Narasi

Menuju Nasionalisme Palestina Tanpa Khilafah!

Di Palestina, mereka berharap ingin hidup damai, aman, nyaman dan mendapatkan hak berdaulat. Mereka ingin negara Palestina yang di dalamnya berkumpul masyarakat Arab, Yahudi dan Druzie. Dalam segi agama, di dalamnya ada Islam, Kristen dan Judaism. Mereka ingin sebuah negara layaknya Indonesia yang memegang prinsip kebhinekaan, toleransi dan kerukunan yang sangat kita cintai ini.

Akan tetapi, di Indonesia justru ada segelintir orang yang sibuk menyuarakan solidaritas Palestina untuk menegakkan khilafah atau negara Islam Palestina. Mereka mempromosikan ideologi khilafah yang sebetulnya tidak pernah diinginkan oleh rakyat Palestina. Kelompok ini bersuara dengan lantang di berbagai tempat-jalan untuk membuka “warung khilafah” sebagai solusi atas konflik yang telah memakan banyak korban itu.

Padahal, semangat nasionalisme rakyat Palestina itu bukan tentang basis satu agama, satu etnis dan satu golongan. Mereka ingin merdeka dan membentuk nasionalisme Palestina yang sepenuhnya berdaulat dan memiliki hak untuk tidak diawasi layaknya negara jajahan pada umumnya. Mereka sangat berharap agar Palestina menjadi negara Republik layaknya Indonesia yang memiliki banyak ragam agama, rasa dan golongan yang hidup secara damai dan aman.

Hal itu justru berbanding-terbalik dengan khilafah yang kini ditawarkan oleh segelintir orang. Bagaimana khilafah sebagai ideologi memang sangat anti terhadap pluralisme atau-pun semangat toleransi hidup rukun. Ideologi ini memang memiliki spirit satu identitas, satu agama dan satu etnis saja. Sedangkan yang lain mereka menolak dan bahkan berupaya untuk disingkirkan. Baik secara lisan mau-pun secara kekerasan.

Lantas, penulis mengajak untuk berpikir kembali perihal solidaritas Palestina yang mengacu kepada tegaknya negara Khilafah yang kini digaungkan. Benarkah mereka peduli terhadap rakyat Palestina? Atau mereka justru hanya memanfaatkan momentum ini untuk kepentingan kelompok-nya yaitu para pengasong khilafah?

Karena, kelompok khilafah ini memang seperti menggelar “bisnis musiman”. Jika ada persoalan yang signifikan yang memungkinkan mereka masuk dan berjualan. Maka, mereka ada di dalam kondisi tersebut untuk menawarkan negara khilafah. Misal, di Indonesia akhir-akhir ini sering-kali terjadi bencana alam. Situasi yang semacam ini mereka mencoba untuk “memasang muka” lalu membuat semacam fitnah bahwa negara ini sudah tidak sesuai dengan ajaran Islam atau melanggar norma-norma Tuhan. Maka, sangat wajar jika Tuhan bagi mereka memberikan azab berupa bencana alam tersebut.

Lalu, mereka mencoba untuk “memanfaatkan kegentingan” dengan menawarkan khilafah solusinya atau negara Islam. Hal ini mereka tawarkan agak negara ini bisa aman dan aman dari segala bencana. Karena telah mengamalkan hukum Tuhan yang mereka maksud adalah negara khilafah tadi.

Pun banyak lagi “bisnis musiman” yang selalu dimanfaatkan oleh kelompok khilafah ini. Seperti halnya di tengah pandemi covid-19. Mereka menganggap ini azab dari Tuhan karena negara ini difitnah telah bersekongkol dengan negara komunis (tidak bertuhan) yaitu China. Mereka menganggap bahwa petaka ini akan hilang jika solusi utama yang harus dibentuk adalah negara khilafah. Atau negara yang menganut hukum Tuhan “versi mereka”.

Tentunya, bisnis musiman para pengasong negara khilafah saat ini sedang memanfaatkan momentum konflik Palestina-Israil. Mereka berupaya memasang muka dan berkonfoi di-mana-mana untuk menegakkan khilafah dengan mengatasnamakan solidaritas Palestina. Bagaimana semangat nasionalisme Palestina dimodifikasi menjadi semangat persatuan umat Islam untuk menegakkan negara khilafah atau negara Islam,            

Padahal, seluruh rakyat Palestina tidak pernah menginginkan negaranya menjadi negara khilafah atau negara Islam. Mereka hanya ingin keluar dari peperangan yang selama ini menghancurkan hidup mereka. Mereka ingin hidup damai, nyaman dan aman. Mereka ingin hidup rukun dan tanpa pertumpahan darah. Karena, semangat nasionalisme Palestina itu lahir bukan perihal kepentingan satu kelompok satu agama saja. Tetapi, semangat nasionalisme yang bisa menjunjung kemanusiaan, keamanan, perdamaian dan kenyamanan hidup yang tenteram. Mereka menginginkan kemerdekaan sebuah bangsa layaknya Indonesia yang kita cintai ini.

This post was last modified on 25 Mei 2021 11:54 AM

Amil Nur fatimah

Mahasiswa S1 Farmasi di STIKES Dr. Soebandhi Jember

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

21 jam ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

21 jam ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

21 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

2 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

2 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

2 hari ago