Narasi

Konflik Palestina-Israil dan Semangat Generasi Muda Indonesia Menjaga NKRI di Ruang Digital

Konflik Palestina-Israil kembali memanas. Kelompok Hamas melakukan aksi serangan ke Israil dengan ribuan roket. Akibatnya, korban jiwa sekitar 1.100 orang tewas dan di antaranya ada sekitar 700 orang dari pihak Israil.

Konflik Palestina-Israil ini tidak bisa kita sikapi sebagai “perang agama”. Kita sebagai orang Indonesia boleh mendukung Palestina, tetapi tidak dengan (kepentingan politik) Hamas sebagai (faksi politik) yang ingin berkuasa di balik harapan-harapan kemerdekaan Palestina. Tak hanya Izrail Zionis, Hamas  telah menyumbang banyak penderitaan bagi rakyat Palestina demi agenda politik mereka, melancarkan peperangan lalu masyarakat Palestina yang sekadar ingin hidup aman, damai, nyaman dan tenteram terbengkalai.

Rakyat Palestina ingin hidup merdeka dan kemerdekaannya tak ada kaitannya dengan tegaknya negara Islam/Khilafah. Ada begitu banyak kepentingan politik di balik kemerdekaan Palestina itu. Tidak hanya Hamas, organisasi lain seperti Fatah dan Hizbut Tahrir (HT) juga memiliki kepentingan politik menjadikan Palestina merdeka menjadi negara khilafah.

Konflik Palestina-Israil itu begitu kompleks. Dan memahami konflik mereka bukan sebagai satu jalan di dalam membangun sentiment keagamaan. Sebab, banyak kalangan agamawan Yahudi yang juga mengecam kezhaliman Zionis Israil. Jadi, jangan teperdaya dengan beragam propaganda di ruang digital yang membangun narasi di balik konflik Israil-Palestina dianggap perang agama dan apalagi dikaitkan ke dalam kepentingan tegaknya khilafah.

 Komitmen Generasi Muda Indonesia Menjaga NKRI di Ruang Digital

Kita dan termasuk para generasi muda saat ini sebetulnya perlu belajar terhadap konflik Palestina-Israil itu. Bahwa, menjaga persatuan, perdamaian dan kebersamaan secara harmonis itu menjadi penting sekali. Dengan tidak terpengaruh terhadap kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan politik berbungkus agama seperti gerakan khilafah/negara Islam di Indonesia.

Kesengsaraan rakyat Palestina sejatinya tidak terlepas dari pengaruh kelompok-kelompok yang ingin berkuasa di Palestina seperti Hamas, organisasi Fata dan Hizbut Tahrir (HT). Jadi di sinilah letak rasa syukur kita untuk menjaga NKRI dari berbagai kelompok yang memiliki kepentingan secara politik atas negeri ini untuk berkuasa.

Pemuda tidak boleh membiarkan gerakan konservatisme Islam di Indonesia terus meracuni cara berpikir keagamaan yang moderat, inklusif dan egalitarian menjadi intolerant dan radikal. Berbagai macam propaganda menegakkan negara khilafah, negara Islam atau negara berbasis politik identitas perlu diwaspadai, perangi dan perlu dibasmi.

Cara memahami bahaya kelompok ekstrimis-radikal-intolerant di Indonesia tentunya dapat kita pahami situasi konflik yang kembali memanas di Timur Tengah. Bagaimana konflik Palestina telah dimanfaatkan sebagai ajang perebutan kekuasaan secara politik dengan klaim model negara berbasis Islam, berbasis suku Arab dan lain sebagainya dan pertumpahan darah terus terjadi.

Kita sebagai warga Indonesia tentu mendukung atas kemerdekaan rakyat Palestina dan mengutuk kekejian Israil Zionis. Tetapi, sikap ini tidak boleh berpijak ke dalam pembenaran atas kelompok yang ingin menjadikan Palestian menjadi negara Khilafah. Pengaruhnya tentu terhadap cara pandang keagamaan kita terhadap realitas NKRI yang majemuk.

Menjaga perdamaian, keamanan dan keharmonisan di NKRI ini menjadi sangat penting sekali. Jangan biarkan bangsa kita terombang-ambing dikuasai oleh kelompok radikal-intolerant yang ingin merusak tatanan, merusak keragaman dan merobek persatuan. Dengan berbagai macam keinginan-hasrat politik, seperti kelompok khilafah yang ingin menjadikan negara Islam di Indonesia ini.

Maka menjadi penting bagi kita untuk belajar dari konflik Israil-Palestina. Kesengsaraan yang dirasakan oleh rakyat Palestina tidak terlepas dari ulah kelompok yang secara orientasi memiliki kepentingan politik untuk berkuasa. Sehingga, menjadi penting peran generasi muda di dalam menjaga NKRI agar tetap aman, damai dan terhindar dari propaganda radikal di ruang-ruang digital.

This post was last modified on 10 Oktober 2023 2:45 PM

Nur Samsi

Recent Posts

Kekerasan Performatif; Orkestrasi Propaganda Kebencian di Ruang Publik Digital

Dalam waktu yang nyaris bersamaan, terjadi aksi kekerasan berlatar isu agama. Di Sukabumi, kegiatan retret…

14 jam ago

Mengapa Ormas Radikal adalah Musuk Invisible Kebhinekaan?

Ormas radikal bisa menjadi faktor yang memperkeruh harmoni kehidupan berbangsa serta menggerogoti spirit kebhinekaan. Dan…

14 jam ago

Dari Teologi Hakimiyah ke Doktrin Istisyhad; Membongkar Propaganda Kekerasan Kaum Radikal

Propaganda kekerasan berbasis agama seolah tidak pernah surut mewarnai linimasa media sosial kita. Gejolak keamanan…

14 jam ago

Merawat Persatuan, Meredam Bara di Tengah Fanatisme Golongan

Peristiwa bentrokan antar kelompok yang terjadi di Pemalang, Jawa Tengah dan Depok, Jawa Barat beberapa…

14 jam ago

Apakah Ada Hadis yang Menyuruh Umat Muslim “Bunuh Diri”?

Jawabannya ada. Tetapi saya akan berikan konteks terlebih dahulu. Saya tergelitik oleh sebuah perdebatan liar…

2 hari ago

Persekusi Non-Muslim: Cerminan Sikap Memusuhi Nabi

Belum kering ingatan kita tentang kejadian pembubaran dengan kekerasan terhadap retreat pelajar di Sukabumi, beberapa…

2 hari ago