Narasi

Konflik Palestina dan Faksi Politik Berbaju Khilafah

Sebagai warga Indonesia, terkadang kita memandang konflik Palestina-Israil, sebagai peperangan agama Islam Palestina melawan Israil Zionis Yahudi. Lalu, tiba-tiba berteriak negara khilafah sebagai solusi di Palestina. Kita berimajinasi tentang solidaritas umat Islam di Indonesia untuk mendukung gempuran terhadap Israil Zionis agar mereka diluluhlantakkan. Demi tegaknya negara Islam atau khilafah di Palestina sebagai solusi untuk menyelesaikan konflik.

Lalu pertanyaannya sekarang, benarkah khilafah sebagai solusi di tengah konflik Palestina yang terus berkepanjangan saat ini? Tentu kita perlu memikirkan lebih jauh di balik konflik yang terus memakan banyak korban di Palestina. Bahwa ada banyak “faksi politik” di Palestina yang membuat mereka warga Palestina seperti “boneka” yang dimanfaatkan. Hingga saat ini, mereka tidak pernah merasakan kedamaian, keamanan, kenyamanan dan ketenteraman.

Karena ada begitu banyak kelompok yang memiliki beragam tujuan, haluan dan mengambil manfaat di balik konflik Palestina-Israil Zionis ini. Salah satunya kelompok yang sering-kali menginginkan Palestina sebagai negara khilafah, negara murni etnis Arab dan negara murni umat Islam saja.

Seperti halnya organisasi Fatah. Dalam arti pemahaman dialah kelompok (kemenangan) atau (penaklukan) berbasis peperangan dengan tujuan memperjuangkan Palestina atau kita kenal dengan istilah Harakat al-Tahrir al-Filistiniyah yang didirikan pada tahun 1950-an oleh sejumlah warga Palestina diaspora. Di antaranya Khalil al-Wazir, Khalid Yasruthi dan Yasser Arafat serta Salah Khalaf. 

Begitu juga dengan Hizbut Tahrir yang didirikan oleh Taqiyudin al-Nabhani pada tahun 1953 sebagai gerakan politis untuk menegakkan khalifah Islamiyah di bumi Palestina. Meski-pun di Indonesia pernah laku. Namun di daerahnya sendiri yaitu Palestina, organisasi ini sama-sekali tidak laku.

Selain itu, juga ada Hamas Harakat al-Muqawamah al-Islamiyah atau disebut dengan gerakan resistansi Islam. Didirikan oleh Syaikh Ahmad Yasin pada tahun 1987. Didukung oleh kelompok ikhwanul Muslimin dan faksi militan di PLO. Kelompok ini menolak perjanjian Oslo dan ingin menumpas Israil dari Palestina dengan cara peperangan. Mereka ingin menghancurkan Israil dan menjadikan sepenuhnya tanah Palestina sebagai kawasan Arab. Sehingga layaknya Israil harus pergi dari tanah mereka.

Tiga Faksi Politik Berbaju Khilafah sebagai Solusi untuk Palestina?

Tiga faksi politik ini memang selalu berinisiatif tentang bagaimana Palestina berada dalam kepentingan, tujuan dan komitmen mereka masing-masing di dalam memperjuangkan Palestina dari Israil-Zionis. Akhirnya, rakyat Palestina seperti “Boneka” yang mudah dipermainkan oleh berbagai kelompok yang memiliki kepentingan.

Sehingga, sampai saat ini mereka tidak pernah merasakan kedamaian, kenyamanan dan kedaulatan yang sepenuhnya terhadap tanah mereka. Mereka diselimuti oleh rasa takut, peperangan yang tidak berkesudahan dan mayat yang tergeletak di mana-mana. Lalu, benarkah khilafah sebagai solusi untuk Palestina?

Kita perlu paham, bahwa masyarakat Palestina sejatinya ingin hidup damai, aman, nyaman dan berdaulat (merdeka). Mereka tidak ingin negara khilafah atau negara yang hanya diuhuni oleh satu agama saja. Mereka dalam agama juga ada Judaism, Kristen dan Islam.

Pun, hingga saat ini, peperangan tidak pernah menyelesaikan konflik yang terjadi di Palestina. Sebagaimana yang terus ingin ditegakkan oleh Hamas tentang perjuangan Islam membasmi Israil Zionis. Mereka juga melancarkan serangan dengan menghancurkan rumah-rumah milik Israil Zionis dan memakan banyak korban. Begitu juga dari pihak Israil yang terus melancarkan serangan terhadap Palestina hingga masyarakat terus menjadi korban.            

Kenyataan yang semacam ini sebetulnya ingin membuktikan bahwa Palestina tidak pernah merasakan kedamaian, kenyamanan dan keamanan hingga saat ini. Karena banyak faksi politik layaknya khifalah yang kian hari mulai diserukan oleh kita sebagai warga Indonesia. Padahal, faksi politik inilah yang menjadi sebab masyarakat Palestina menjadi “boneka” di balik peperangan yang terus memakan banyak korban demi kepentingan-kepentingan politis. Tanpa memikirkan bagaimana solusi untuk Palestina merdeka secara nasional yang hidup benar-benar damai, aman dan nyaman tanpa embel-embel negara khilafah yang tidak pernah menyelesaikan persoalan dari dulu hingga saat ini.

This post was last modified on 25 Mei 2021 11:53 AM

Saiful Bahri

Recent Posts

Riwayat Pendidikan Inklusif dalam Agama Islam

Indonesia adalah negara yang majemuk dengan keragaman agama, suku dan budaya. Heterogenitas sebagai kehendak dari…

12 jam ago

Hardiknas 2024: Memberangus Intoleransi dan Bullying di Sekolah

Hardiknas 2024 menjadi momentum penting bagi kita semua untuk merenungkan dan mengevaluasi kondisi pendidikan di…

12 jam ago

Sekolah sebagai Ruang Pendidikan Perdamaian: Belajar dari Paulo Freire dan Sekolah Mangunan Jogjakarta

Bila membicarakan pendidikan Paulo Freire, banyak ahli pendidikan dan publik luas selalu merujuk pada karya…

12 jam ago

Buku Al-Fatih 1453 di Kalangan Pelajar: Sebuah Kecolongan Besar di Intansi Pendidikan

Dunia pendidikan pernah gempar di akhir tahun 2020 lalu. Kepala Dinas Pendidikan Bangka Belitung, pada…

12 jam ago

4 Mekanisme Merdeka dari Intoleransi dan Kekerasan di Sekolah

Masa depan bangsa sangat ditentukan oleh mereka yang sedang duduk di bangku sekolah. Apa yang…

1 hari ago

Keterlibatan yang Silam Pada yang Kini dan yang Mendatang: Kearifan Ma-Hyang dan Pendidikan Kepribadian

Lamun kalbu wus tamtu Anungku mikani kang amengku Rumambating eneng ening awas eling Ngruwat serenging…

1 hari ago