Setelah menjalankan ibadah puasa selama hampir satu bulan lamanya, Muslim di seluruh dunia tengah menyambut datangnya hari besar Idul Fitri. Ironi yang sering kita jumpai bersama-sama ialah mulai berkurangnya jamaah sholat tarawih dan membludaknya masyarakat mengunjungi pusat perbelanjaan. Hal yang demikian menunjukkan bahwa puasa masih dimaknai sebagai aktivitas fisik semata dengan Idul Fitri ialah tujuannya. Padahal, puasa tidak hanya aktivitas fisik yang berarti menahan lapar dan haus dari subuh sampai dengan petang hari, lebih dari itu puasa merupakan aktivitas lahir dan batin yang jika dilakukan dengan benar maka manfaatnya akan sangat terasa.
Sebelum mempersiapkan aneka busana dan hidangan Idul Fitri, ada satu hal penting yang harus dipersiapkan, yaitu zakat fitrah. Zakat fitrah adalah zakat diri setiap muslim yang mampu, baik laki-laki maupun perempuan yang wajib dibayarkan sebelum tenggelamnya matahari pada hari terakhir Ramadan. Besarannya 3,5 liter atau setara 2,7 kilogram makanan pokok yang biasa dikonsumsi. Adapun 8 golongan yang secara umum berhak menerima zakat ialah; Al-fuqara’ (orang fakir), Al Masakin (orang miskin), Al’amilin (panitia zakat), Mualaf (orang yang baru masuk Islam dan belum mantap imannya), Dzur Riqab (budak), Algharim (orang yang berutang karena untuk kepentingan pribadi yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya), Fi sabilillah (orang yang berjuang di jalan Allah), Ibnu Sabil (musafir yang sedang dalam perjalanan).
Sama seperti halnya puasa, zakat juga tidak hanya aktivitas fisik semata. Lebih dari itu, zakat fitrah yang kemudian disalurkan kepada pihak yang membutuhkan memiliki nilai luhur yang dapat mempererat persatuan antarumat. Kepekaan terhadap situasi sosial seseorang akan terlatih dengan melakukan pembayaran zakat fitrah yang hanya dilaksanakan satu tahun sekali.
Urgensi melaksanakan zakat sangat terasa karena merebaknya budaya hedonis dan apatis bahkan kepada tetangga terdekat sekalipun. Ketimpangan sosial yang semakin nyata, salah satunya ialah dampak karena minimanya toleransi dan solidaritas terhadap sesama. Memang mudah untuk menyalahkan pemangku kebijakan atas fenomena yang terjadi, akan tetapi berintrospeksi diri jauh lebih berefek untuk jangka panjang.
Jika melihat sisi kebermanfaatan zakat seperti yang disebutkan di atas, rasanya jika dilakukan dengan niat yang benar, maka solidaritas dan persatuan yang belakangan ini mulai memudar akan semakin terpupuk kembali. Hiruk pikuk kehidupan perkotaan yang sangat penuh dengan ambisi membuat satu sama lain enggan peduli terhadap orang lain.
Indonesia, sebagai negara yang beragam termasuk dengan keberagaman pendapatan masyarakatnya sangat tepat untuk melakukan pengelolaan zakat. Berdasarkan laporan dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan September 2017 saja, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 26,58 juta orang. Angka tersebut tentu bukan jumlah yang sedikit, gesekan antarmasyarakat akibat meruncingnya jurang sosial sangat mungkin terjadi jika melihat data tersebut.
Ujung dari gesekan antarmasyarakat ialah disintegrasi bangsa. Ancaman disintegrasi bangsa yang kiat menguat seiring melebarnya jurang sosial tersebut harus diselesaikan oleh seluruh lapisan masyarakat. Singkatnya, permasalahan besar yang tengah dihadapi masyarakat Indonesia sebenarnya ialah kurangnya kemauan untuk bersatu dan merasa senasib sepenanggungan. Hal tersebut terjadi karena solidaritas dan rasa persatuan yang memudar tertutup ambisi duniawi yang tidak akan pernah ada habisnya.
Untuk menyelesaikan persoalan tersebut gotong-royong ialah kata kuncinya. Tradisi dan semangat masyarakat Indonesia dalam memecahkan persoalan melalui semangat kebersamaan perlu kembali digaungkan. Zakat sebagai salah satu rukun Islam, tidak hanya merupakan ibadah yang menuju ke langit, akan tetapi juga meluas ke sisi kanan dan kiri. Artinya, zakat tidak hanya melatih spiritualitas untuk menuju Tuhan saja, melainkan juga sarana untuk melatih kesalehan sosial.
Dengan memberikan sedikit yang kita dapatkan kepada yang lebih membutuhkan, maka kita akan mengetahui betapa banyak dan bermanfaatnya pemberian tersebut untuk kelangsungan hidup mereka. Simpati dan empati akan tumbuh seiring dikeluarkannya zakat fitrah dengan ikhlas. Semakin menumpulnya jurang sosial antarmasyarakat akan memberikan rasa saling membangun persatuan, sebagai muaranya adalah persatuan Indonesia sebagai yang akan terwujud karena keadilan sosial sosial bagi seluruh rakyat Indonesia pun tercapai.
Menyemai solidaritas dan rasa persatuan yang ditularkan melalui pembayaran zakat fiteah akan memberikan pengaruh yang signifikan untuk persatuan Indonesia. Menjadikan zakat fitrah sebagai momentum untuk mempererat persatuan dan solidaritas harus terus digaungkan karena kebermanfaatannya tidak berhenti pada penerimanya saja, tetapi juga akan berimbas pada persatuan Indonesia sebagai dampak jangka panjangnya.
This post was last modified on 7 Juni 2018 1:39 PM
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…
Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…
Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…