Dakwah Nge-Pop ala Influencer HTI; Ancaman Soft-Radicalism yang Menyasar Gen Z

Strategi rebranding Hizbut Tahrir Indonesia alias HTI tampaknya cukup berhasil. Meski entitas HTI secara fisik…

6 jam ago

Performative Male: Ruang Gelap Radikalisasi yang Menggurita di Era Gen Z

Validasi adalah sebuah elemen yang melekat pada Generasi Z. Keduanya berkelindan. Tak terpisahkan. Beberapa tahun…

6 jam ago

Membedah Anatomi Gerakan Gen Z; Membangun Imajinasi Keindonesiaan yang Otentik

Geliat gerakan yang dimotori gen Z di sejumlah negara ternyata tidak dapat dipandang sebelah mata.…

1 hari ago

Wajah Baru Radikalisasi di Dunia Game

Gen Z lahir dengan dua kewarganegaraan. Indonesian citizenship dan internet citizenship (netizen). Bagi mereka, tidak…

1 hari ago

Gen-Z dan Islam Moderat; Bagaimana Ekologi Media Membentuk Identitas Beragama yang Inklusif?

Hasil survei dari Alvara Institute pada tahun 2022 lalu menyebutkan bahwa agama menjadi salah satu…

1 hari ago