Narasi

Mengkhidmati Waisak; “Saat Semua Makhluk (Dapat) Berbahagia”

Kerukunan hidup antarumat beragama merupakan sebuah ajaran yang notabene bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa. Untuk itu, diperlukan manusia beriman (dan beragama) yang memiliki wawasan terbuka, toleran, dan mampu menghormati umat beragama lain demi mewujudkan sebuah harmoni di tengah masyarakat.

Meski jadi agama minoritas di Indonesia, dengan persentase pengikut 0,7% atau 2 juta penduduk dari 277 juta penduduk, tidak lantas menihilkan peran agama Buddha sebagai pembawa panji perdamaian umat beragama di Indonesia. Malah, agama Buddha jadi salah satu agama dengan tingkat toleransi dan kerukunan yang tinggi di kehidupan bermasyarakat.

Salah satu prinsip ajaran Buddha adalah memiliki dan memancarkan cinta kasih universal bagi semua makhluk hidup, bukan hanya kepada sesama manusia. Istilahnya, Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta, artinya “Semoga semua makhluk berbahagia”. Berdasarkan ajaran tersebut, maka tampaklah wajah umat agama Buddha dalam mengimplementasikan ajarannya dengan menjalin kerukunan antarumat beragama.

Lebih rinci, pemaparan mengenai kalimat Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta ini dijelaskan dalam buku berjudul Merayakan Kebebasan Beragama: Bunga Rampai Menyambut 70 Tahun Djohan Effendi yang ditulis oleh Djohan Effendi sendiri. Biasanya kalimat tersebut diucapkan dalam setiap mengakhiri rangkaian doa ibadah umat Buddha. Namun, kalimat itu juga dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dengan beramal kebaikan secara rutin kepada segala makhluk di sekitar kita, baik itu kerabat, sahabat, atau bahkan hewan dan tumbuhan.

Sehingga, dapat dikatakan bahwa ajaran dari agama Buddha sejatinya mengajarkan kita untuk dapat mencintai sesama dan bagaimana kita dapat hidup harmonis dengan sesama manusia di dunia.

Buddhayana: Tradisi Agama Buddha Yang Membawa Kesatuan Indonesia

Lebih dari 17.000 pulau membentang dari Sabang sampai Merauke, menjadikan Indonesia rumah bagi berbagai kelompok etnis, suku, dan agama, dan membuatnya dikenal jadi negara dengan keragaman yang tinggi.

Salah satu aspek dari keberagaman agama di Indonesia adalah Buddhayana, atau Buddhisme di Indonesia. Ajaran tersebut telah ada di Indonesia selama berabad-abad lamanya, dan merupakan salah satu agama yang telah diakui di negara ini.

Tradisi Buddhayana di Indonesia memiliki kekhasan sendiri dari Buddhisme di negara lain, sebab ajaran ini, meski tetap berakar kuat pada ajaran Buddha yang asli, juga memiliki pengaruh yang kuat dengan kebudayaan masyarakat Indonesia sendiri.

Sehingga, Buddhayana bukan hanya sebuah agama, tetapi juga merupakan representasi adaptabilitas sebuah ajaran agama di tengah budaya Indonesia yang beragam. Sebab ia telah berhasil mengintegrasikan unsur-unsur lokal dalam tradisi keagamaannya, lalu menciptakan bentuk agama Buddha yang (baru) unik, sesuai dengan lingkungan sosial dan budaya Indonesia.

Yang lebih menarik adalah bagaimana cara Buddhayana telah menjadi bagian integral dari kehidupan beragama di Indonesia dan kontribusinya dalam memelihara kerukunan antaragama. Penting untuk dipahami, bila Buddhayana memiliki peran signifikan dalam konteks kebhinnekaan Indonesia.

Hal ini tergambar dari nilai-nilai non-sektarianisme dalam ajarannya seperti ahimsa (tidak melukai), metta (kasih sayang), dan karuna (welas asih), yang terus dipromosikan di tengah isu-isu sektarian dan konflik agama (masih saja) mencuat dan terjadi di beberapa bagian wilayah Indonesia, dan dunia.

Oleh karena itu, Buddhayana jadi salah satu agama yang paling adaptif di antara agama-agama lain di Indonesia. Ini merujuk pada pandangan bahwa Buddhayana adalah suatu konsep dalam agama Buddha yang mengutamakan fleksibilitas dan keterbukaan dalam menerapkan ajaran Buddha dalam berbagai konteks sosial dan budaya, sehingga dapat relevan dan bermanfaat bagi orang-orang di berbagai latar belakang zaman. Kemudian, sikap inilah yang akhirnya mendorong sikap toleransi dan penghargaan terhadap perbedaan dalam masyarakat multicultural seperti di Indonesia.

Buddhayana tidak sekedar jadi agama minoritas di Indonesia. Perannya saat ini telah jadi senter integral dari identitas keagamaan bangsa. Mengingatkan kita tentang pentingnya keragaman agama dan keyakinan dalam membentuk kebhinnekaan Indonesia.

Meski demikian, tidak ada kerukunan yang datang tanpa tantangan. Buddhayana, seperti agama-agama lainnya, tetap dihadapkan pada perubahan sosial dan pengaruh global yang membuatnya harus berhadapan dengan adaptasi dan tantangan baru. Oleh karena itu, penting bagi kita; umat beragama seluruhnya, tidak hanya umat Buddha, untuk dapat terus mempromosikan nilai-nilai non-sektarianisme dan kerukunan antar kelompok berbeda agar kedepannya, kita tetap dapat menjadi agen kebhinnekaan di Indonesia.

Etika Filashofia

Pegiat toleransi antarumat beragama, alumnus Center for Religious and Cross-cultural Studies, UGM.

Recent Posts

Membedah Anatomi Gerakan Gen Z; Membangun Imajinasi Keindonesiaan yang Otentik

Geliat gerakan yang dimotori gen Z di sejumlah negara ternyata tidak dapat dipandang sebelah mata.…

1 jam ago

Wajah Baru Radikalisasi di Dunia Game

Gen Z lahir dengan dua kewarganegaraan. Indonesian citizenship dan internet citizenship (netizen). Bagi mereka, tidak…

2 jam ago

Gen-Z dan Islam Moderat; Bagaimana Ekologi Media Membentuk Identitas Beragama yang Inklusif?

Hasil survei dari Alvara Institute pada tahun 2022 lalu menyebutkan bahwa agama menjadi salah satu…

2 jam ago

DNA Aktivisme Gen Z: Mengelola Genetik Perubahan Anak Muda

Gelombang aktivisme anak muda, khususnya Generasi Z, semakin menjadi sorotan global. Dari Nepal, Bangladesh, Sri…

1 hari ago

Membaca Ulang Jihad ala Gen Z

Ketika berbicara tentang jihad, kerap kali kita terjebak dalam narasi yang sempit dan reduktif, seolah…

1 hari ago

Dakwah Hibrid ala HTI; Dari Menggaet Influencer ke Adaptasi Budaya Populer

Jika ada pentolan HTI yang patut diacungi jempol lantaran lihai bermanuver, maka nama Felix Shiaw…

1 hari ago