Tokoh

Menghayati Ajaran Buddhisme dan Keberagaman Indonesia Melalui Pemikiran Ashin Jinarakkhita: Sang Bhikkhu Pertama dari Indonesia

Umat Buddha di Indonesia tentu tidak asing lagi dengan nama Maha Biksu Ashin Jinarakkhita. Ia adalah orang keturunan Indonesia pertama yang ditahbiskan menjadi Bhikkhu. Tidak hanya berhenti sampai di situ, Ashin Jinarakkhita juga mempelopori aliran Buddhisme khas Indonesia yang dikenal dengan nama Buddhayana. Buddhayana adalah semacam ajaran Buddhisme yang berakar dalam kebudayaan-kebudayaan di Indonesia. Pengikut aliran Buddhayana memercayai bahwa ajaran Buddhisme selaras dengan Pancasila yaitu Bineka Tunggal Ika: berbeda-beda tetapi tetap satu.

Maha Biksu Jinarakkhita memperkenalkan konsep ‘Ketuhanan’ dalam ajaran Budha yang sampai sekarang di kenal dengan nama Sang Hyang Ādi Buddha. Sosok Sanghyang Adi Buddha adalah konsep ketuhanan yang muncul dalam teks-teks kuno Jawa terutama pada abad-abad dimana kerajaan-kerajaan peninggalan Hindu-Buddha di Indonesia seperti Sriwijaya dan Maja Pahit masih Berjaya. Oleh karena itu, Ashin Jinarakkhita menekankan bahwa ajaran Buddha bukan sesuatu yang baru saja muncul karena persebaran dan pengaruh negara-negara Asia tenggara seperti Myanmar dan Thailand. Ajaran Buddha sudah berakar dalam sejarah dan kebudayaan di Indonesia.

Leo Suryadinatha, salah seorang peneliti agama (religious scholar) di Indonesia, menulis bahwa karena ajaran Buddha memiliki peran dalam membentuk sejarah Indonesia, terutama ornamen kebudayaan seperti candi Borobudur, maka umat Buddhis di Indonesia diakui oleh presiden Soeharto pada tahun 1960an sebagai agama resmi di Indonesia.

Setelah diakui oleh Indonesia, umat Buddhayana pun melesat tajam. Orang-orang Indonesia pun dapat mempraktikkan ajaran Buddha tanpa takut mengalami diskriminasi. Umat Buddha di Indonesia diperbolehkan negara untuk mempraktikkan ajaran Buddha dengan cara menghargai dan mempraktikkan kebudayaan-kebudayaan di Indonesia. Keberagaman budaya di Indonesia diakui sebagai salah satu jalan menghormati Sang Hyang Ādi Buddha.

 

Menjadi Umat Buddha, Menjadi Indonesia

Dalam karya terbaru tentang persebaran ajaran Buddha di Indonesia berjudul Monks in Motion: Buddhism and Modernity Across the South China Sea (2020), sang penulis, J. M. Thia mencatat bahwa setidaknya ada tiga peran besar Ashin Jinarakkhita yang untuk Indonesia. Pertama, Maha Biksu Ashin Jinarakkhita menghapus stigma bahwa Buddhisme adalah ajaran asing. Pada masa sebelum kemerdekaan, orang Indonesia belum berani memeluk agama Buddhisme karena stigma kolonial. Melalui kehadiran Buddhayana, orang Indonesia dapat mempraktikkan ajaran Buddha karena ajaran tersebut berkaitan langsung dengan kebudayaan dan sejarah Indonesia selama ratusan tahun, seperti Borobudur. Kedua, Maha Biksu Ashin Jinarakkhita memiliki peran penting dalam membangun gerakan transnasional antara umat Buddha di Indonesia dan Asia. Peran tersebut ditunjukkan melalui keberhasilannya ditahbis sebagai Bhikkhu pertama dari Indonesia. Sebelumnya, umat Buddhis di Indonesia sangat bergantung penuh dengan pemimpin Buddhis dari luar negeri. Namun, setelah Maha Biksu Ashin Jinarakkhita berhasil menjadi Bhikkhu, umat Buddhis di Indonesia dapat mempelajari ajaran Buddhis secara lebih kontekstual. Orang Indonesia bisa memeluk agama Buddhis sembari menghidupi keberagaman budaya-budaya lokal di Indonesia. Salah satu ajaran inti Buddhis Indonesia adalah bineka Tunggal Ika yang diyakini ikut mempengaruhi kelahiran Pancasila.

