Narasi

Melawan Pandemi sebagai Wujud Pengamalan Maqosidus Syariah

Pandemi covid-19 sudah dirasakan masyarakat selama 1,5 tahun. Beberapa waktu lalu sempat terjadi penurunan angka penularan. Namun demikian, akhir-akhir ini virus dari Wuhan ini menyebar gila-gilaan. Bahkan banyak rumah sakit yang tutup, tidak menerima pasien baru, dikarenakan banyaknya pasien covid-19 yang sudah ditangani.

Merebaknya virus covid-19 tak terlepas dari adanya sekelompok masyarakat yang abai terhadap protokol kesehatan (prokes). Di samping menggunakan masker dan cuci tangan sesering mungkin, salah satu prokes yang sangat perlu dilakukan adalah menjaga jarak (termasuk di dalamnya adalah tidak mengadakan perjalanan jauh untuk bertemu dengan orang-orang “asing”).

Permasalahan abai terhadap prokes ini harus menjadi kesempatan terbaik bagi pemerintah dan tokoh agama dalam berjuang. Keduanya bersama seluruh komponen masyarakat harus berusaha sekuat tenaga dalam rangka memutus mata rantai penyebaran covid-19. Pemerintah bisa bersama pakar medis untuk menunjukkan dalil-dalil kesehatan bahwa pandemi covid-19 ini cukup berbahaya dan harus diperangi. Sementara, ulama harus bisa menyuguhkan kepada masyarakat betapa melawan pandemi covid-19 termasuk bagian dari ibadah kepada Tuhan.

Dalam agama Islam terdapat 5 tujuan syariat agama (maqasidus syariah), diantaranya adalah hifzun nafs (menjaga diri agar selalu sehat / tidak sakit). Berusaha menekan angka penularan virus covid-19 merupakan salah satu upaya ibadah ini.

Seseorang yang memiliki jiwa yang sehat dipastikan akan memiliki kemampuan lebih dalam menjalankan ibadah serta aktivitas positif lainnya. Sementara, bagi mereka yang sakit, maka tidak akan bisa beribadah dengan sempurna dan terbatas dalam beraktifitas positif. Sementara, apabila wilayah atau daerah terkena wabah penyakit, maka peribadatan dan aktifitas positif pun terbatas. Masyarakat akan sulit melakukan kegiatan sebagaimana yang terjadi saat ini. Kegiatan selalu terasa tidak tenang, was-was akan adanya penyakit yang menyerang diri dan orang-orang tercinta.

Bermula dari sinilah, penjagaan diri agar tidak terkena virus penyakit merupakan ibadah dalam pandangan agama. Hal ini bisa terjadi lantaran seseorang mengamalkan perintah agama, yakni hifzun nafs.

Peran Ulama

Di sinilah ulama memiliki peran strategis dalam memerangi pandemi covid-19. Mereka dapat memahamkan kepada umat bahwa salah satu bentuk ibadah kepada Tuhan adalah menjaga diri agar tidak melakukan aktivitas yang berpotensi terhadap penyebaran virus covid-19. Cara-cara yang digunakan pun tentunya harus dengan elegan sebagaimana perintah Tuhan dalam melaksanakan dakwah.

Selain memberikan pemahaman kepada umat akan pentingnya langkah prefentif terhadap penyebaran virus covid-19, ulama juga mesti memberikan teladan. Hal ini memiliki peran penting lantaran ulama merupakan figur otoritas. Terhadapa ulama, umat akan bersikap sami’na wa atha’na (mendengarkan dan mentaati). Banyak dari mereka yang melakukan beragam aktivitas (baik keagamaan ataupun duniawiah) hanya dengan berdasarkan pada perintah ataupun meniru ulama-nya.

Umat mengikuti ulama dalam beragam aktivitas bukan tanpa sebab, karena mereka merasa diri jauh di bawah para ulama dalam hal ilmu. Untuk itulah, mereka percaya bahwa dengan cara sami’na wa atha’na maka akan lebih selamat dibandingkan dengan menurutkan pemikiran pribadinya.

Dengan begitu, ulama jangan sampai menjadi pribadi yang hanya mementingkan diri atau kelompok, melainkan sebagai ulama sungguhan. Termasuk juga di sini para bukan ulama yang sudah kondang jadi ulama karena diulama’kan, maka tugas berat mereka adalah menjaga diri agar jangan sampai melakukan kesalahan karena apa pun yang dilakukan akan ditiru orang lain. Apabila yang dilakukan baik, maka dirinya akan mendapatkan kebaikan berlipat ganda lantaran diikuti umat. Sebaliknya, jika yang dilakukan adalah keburukan, maka dirinya akan mendapatkan dosa berlipat ganda karena diikuti umat.

Dalam pada itulah, terhadap pencegahan penularan virus covid-19 ini, para ulama jangan sampai salah langkah. Bahwa iman kepada Tuhan merupakan keharusan. Sementara, ihtiyar dan doa merupakan kewajiban sebelum tawakkal. Terhadap pandemic covid-19 ini, orang-orang beriman mesti ihtiyar maksimal agar virus ini tidak terus menyebar disertai dengan doa. Setelah itu, umat baru boleh tawakkal kepada Tuhan. Wallahu a’lam.

This post was last modified on 28 Juni 2021 5:13 PM

Anton Prasetyo

Pengurus Lajnah Ta'lif Wan Nasyr (LTN) Nahdlatul Ulama (LTN NU) dan aktif mengajar di Ponpes Nurul Ummah Yogyakarta

Recent Posts

Pentingnya Etika dan Karakter dalam Membentuk Manusia Terdidik

Pendidikan memang diakui sebagai senjata ampuh untuk merubah dunia. Namun, keberhasilan perubahan dunia tidak hanya…

19 jam ago

Refleksi Ayat Pendidikan dalam Menghapus Dosa Besar di Lingkungan Sekolah

Al-Qur’an adalah akar dari segala pendidikan bagi umat manusia. Sebab, Al-Qur’an tak sekadar mendidik manusia…

19 jam ago

Intoleransi dan Polemik Normalisasi Label Kafir Lewat Mapel Agama di Sekolah

Kalau kita amati, berkembangbiaknya intoleransi di sekolah sejatinya tak lepas dari pola normalisasikafir…

19 jam ago

Konsep Islam Menentang Tiga Dosa Besar Dunia Pendidikan

Lembaga pendidikan semestinya hadir sebagai rumah kedua bagi peserta didik untuk mendidik, mengarahkan dan membentuk…

2 hari ago

Pemaksaan Jilbab di Sekolah: Praktir yang Justru Konsep Dasar Islam

Dalam tiga tahun terakhir, kasus pemaksaan hijab kepada siswi sekolah semakin mengkhawatirkan. Misalnya, seorang siswi…

2 hari ago

Memberantas Intoleransi dan Eksklusivisme yang Menjerat Pendidikan Negeri

Dua tahun lalu, seorang siswi SDN 070991 Mudik, Gunungsitoli, Sumatera Utara, dilarang pihak sekolah untuk…

2 hari ago