Narasi

Memurnikan Aksi Bela Palestina dari Aksi Bela Khilafah

Setiap orang Indonesia tentu sepakat untuk mengutuk segala bentuk tindakan tidak berperikemanusiaan dan pelanggaran HAM dalam bentuk apapun. Pun demikian, bangsa kita setuju untuk melenyapkan segala bentuk penjajahan di atas dunia. Hal ini secara jelas tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) ‘45, pada alenia pertama berbunyi, “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan adalah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan”.

Kita juga mengapresiasi maraknya gerakan galang solidaritas dan aksi bela Palestina. Apalagi, berbicara soal konflik Israel-Palestina, bukan soal konflik agama. Buktinya, banyak juga kalangan non-muslim yang berempati terhadap konflik berkepanjangan tersebut. Namun, yang menjadi soal dan patut kita waspadai saat ini adalah hadirnya oknum “pengasong Khilafah” yang memanfaatkan momentum gerakan aksi bela Palestina ini. Mereka tak segan-segan menyusupi gerbong “aksi bela Palestina” dengan misi lain membangkitkan Khilafahisme.

Jika kita tengok ke belakang, strategi licik pembajakan/penyusupan Khilafahisme yang dilakukan para pengasong Khilafah sebenarnya bukan hal yang baru. Sebelumnya masih terekam dalam ingatan kita, pasca-pemerintahan Turki mengubah status Hagia Sophia menjadi masjid, seketika pula “momentum” ini dimanfaatkan oleh para pengusung Khilafah untuk menjual paham Khilafah mereka. Di media sosial, banyak menemukan (penggiringan) opini yang dilakukan oleh para pengusung Khilafah, bahwa perubahasan status Hagis Sophia adalah awal dari bangkitnya kembali Khilafah Islamiyah di muka bumi (jalandamai.org, 14/7/2020).

Kemudian kita juga tak lupa dengan Film “Jejak Khilafah di Nusantara” yang dipasarkan oleh sales-sales Khilafahisme melalui kanal Youtube. Dengan tak tahu malunya dan juga betapa tuna sejarahnya mereka, sehingga membuat film yang sejatinya adalah penuh manipulasi dan khayalan belaka. Sangking tuna sejarahnya, meraka tidak hanya memanipulasi sejarah, mengklaim, akan tetapi juga mencatut nama Pakar Sejarah Jawa, Peter Carey (jalandamai.org, 27/8/2020).

Dan tentunya masih banyak lagi agenda-agenda terselubung di balik aksi-aksinya yang sekilas bertujuan baik, akan tetapi nyata-nyatanya ada misi membumikan doktrin Khilafahisme di baliknya. Bangsa Indonesia tentu sudah hafal dan paham dengan gerak-gerik ini. Makanya, kita jangan sampai lena yang kemudian mereka leluasa untuk menyusupi “aksi bela Palestina” dengan “aksi bela Khilafah”. Walau bagaimanapun, segala bentuk solidaritas dan aksi bela Palestina harus steril dari kepentingan apapun termasuk misi gelap para pengasong Khilafah.

Sebagaimana diungkapkan oleh Agus Wedi (2021) banhwasanya aksi Palestina tetapi berhamburan kata khilafah sudah jamak kita lihat. Bahkan, tiap ada huru-hara dan dalam aksi apapun, nama khilafah kerap kali terdengungkan. Apabila itu terus menerus yang kita lihat dan terdengarkan tak mungkin itu adalah inisiatif perorangan dan aksi bela kasih sendiri. Sudah pasti ada yang menggerakkan dan memobilisasi serta pasti ada yang memodali. Siapa lagi kalau bukan pengasong Khilafah (harakatuna.com, 25/5/2021).

Kadang memang kalau dipikir-pikir mereka para Khilafahisme adalah tega, kejam, dan licik. Segala bentuk isu, apalagi kalau menyangkut agama selalu mereka ambil celah untuk memanfaatkannya demi eksistensi Khilafahisme. Bahkan sebenarnya pembajakan aksi bela Palestina yang mereka susupi dengan agenda aksi bela Khilafah adalah bentuk kejahatan yang tidak peri kemanusiaan. Bagaimana tidak, di tengah-tengah derita bangsa Palestina, mereka dengan teganya memanfaatkan momentum itu untuk keuntungan kelompoknya.

Sebagai bangsa Indonesia yang cinta kedamaian tentunya patut peka dan waspada terhadap aksi pura-pura mereka. Jangan sampai solidaritas palestina dimanfaatkan untuk kepentingan apapun. Solidaritas dan aksi bela Palestina wajib kita murnikan dari aksi bela Khilafah.

This post was last modified on 27 Mei 2021 1:42 PM

Suwanto

Penulis merupakan Peneliti Multiple-Representation Learning di PPs Pend.Kimia UNY, Interdisciplinary Islamic Studies di Fak. Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga, dan Culture Studies di UGM

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

2 hari ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

2 hari ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

2 hari ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

3 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

3 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

3 hari ago