Perbincangan tentang media Islam begitu mencuat, tagar #kembalikanmediaIslam sempat menjadi topik yang paling banyak dibicarakan di jagad twitter. Lewat Kemenkominfo pemerintah dituding tidak adil dengan menutup paksa 22 web radikal yang memiliki muatan paham radikal. Pemerintah dituduh membatasi ruang gerak bagi kebebasan berpendapat dan berekspresi.
Para pihak yang merasa diganggu gencar menggiring opini masyarakat untuk beranggapan bahwa media-media radikal yang ditutup paksa pemerintah adalah media yang sebenarnya baik, tidak neko-neko, dan menyiarkan ajaran Islam yang benar. Sehingga masyarakat –terutama yang sebenarnya tidak pernah membuka web media-media islam yang dimaksud- menjadi ikut tersulut amarahnya. Termasuk di dalamnya agitasi yang menyebut pemerintah phobia terhadap Islam dan mengambil sikap bermusuhan.
Padahal, pemerintah tidak pernah sembrono menutup media-media tersebut. Mereka melakukan berbagai langkah antisipatif melalui pengawasan dan diskusi mendalam dengan sejumlah instansi terkait maupun kelompok masyarakat sipil sebelum memutuskan rencana itu. Dengan sejumlah pertimbangan dan masukan itulah, pemerintah berkesimpulan tindakan tegas harus diambil karena situs radikal membahayakan dan mengancam keutuhan bangsa.
Karena itu dalam hal ini pemerintah telah bersikap benar karena melakukan langkah antisipatif melindungi bangsa, bukan karena paranoid. Mencegah sebelum menjadi parah tentu merupakan keputusan tepat, karena jika pemerintah baru bertindak setelah korban berjatuhan, maka hal itu sudah sangat terlambat.
Hal lain yang sepertinya luput dari pembicaraan netizen adalah bahwa pemerintah sebenarnya tidak pernah berencana memberangus media Islam. Hanya situs bermuatan radikal dan menebarkan kekerasan sajalah yang disikapi pemerintah lewat pemblokiran. Sementara media Islam yang memiliki muatan perdamaian, tuntunan kebaikan, dan bertujuan demi kemaslahatan umat tetap bebas untuk ditayangkan dan disebarluaskan.
Pemberangusan media radikal harus dipahami sebagai langkah negara melindungi kewarasan berfikir demi keselamatan warga negaranya. Siapa pun tentu tak ingin keutuhan bangsa dihancurkan sekelompok kecil orang radikal yang membawa-bawa nama agama. Dalam konteks dunia maya mereka mengklaim sebagai media Islam, padahal konten yang disebarkan jauh dari tema keselamatan (yang merupakan makna utama dari nama islam itu sendiri- salam), perdamaian, persaudaraan, dan kerukunan.
Bagi kita yang mencintai perdamaian dan kerukunan, penutupan paksa yang dilakukan pemerintah terhadap media-media yang menebar kebencian dan benih-benih permusuhan merupakan langkah tepat. Kita ingin Indonesia tetap damai dan menghargai perbedaan. Bersama kita menjaga perdamaian.
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
View Comments
I don't know who you wrote this for but you helped a brtheor out.