Peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia setiap 17 Agustus selalu menjadi momen special bagi seluruh masyarakat Indonesia. Dari sudut desa hingga perkotaan hiasan merah putih dalam bentuk bendera hingga aksesoris lainnya menghiasi ruang publik. Pemandangan ini sudah menjadi tradisi yang tak pernah dilupakan.
Namun, di balik gegap gempita itu, ada satu pertanyaan penting yang patut kita renungkan: Apakah bangsa ini sudah benar-benar merdeka, tidak hanya secara politik dan ekonomi, tetapi juga secara ideologis? Pertanyaan ini sangat penting agar nasionalisme di bulan Agustus bukan sekedar nasionalisme seremonialis, tetapi memiliki akar dan basis ideologi yang kuat.
Kemerdekaan sejati bukan sekadar bebas dari penjajahan fisik. Ia juga berarti terbebas dari pengaruh ideologi yang mengancam persatuan, memecah belah, memunculkan polarisasi, mengikis nilai-nilai luhur Pancasila, dan menggerogoti kedaulatan bangsa. Salah satu ancaman yang masih membayangi Indonesia adalah radikalisme yang berpotensi memicu terorisme.
Ideologi radikal ibarat virus yang menyerang dari dalam, memecah belah masyarakat, dan mengancam cita-cita kemerdekaan: Indonesia yang bersatu, sejahtera, dan maju. Cara kerja radikalisme adalah dengan memecah belah masyarakat, menciptakan ketidakpercayaan publik dan membenturkan masyarakat berdasarkan sentimen sectarian.
Berdaulat dari Penjajahan Ideologi
Sejarah menunjukkan bahwa kemerdekaan Indonesia diraih dengan pengorbanan jiwa, raga, dan harta oleh para pejuang. Mereka melawan penjajah yang menguasai tanah air secara fisik. Kini, bentuk penjajahan itu berubah. Ia hadir melalui penyusupan ideologi transnasional yang tidak sejalan dengan jati diri bangsa. Radikalisme—baik yang berkedok agama maupun politik—berusaha menggerus nilai kebinekaan dan toleransi yang menjadi fondasi Indonesia.
Dalam konteks inilah, kedaulatan ideologis menjadi sama pentingnya dengan kedaulatan teritorial. Kita tidak boleh membiarkan ideologi radikal mengambil alih ruang pikir generasi muda, memecah belah masyarakat, atau bahkan memicu aksi kekerasan. Kemerdekaan dari ideologi radikal adalah syarat mutlak bagi bangsa yang ingin bersatu, sejahtera, dan maju.
Radikalisme tumbuh subur ketika ada kesenjangan sosial, diskriminasi, dan lemahnya literasi kritis. Karena itu, kemerdekaan dari ideologi radikal hanya dapat dicapai jika bangsa ini bersatu melawan akar-akar perpecahan. Persatuan bukan berarti menghapus perbedaan, melainkan mengelolanya dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika.
Generasi muda perlu dibekali pemahaman bahwa cinta tanah air adalah bagian dari iman, dan membela Pancasila adalah wujud pengamalan nilai-nilai luhur bangsa dan manifestasi ajaran agama. Melawan radikalisme bukan sekadar tugas aparat, tetapi tanggung jawab bersama seluruh warga negara.
Menuju Bangsa yang Bersatu, Sejahtera dan Maju
Kemerdekaan dari ideologi radikal memiliki dampak langsung terhadap persatuan, kesejahteraan dan kemajuan bangsa. Negara yang aman dari ancaman ekstremisme memiliki stabilitas politik dan sosial yang kuat, yang pada gilirannya menarik investasi, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan mempercepat pembangunan.
Sebaliknya, jika radikalisme dibiarkan, bangsa ini akan sibuk memadamkan konflik internal, kehilangan potensi produktif generasi muda, dan terjebak dalam lingkaran kekerasan. Tidak ada negara yang bisa maju ketika rakyatnya tercerai-berai oleh kebencian dan intoleransi.
Lihatlah bagaimana konflik telah memecahbelah persaudaraan internal negara-negara di Timur Tengah yang penuh dengan konflik. Keseharian mereka disibukkan dengan pertengkaran, perang dan konflik dengan saudara sebangsa, bahkan seiman.
Karena itulah, menjadi merdeka harus dimulai dari kemerdekaan ideologis yang berarti menjaga pikiran dan hati dari pengaruh yang merusak persatuan. Ini basis penting untuk meraih kesejahteraan dan kemajuan. Dengan bersatu melawan radikalisme, kita tidak hanya mempertahankan kemerdekaan, tetapi juga memastikan bahwa Indonesia tetap melangkah menuju masa depan yang sejahtera dan maju.
Jika diibaratkan manusia, usia 80 tahun tentu telah menjalani berbagai fase kehidupan. Demikian juga perjalanan…
Menjelang perayaan HUT RI ke-80, media sosial sempat diramaikan oleh fenomena pengibaran bendera bajak laut…
Di tengah gejolak global yang ditandai oleh polarisasi ideologis dan sentimen sektarian yang semakin keras,…
Di tengah pesatnya arus globalisasi dan digitalisasi, generasi muda saat ini hidup dalam era yang…
Di dalam Islam, Tuhan (Allah) memiliki 99 nama untuk merepresentasikan sifat-sifat-Nya. Itulah yang disebut Asmaul…
Penangkapan dua aparatur sipil negara (ASN) di Banda Aceh oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror…