Narasi

Menebar Toleransi dan Kebajikan di Tengah Masyarakat Majemuk

Selain Indonesia menjadi salah satu Negara terbesar di dunia, Indonesia juga merupakan salah satu Negara yang paling majemuk karena banyaknya etnis, agama, bahasa dan budaya yang dimiliki oleh Indonesia. Keragaman bangsa ini bisa bernilai positif juga negatif. Tergantung bagaimana bansga ini mengelola kebhinekaan.

Salah satu potensi negatif yang akan muncul dari keragaman adalah konflik dan pertentangan karena priomordialitas. Masing-masing kelompok mengklaim sebagai yang paling benar dengan merendahkan yang lain. Timbulah ancaman, kekerasan dan kerusakan atas nama perbedaan yang mereka bela.

Kemajemukan dan keberagaman dapat menjadi musibah juga sudah mendorong lahirnya disintregasi sosial. Dan dalam konteks bernegara menyebabkan disintegrasi nasional. Karena itulah bagaimana cara mengelola keragaman bangsa ini?

Sikap toleransi adalah kunci untuk hidup dalam lingkungan yang majemuk. Bagaimana mencari dalil penguat dari toleransi? Sebenarnya dalam agama-agama mempunyai nilai-nilai dan ajaran kebajikan. Semua agama bertujuan sama untuk kebaikan.

Bukan untuk saling menyamakan, namun semua agama memiliki nilai kebaikan untuk manusia. Mari kita lihat. Islam misalnya dengan ajaran agungnya melalui  Rasulullah SAW bersabda: “Salah seorang di antara kalian tidak lah beriman ( dengan iman sempurna) sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” ( HR. Bukhari dan Muslim). Inti beriman salah satunya adalah cinta. Cinta terhadap sesama. Jika orang tidak mempunyai cinta seolah ia tidak mempunyai iman.

Dalam Kristen misalnya ditegaskan : “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah  demikian juga kepada mereka; demikianlah hukum Taurat dan kitab para nabi.” ( Matius 7:12 ). Kebaikan ini sangat luar biasa. Bagaimana jika seseorang ingin diperlakukan baik, maka berbuatlah yang sama kepada orang lain. Jika tidak ingin disakiti dan dicaci, maka jangan melakukan itu kepada orang lain.

Hampir sama dengan nafas ajaran Kristen adalah ajaran Hindu yang mengatakan “Inilah inti Dharma: Jangan perlakukan orang lain dengan yang menyakitkanmu jika itu dilakukan padamu.” (Mahabharata 5:1517). Dan pesan dari Sang Budha juga memiliki makna yang sama “Jangan sakiti orang sebagaimana itu akan menyakiti dirimu. Buddha.” ( Udana-Varga 5.18 ). Begitu pun dengan penganut Konghucu dari perkataan Sang Guru Kung semisal :   “Satu kata yang bisa merangkum prinsip perbuatan baik manusia … cinta-kebajikan. Jangan perlakukan orang lain apa yang kau sendiri tidak suka.” ( Analek Konfusius 15.23 ).  

Jika melihat kebaikan ini, tentu keragaman yang ada adalah untuk menyatukan tujuan kebaikan. Kebaikan mendorong lahirnya toleransi dalam masyarakat yang majemuk. Sikap toleransi ini musti diajarkan sejak dini melalui penguatan ajaran keagamaan yang mengandung kebajikan.

Umat beragama harus harus memiliki pemahaman bahwa perbedaan yang ada di Negara ini bukanlah suatu permasalahan namun suatu anugrah yang di berikan Tuhan kepada umatnya. Dan ajaran semua agama telah memerintahkan umatnya untuk hidup dalam kebajikan dengan peduli dan menghormati sesama. 

Perlu kita sadari bahwa, Allah juga menciptakan manusia berbeda-beda bangsa, budaya dan bahasanya, akan tetapi pada dasarnya mereka adalah umat yang satu, yakni persaudaraan kemanusiaan. Perbedaan yang di karuniakan Allah tidak bermakna menghapuskan kesatuan dan kemanusiaannya.  Perbedaan ini akan bisa dipahami dengan sikap toleransi dan makna kebajikan dalam setiap agama.

Karena itulah, Pancasila sebagai falsafah bangsa diperas dari nilai kebajikan agama-agama dan nilai luhur bangsa. Pancasila terlahir dari perbedaan yang ada di Indonesia dan nilai luhur bangsa. Bangsa Indonesia hidup berlandaskan moralitas ketuhanan. Indonesia tidak bisa menjadikan Pancasila sebagai negara agama dengan satu agama sebagai tolok ukurnya. Sebaliknya, Pancasila merangkul semua agama dan aliran kepercayaan di Nusantara dalam satu kebhinekaan. 

Nilai spiritual dan kebajikan dalam setiap agama akan mendorong rasa solidaritas untuk berjuang dan berkorban bagi kepentingan Negara kesatuan Republik Indonesia. Toleransi kebangsaan tidak mengingkari keunikan dan dalam setiap suku, agama, ras, dan antargolongan, tetapi toleransi justru akan mampu mengayomi keanekaan yang berlandaskan Pancasila. 

This post was last modified on 14 Desember 2020 12:08 PM

Imam Santoso

Recent Posts

Pentingnya Etika dan Karakter dalam Membentuk Manusia Terdidik

Pendidikan memang diakui sebagai senjata ampuh untuk merubah dunia. Namun, keberhasilan perubahan dunia tidak hanya…

20 jam ago

Refleksi Ayat Pendidikan dalam Menghapus Dosa Besar di Lingkungan Sekolah

Al-Qur’an adalah akar dari segala pendidikan bagi umat manusia. Sebab, Al-Qur’an tak sekadar mendidik manusia…

20 jam ago

Intoleransi dan Polemik Normalisasi Label Kafir Lewat Mapel Agama di Sekolah

Kalau kita amati, berkembangbiaknya intoleransi di sekolah sejatinya tak lepas dari pola normalisasikafir…

20 jam ago

Konsep Islam Menentang Tiga Dosa Besar Dunia Pendidikan

Lembaga pendidikan semestinya hadir sebagai rumah kedua bagi peserta didik untuk mendidik, mengarahkan dan membentuk…

2 hari ago

Pemaksaan Jilbab di Sekolah: Praktir yang Justru Konsep Dasar Islam

Dalam tiga tahun terakhir, kasus pemaksaan hijab kepada siswi sekolah semakin mengkhawatirkan. Misalnya, seorang siswi…

2 hari ago

Memberantas Intoleransi dan Eksklusivisme yang Menjerat Pendidikan Negeri

Dua tahun lalu, seorang siswi SDN 070991 Mudik, Gunungsitoli, Sumatera Utara, dilarang pihak sekolah untuk…

2 hari ago