Ketiga, Ashin Jinarakkhita menginisasi relasi transnasional antar umat Buddha. Kaum Buddhis di luar negeri menyadari bahwa terdapat ajaran Buddhis yang tertanam dalam sejarah Indonesia. Ajaran tersebut terlihat lewati berbagai monument-monumen bersejarah seperti candi-candi dan teks-teks kuno di Indonesia. Gerakan transnasional tersebut jug memelopori berbagai praktik bersama, salah satunya yang kita lihat saat ini adalah Thudong: yaitu perjalanan ziarah kaum Buddhis dari Thailand ke candi Borobudur pada setiap kali perayaan Waisak di Indonesia. Peneliti muda Buddhisme, Candra Dvi Jayanti dalam artikelnya The Thudong Bhikkhu Pilgrimage (2024) menulis bahwa Thudong bukan sekedar perjalanan spiritual kaum Buddhis dari Thailand ke Indonesia. Thudong menghidupkan relasi antar-iman antara umat Buddhis dengan seluruh keberagaman agama di Indonesia. Di sepanjang perjalanan, orang menjumpai berbagai umat beragama di Indonesia berjumpa dan berinteraksi dengan umat Buddhisme dari Thailand. Tak jarang, kita melihat umat beragama di Indonesia menyapa dan memberi bekal perjalanan seperti makanan dan minuman kepada kaum Buddhisme. Relasi antara masyarakat Indonesia dengan para Bhikkhu dari Thailand menunjukkan rasa hormat yang setinggi-tingginya dari orang Indonesia pada umat Buddhis dari negara tetangga.

Lewat uraian singkat ini, saya meyakini bahwa keharmonisan relasi antar umat beragama di Indonesia, termasuk umat Buddhis tidak lepas dari peran aktif dan sumbangan pemikiran Maha Biksu Ashin Jinarakkhita lewat konsep yang kita kenal sebagai Buddhayana. Buddhayana adalah penanda bahwa cara menjadi pengikut Buddha yang baik adalah dengan cara menghargai dan menghidupi kebudayaan Indonesia secara tulus dan luhur. Hingga hari ini, umat Buddhis di Indonesia turut berperan dalam merawat keberagaman dan toleransi di Indonesia. Tradisi Thudong dan hari raya Waisak ikut mengaktifkan relasi antar umat beragama di Indonesia.

Pada hari raya Waisak 2023, saya sekali mengikuti perayaan tersebut di Borobudur. Saya menjumpai beragam umat beragama datang dan ikut merayakan Waisak bersama umat Buddhis di sana. Saya melihat sikap keterbukaan dan saling menghargai yang begitu tinggi antara umat Buddhis dengan sesama warga Indonesia serta penghargaan yang begitu tinggi dari umat beragama di Indonesia kepada para Bhikkhu dari negara-negara lain. Oleh karena itu, Waisak perlu dirayakan bersama sebagai simbol dari keterlibatan aktif umat Buddhis membentuk sejarah dan kelahiran Pancasila serta keharmonisan hubungan antar umat pada skala nasional dan internasional.

Jear N. D. K. Nenohai

Recent Posts

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

8 jam ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

9 jam ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

9 jam ago

Politik dan Kesucian: Menyimak Geliat Agama di Pilkada 2024

Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…

9 jam ago

Potensi Ancaman Pilkada 2024; Dari Kekerasan Sipil ke Kebangkitan Terorisme

Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…

1 hari ago

Mencegah Agenda Mistifikasi Politik Jelang Pilkada

Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…

1 hari ago